Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Perbedaan Utama Antara Psikosis dan Skizofrenia

ilustrasi psikosis (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi psikosis (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak orang masih bingung membedakan antara psikosis dan skizofrenia karena keduanya sering digunakan dalam konteks yang sama. Padahal, keduanya memiliki makna yang berbeda dan tidak bisa disamakan. Mengetahui perbedaan antara keduanya sangat penting agar seseorang bisa mendapatkan diagnosis dan perawatan yang sesuai. Jika salah memahami, bisa saja seseorang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, yang pada akhirnya memperburuk kondisinya. Nah, ini dia 5 perbedaan utama antara psikosis dan skizofrenia yang perlu kamu ketahui. Yuk simak selengkapnya! 

1. Definisi dan ruang lingkup

ilustrasi psikosis (pexels.com/Two Dreamers)
ilustrasi psikosis (pexels.com/Two Dreamers)

Psikosis adalah sebuah gejala yang ditandai dengan hilangnya kontak dengan realitas. Orang yang mengalami psikosis bisa mengalami halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada) dan delusi (memiliki keyakinan yang salah tetapi tetap mempercayainya meskipun ada bukti yang bertentangan). Psikosis bukanlah penyakit itu sendiri, melainkan sebuah kondisi yang bisa muncul akibat berbagai penyebab, seperti gangguan mental, penyakit fisik tertentu, atau penyalahgunaan zat.

Sementara itu, skizofrenia adalah gangguan mental kronis yang mencakup episode psikosis, tetapi juga disertai dengan gejala lain, seperti pola pikir yang kacau, kesulitan dalam berkomunikasi, serta hilangnya motivasi atau respons emosional yang normal. Skizofrenia memengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam jangka panjang. Tidak semua orang yang mengalami psikosis menderita skizofrenia, tetapi setiap penderita skizofrenia hampir selalu mengalami psikosis dalam beberapa fase penyakitnya.

2. Durasi dan kriteria diagnosis

ilustrasi sakit (unsplash.com/Yuris Alhumaydy)
ilustrasi sakit (unsplash.com/Yuris Alhumaydy)

Psikosis bisa bersifat sementara atau episodik, tergantung pada penyebabnya. Ada orang yang mengalami psikosis hanya sekali dalam hidupnya, misalnya akibat stres berat atau kurang tidur ekstrem. Namun, ada juga yang mengalami beberapa episode psikosis sepanjang hidupnya, terutama jika disebabkan oleh gangguan mental seperti gangguan bipolar atau depresi berat dengan fitur psikotik.

Di sisi lain, skizofrenia merupakan gangguan jangka panjang yang memiliki kriteria diagnostik yang lebih ketat. Untuk didiagnosis dengan skizofrenia, seseorang harus mengalami gejala termasuk episode psikosis selama minimal 6 bulan. Selain itu, skizofrenia sering kali menyebabkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, yang semakin membedakannya dari kondisi psikosis sementara. Diagnosis skizofrenia harus dilakukan oleh profesional kesehatan mental berdasarkan evaluasi menyeluruh.

3. Gejala yang dapat dikenali

ilustrasi skizofrenia (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi skizofrenia (pexels.com/cottonbro studio)

Orang dengan psikosis umumnya mengalami 2 gejala utama, yaitu halusinasi dan delusi. Halusinasi bisa berupa mendengar suara yang tidak ada atau melihat sesuatu yang tidak nyata. Sementara itu, delusi adalah keyakinan kuat yang salah, misalnya seseorang percaya bahwa dirinya adalah tokoh penting atau sedang diawasi oleh kekuatan tertentu.

Pada skizofrenia, gejala yang muncul jauh lebih kompleks. Selain psikosis, penderita juga sering mengalami gangguan berpikir, seperti kesulitan mengorganisir pikiran atau berbicara dengan cara yang tidak koheren. Mereka juga mengalami gejala negatif, yaitu hilangnya kemampuan merasakan emosi, berbicara dengan ekspresi datar, atau menarik diri dari interaksi sosial. Gejala tambahan ini membuat skizofrenia menjadi kondisi yang lebih luas dibandingkan sekadar psikosis.

4. Penyebab dan faktor risiko

ilustrasi stress (unsplash.com/JESHOOTS.COM)
ilustrasi stress (unsplash.com/JESHOOTS.COM)

Psikosis dapat dipicu oleh berbagai hal, mulai dari stres ekstrem, kurang tidur, konsumsi obat-obatan tertentu, hingga penggunaan zat seperti ganja atau stimulan kuat. Selain itu, beberapa penyakit fisik seperti epilepsi atau tumor otak juga bisa menyebabkan psikosis. Dengan kata lain, psikosis bisa muncul pada siapa saja, bahkan mereka yang tidak memiliki riwayat gangguan mental sebelumnya.

Sebaliknya, skizofrenia diyakini memiliki penyebab yang lebih kompleks. Faktor genetik berperan besar dalam perkembangan penyakit ini, di mana seseorang lebih berisiko jika memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia. Selain faktor genetik, ketidakseimbangan zat kimia di otak, gangguan perkembangan otak saat dalam kandungan, serta faktor lingkungan seperti trauma masa kecil juga berkontribusi terhadap munculnya skizofrenia. Karena penyebabnya lebih rumit, skizofrenia cenderung lebih sulit dicegah dibandingkan psikosis akibat faktor eksternal.

5. Perbedaan dalam pengobatan

ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
ilustrasi konsultasi dokter (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Pengobatan psikosis sangat bergantung pada penyebabnya. Jika psikosis disebabkan oleh gangguan mental seperti depresi atau bipolar, maka pengobatan akan difokuskan pada kondisi utama tersebut dengan penggunaan antidepresan atau mood stabilizer. Jika psikosis terjadi akibat konsumsi obat atau zat tertentu, maka menghentikan penggunaan zat tersebut bisa membantu pemulihan. Selain itu, terapi psikologis juga dapat membantu seseorang mengatasi episode psikosis dan mengembalikan fungsi normalnya.

Sementara itu, skizofrenia membutuhkan pendekatan jangka panjang dalam pengobatan dan pengelolaannya. Penggunaan obat antipsikotik menjadi bagian utama dalam pengobatan, yang biasanya harus dikonsumsi dalam jangka waktu lama untuk mengontrol gejala. Selain obat, terapi psikososial, dukungan keluarga, serta rehabilitasi juga diperlukan agar penderita skizofrenia bisa menjalani kehidupan sebaik mungkin. Tanpa pengobatan yang konsisten, gejala skizofrenia dapat kembali memburuk dan memengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 

Meskipun sering disamakan, psikosis dan skizofrenia adalah 2 hal yang berbeda. Psikosis adalah gejala yang bisa terjadi karena berbagai penyebab, sedangkan skizofrenia adalah penyakit mental kronis yang mencakup psikosis sebagai salah satu gejalanya. Mengetahui perbedaan ini penting agar seseorang bisa mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Jika kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami gejala psikosis atau skizofrenia, segera konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional. Pengobatan yang cepat dan tepat dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dan mencegah kondisi menjadi lebih parah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ignatius Drajat Krisna Jati
EditorIgnatius Drajat Krisna Jati
Follow Us