"Full Marathon Training Guide". Buxton Water. Diakses Oktober 2025.
"How to Train for a Marathon If You've Never Run One Before". Self. Diakses Oktober 2025.
"How Do You Know If You Are Ready to Run a Marathon?". Runkeeper. Diakses Oktober 2025.
"Go From Couch to Marathon With This Training Plan". Women's Running. Diakses Oktober 2025.
"Training for Your First Marathon". REI. Diakses Oktober 2025.
Bolehkah Ikut Maraton saat Belum Pernah Lari Sama Sekali?

- Tubuh memerlukan adaptasi bertahap untuk menghadapi tekanan fisik maraton, termasuk latihan otot, sendi, dan sistem kardiovaskular.
- Pikiran juga harus siap menghadapi tekanan mental saat berlari maraton, karena maraton bukan hanya soal kekuatan fisik.
- Jadi, apakah boleh ikut maraton saat belum pernah lari sama sekali? Secara teknis, mungkin. Namun secara realistis dan aman, ada banyak hal yang perlu disiapkan lebih dulu.
Mengikuti lari maraton sering dianggap sebagai pencapaian besar dalam hidup, terutama bagi mereka yang ingin membuktikan kekuatan fisik dan mental. Namun, tidak semua orang yang tertarik pernah punya pengalaman berlari, apalagi dalam jarak jauh. Beberapa orang bahkan mendaftar maraton tanpa pernah sekalipun melakukan latihan lari sebelumnya, hanya bermodal tekad dan semangat. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius apakah aman dan mungkin bagi pemula yang belum pernah lari sama sekali untuk langsung ikut maraton?
Lari maraton memang tampak seperti tantangan yang menarik, tapi tantangan ini juga membawa risiko jika tidak dipersiapkan dengan benar. Tubuh dan jantung harus mampu bekerja dalam waktu lama, dan hal ini tidak bisa hanya mengandalkan motivasi semata. Untuk menjawab kekhawatiran yang wajar tersebut, berikut lima hal penting yang perlu dipahami sebelum memutuskan ikut maraton tanpa pengalaman lari sebelumnya.
1. Tubuh memerlukan adaptasi bertahap

Tubuh manusia dirancang untuk bergerak, tetapi tidak semua orang siap langsung menghadapi tekanan fisik maraton. Jarak 42 kilometer bukan angka kecil sebab tubuh butuh waktu untuk menyesuaikan diri agar bisa menempuhnya tanpa cedera. Otot, sendi, dan sistem kardiovaskular perlu dilatih secara perlahan agar kuat menahan beban yang bertambah.
Jika kamu belum pernah lari, langsung ikut maraton justru bisa memicu risiko cedera serius, seperti radang sendi, cedera otot, atau bahkan gangguan jantung ringan. Latihan bertahap bukan hanya soal stamina, tapi juga membiasakan tubuh terhadap pola gerak yang benar. Tanpa adaptasi, tubuh bisa kewalahan sejak kilometer pertama.
2. Pikiran juga harus siap menghadapi tekanan mental

Maraton bukan hanya soal kekuatan fisik, tapi juga tentang daya tahan mental kamu. Ketika tubuh mulai lelah, pikiran menjadi penentu apakah kamu bisa terus berlari atau justru menyerah. Ini bukan hal yang bisa langsung dimiliki begitu saja tanpa pengalaman.
Tanpa latihan, kamu belum terbiasa menghadapi sensasi nyeri, kelelahan panjang, atau rasa ingin berhenti di tengah jalan. Latihan bukan cuma membentuk otot, tapi juga membangun kepercayaan diri dan strategi mengatur emosi saat berlari. Jika mental belum siap, lari maraton bisa terasa lebih menyiksa daripada membanggakan.
3. Kesehatan harus dipastikan aman sebelum ikut maraton

Sebelum ikut lomba lari maraton, seseorang perlu memahami kondisi kesehatannya terlebih dahulu. Pemeriksaan jantung, tekanan darah, dan kadar hemoglobin penting untuk mendeteksi apakah tubuh benar-benar siap berlari jarak jauh. Ini bukan bentuk kekhawatiran berlebihan, melainkan langkah dasar yang bijak.
Bagi pemula yang belum pernah lari, kondisi tubuh bisa saja tampak sehat di permukaan tapi menyimpan risiko yang tersembunyi. Mengabaikan pemeriksaan ini bisa berdampak buruk, apalagi saat tubuh berada di bawah tekanan fisik tinggi dalam waktu lama. Lari maraton seharusnya menyenangkan, bukan menjadi awal dari masalah kesehatan yang lebih serius.
4. Program latihan maraton bisa dimulai meski dari nol

Kabar baiknya, ikut maraton bukan hal mustahil meski belum pernah ikut lari sebelumnya. Beri waktu cukup untuk membangun fondasi fisik dari nol. Program latihan dasar seperti kombinasi jalan cepat dan jogging ringan bisa dimulai setidaknya enam bulan sebelum hari H. Kunci utamanya ada di konsistensi dan pemahaman ritme tubuh.
Jangan terpaku pada kecepatan atau target waktu di awal maraton. Fokus saja pada membentuk kebiasaan berlari beberapa kali seminggu dengan durasi yang meningkat secara bertahap. Dengan pendekatan ini, tubuh akan belajar mengolah tenaga, memperbaiki postur, dan membangun ketahanan perlahan-lahan.
5. Tujuan mengikuti maraton harus disesuaikan dengan kondisi fisik

Tidak semua orang mengikuti maraton untuk mencetak waktu terbaik atau mengalahkan peserta lain. Banyak juga yang berlari sebagai bentuk simbolik atau pencapaian pribadi. Kalau kamu pemula yang belum pernah lari, penting untuk jujur pada diri sendiri soal tujuan mengikuti lomba ini.
Menurunkan ekspektasi bisa membantu menjaga semangat tetap realistis. Kamu tidak perlu memaksakan diri mencapai garis akhir kalau tubuh sudah tidak mampu. Ikut maraton bisa tetap berarti meski kamu hanya menempuh setengah rute atau berhenti di tengah jalan saja. Kamu bisa menikmati prosesnya tanpa menyakiti diri sendiri.
Jadi, apakah boleh ikut maraton saat belum pernah lari sama sekali? Secara teknis, mungkin. Namun secara realistis dan aman, ada banyak hal yang perlu disiapkan lebih dulu. Dengan latihan bertahap, kesiapan mental, dan pemahaman kondisi tubuh, kamu bisa membangun fondasi yang kuat untuk menghadapi maraton dengan lebih bijak dan aman.
Referensi


















