Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Influencer Klaim Gym Bikin Goblok, Dokter: Tidak Ada Dasar Ilmiahnya!

ilustrasi berolahraga di gym (pexels.com/The Lazy Artist Gallery)
ilustrasi berolahraga di gym (pexels.com/The Lazy Artist Gallery)
Intinya sih...
  • Video narasi menyatakan "gym adalah aktivitas paling goblok" memicu perdebatan soal kecerdasan vs. kebugaran fisik, dan menjadi fenomena viral di media sosial.
  • Dokter spesialis kesehatan olahraga menegaskan bahwa aktivitas gym memiliki manfaat kesehatan yang besar dengan berbagai penelitian dan studi sebagai buktinya.
  • Gym bukan bentuk kesombongan, melainkan sarana pemulihan, pertumbuhan karakter, serta memberikan dampak positif bagi otak dalam meningkatkan kemampuan berpikir dan emosional.

Di tengah derasnya arus konten di media sosial, sebuah konten video baru-baru ini menyita perhatian netizen. Dalam konten tersebut, sang narator menyatakan secara blak-blakan bahwa “gym adalah aktivitas paling goblok”.

Video ini langsung membuat geger jagat media sosial, memicu perdebatan soal apakah kebugaran fisik benar-benar mencerminkan kecerdasan atau justru sebaliknya. Respons dari komunitas, influencer, dokter, pelatih kebugaran, hingga tokoh publik pun langsung bermunculan—menjadikannya fenomena viral yang tak bisa diabaikan.

Sebuah bentuk misinformasi

Dokter spesialis kesehatan olahraga, dr. Maria Lestari, B.Med.Sc, P.G.Dip.SEM, Sp.K.O mengatakan bahwa aktivitas gym justru mempunyai manfaat kesehatan yang besar, bukan sebuah kebodohan.

"Sebagai seorang dokter spesialis kedokteran olahraga dan praktisi olahraga, saya perlu menekankan bahwa aktivitas gym justru memiliki manfaat kesehatan yang sangat besar bila dilakukan dengan tepat dan terarah," ujarnya kepada IDN Times.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa menyebut gym goblok tanpa dasar ilmiah adalah bentuk misinformasi, yang mana narasi ini dapat berpengaruh pada:

  • Menurunkan motivasi masyarakat untuk aktif bergerak.

  • Meningkatkan risiko kesehatan jangka panjang akibat sedentary lifestyle atau gaya hidup yang tidak aktif.

  • Merendahkan usaha banyak orang yang sedang memperjuangkan pemulihan, penguatan otot, dan peningkatan kualitas hidup.

Studi menunjukkan bahwa ada penurunan risiko kematian sebanyak 10–17 persen karena penyakit jantung pada individu yang rutin melakukan angkat beban dibandingkan dengan yang tidak melakukannya.

Riset lain menemukan bahwa orang yang rutin angkat barbel memiliki usia harapan hidup yang lebih panjang 1,3 tahun, dibandingkan dengan orang yang tidak rutin berolahraga, karena mekanisme berikut:

  • Peningkatan kemampuan kardiovaskular.

  • Peningkatan kapasitas fungsional.

  • Menjaga massa otot dan kepadatan tulang.

Gym bukan bentuk kesombongan

ilustrasi berolahraga di gym (pexels.com/Victor Freitas)
ilustrasi berolahraga di gym (pexels.com/Victor Freitas)

Dokter Maria juga menekankan beberapa klarifikasi penting, bahwa latihan angkat beban di gym bukan sekadar estetik, tetapi bermanfaat untuk:

  • Meningkatkan kepadatan tulang.

  • Menurunkan risiko jatuh dan cedera.

  • Memperbaiki metabolisme dan resistensi insulin.

  • Menjaga fungsi kognitif dan mobilitas lansia.

  • Meningkatkan kualitas hidup secara umum.

Menurut dr. Maria, gym tidak identik dengan kesombongan atau pamer bentuk tubuh. Banyak pasien yang datang ke gym justru sedang berjuang—dari obesitas, pascaoperasi, trauma pascacedera, bahkan kesehatan mental.

Pendekatan “anti-gym” yang disampaikan secara provokatif tanpa konteks dapat menyesatkan. Kita butuh edukasi berbasis sains, bukan opini tanpa data.

"Saya percaya bahwa semua bentuk aktivitas fisik—termasuk gym—seperti menjadi sarana pemulihan, pertumbuhan dan penguatan karakter. Mari kita lawan narasi keliru dengan edukasi yang benar, bukan dengan caci maki dangkal," tegas dr. Maria.

Manfaat gym yang wajib kamu tahu

Berolahraga teratur tidak hanya baik untuk jantung, otot, dan tulang, tetapi juga memberikan dampak positif bagi otak. Berolahraga secara rutin dapat meningkatkan kemampuan berpikir, belajar, dan memecahkan masalah, sekaligus menambah stabilitas emosional.

  • Efek langsung pada otak

Penelitian menunjukkan bahwa bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas memori dan keterampilan berpikir—seperti korteks prefrontal dan area temporal medial—cenderung lebih besar pada orang yang rutin berolahraga dibandingkan dengan yang tidak rutin berolahraga.

Latihan fisik dengan intensitas sedang yang dilakukan secara teratur selama enam bulan hingga satu tahun terbukti dapat meningkatkan volume di beberapa area otak. Selain itu, olahraga membantu menurunkan resistansi insulin, mengurangi peradangan, serta merangsang produksi neurotrophic factor, yaitu protein yang mendukung pertumbuhan sel-sel otak dan pembentukan pembuluh darah baru di otak.

  • Efek tidak langsung

Olahraga juga memberikan manfaat tidak langsung terhadap fungsi otak. Aktivitas fisik dapat memperbaiki suasana hati, meningkatkan kualitas tidur, serta mengurangi stres dan kecemasan—semua faktor yang kerap memengaruhi kemampuan kognitif secara negatif.

  • Efek jangka panjang

Dalam jangka panjang, kebiasaan aktif secara fisik dapat melindungi diri dari penurunan fungsi kognitif dan risiko demensia, termasuk penyakit Alzheimer. Latihan aerobik seperti berjalan cepat, bersepeda, dan berenang mampu meningkatkan aliran darah ke otak serta merangsang produksi faktor pertumbuhan saraf seperti brain-derived neurotrophic factor (BDNF). Zat ini penting dalam membentuk neuron baru dan meningkatkan neuroplastisitas.

Latihan juga memperkuat ukuran dan konektivitas area otak penting seperti hipokampus, korteks prefrontal, dan caudate nucleus, yang berperan dalam memori, perencanaan, kontrol emosi, serta kecepatan pemrosesan informasi.

Referensi

"Exercise can boost your memory and thinking skills". Harvard Health Publishing. Diakses Juli 2025.

"Physical Activity Boosts Brain Health". Centers for Disease Control and Prevention. Diakses Juli 2025.

Momma, Haruki, Ryoko Kawakami, Takanori Honda, and Susumu S Sawada. “Muscle-Strengthening Activities Are Associated with Lower Risk and Mortality in Major Non-Communicable Diseases: A Systematic Review and Meta-Analysis of Cohort Studies.” British Journal of Sports Medicine 56, no. 13 (February 28, 2022): 755–63.

Way, Kimberley L., Hannah J. Thomas, Lewan Parker, Andrew Maiorana, Michelle A. Keske, David Scott, Jennifer L. Reed, et al. “Cluster Sets to Prescribe Interval Resistance Training: A Potential Method to Optimise Resistance Training Safety, Feasibility and Efficacy in Cardiac Patients.” Sports Medicine - Open 9, no. 1 (September 19, 2023).

Altulea, Abdullah, Martijn G. S. Rutten, Lex B. Verdijk, and Marco Demaria. “Sport and Longevity: An Observational Study of International Athletes.” GeroScience, August 12, 2024.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us