Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Cedera Pubalgia Jadi Ancaman Serius bagi Atlet?

gerakan lari
ilustrasi gerakan lari (unsplash.com/Adam Davis)

Cedera pubalgia kini ramai diperbincangkan setelah pemain muda FC Barcelona dan Real Madrid, Lamine Yamal dan Franco Mastantuono, mengalami cedera serupa di area selangkangan. Cedera ini, meski tidak setenar sobekan ligamen atau patah tulang, menjadi momok serius di kalangan atlet profesional. Banyak kasus menunjukkan cedera pubalgia bisa menjadi awal dari gangguan kronis yang menghambat performa dan memperpendek karier seorang pemain.

Di tengah pemberitaan media dan kekhawatiran suporter, muncul pula banyak kesalahpahaman mengenai jenis cedera ini. Sebagian publik menganggap pubalgia hanya sebagai nyeri otot ringan yang bisa hilang dengan istirahat singkat. Padahal, di dunia kedokteran olahraga, pubalgia dikenal sebagai cedera kompleks yang membutuhkan diagnosis teliti dan proses pemulihan panjang sebelum atlet dapat kembali ke level kompetitif tertinggi.

1. Cedera pubalgia muncul akibat gerakan eksplosif, tak ada hubungannya dengan aktivitas seks

tulang panggul
ilustrasi tulang panggul (pexels.com/Magda Ehlers)

Pubalgia, dikenal juga sebagai sports hernia atau athletic pubalgia, merupakan cedera jaringan lunak di area selangkangan dan perut bawah yang umum terjadi pada atlet, seperti sepak bola, hoki, dan atletik. Berbeda dari hernia biasa, pubalgia tidak menimbulkan benjolan di selangkangan, melainkan berupa sobekan atau ketegangan pada otot, tendon, atau ligamen yang menempel di tulang pubis. Cedera ini sering muncul akibat gerakan eksplosif, seperti memutar tubuh, menendang, atau mengubah arah secara mendadak, aktivitas khas dalam sepak bola atau hoki. Istilah athletic pubalgia kini lebih disukai dalam dunia medis karena mencakup berbagai kelainan jaringan di daerah pangkal paha, bukan hanya hernia.

Cedera ini terjadi di area pertemuan antara otot perut bagian bawah (terutama rectus abdominis dan obliques) dengan otot paha bagian dalam (adductor longus). Ketidakseimbangan gaya tarik antara kedua kelompok otot tersebut menciptakan tekanan berlebih pada tulang pubis, yang berperan sebagai titik tumpu utama. Kondisi ini dapat memicu sobekan kecil atau kelemahan pada dinding posterior kanal inguinal, yang menyebabkan rasa nyeri yang menjalar hingga ke paha dan perut bagian bawah.

Pubalgia juga sering disalahartikan sebagai hernia biasa karena lokasinya yang berdekatan dengan kanal inguinal. Namun, tidak seperti hernia yang menimbulkan tonjolan akibat keluarnya jaringan perut, pubalgia merupakan kerusakan pada jaringan lunak tanpa pembengkakan yang kasat mata. Itulah mengapa diagnosisnya sering terlambat karena banyak atlet yang terus bermain dengan rasa nyeri ringan tanpa menyadari jika mereka mengalami cedera yang bisa berkembang menjadi kronis.

Menariknya, terdapat mitos bahwa pubalgia muncul akibat aktivitas seksual berlebihan. Secara medis, klaim ini tidak terbukti. Cedera pubalgia terjadi karena tekanan biomekanis dan ketidakseimbangan otot panggul, bukan akibat hubungan seksual. Meski aktivitas tersebut memang melibatkan otot perut dan paha bagian dalam, tidak ada bukti ilmiah hal itu menjadi penyebab langsung terjadinya cedera.

2. Cedera pubalgia sulit dikenali karena berada di area kompleks dan mirip gejala cedera lain

latihan kelincahan
ilustrasi latihan kelincahan (unsplash.com/Nigel Msipa)

Pubalgia menimbulkan gejala berupa nyeri tajam di perut bawah dan pangkal paha yang memburuk ketika atlet melakukan sprint, tendangan, atau perubahan arah. Walaupun bisa membaik saat istirahat, rasa sakit biasanya kambuh begitu aktivitas intens dilanjutkan. Cedera ini sulit didiagnosis karena anatomi area selangkangan yang kompleks serta gejala yang mirip dengan cedera lain seperti adductor strain atau osteitis pubis. Tanpa pemeriksaan lanjutan menggunakan MRI atau ultrasonografi dinamis, pubalgia kerap tertukar dengan gangguan otot biasa yang justru memperparah kondisi bila diabaikan.

Menurut kajian Sports Health Journal (Elattar et al., 2016), pubalgia sering kali melibatkan kombinasi kerusakan pada rectus abdominis, conjoint tendon, dan transversalis fascia, tiga jaringan penting yang menjaga stabilitas panggul. Ketika area ini melemah, gaya tekan dari gerakan eksplosif menyebabkan sobekan mikro berulang yang menimbulkan nyeri kronis. Pada tahap lanjut, ketidakseimbangan ini turut bisa memicu cedera tambahan di sekitar sendi panggul seperti femoroacetabular impingement (FAI).

Bagi atlet profesional, pubalgia bukan sekadar cedera otot, melainkan ancaman terhadap karier. Rasa nyeri yang muncul pada aktivitas dasar seperti menendang atau berlari dapat menghambat performa di lapangan. Bila dibiarkan tanpa perawatan memadai, pubalgia dapat menyebabkan kelemahan permanen pada dinding perut bawah dan ketidakstabilan panggul yang sulit dipulihkan sepenuhnya. Banyak pemain yang akhirnya membutuhkan pembedahan setelah terapi konservatif gagal meredakan gejala selama lebih dari 3 bulan.

Meski tingkat kesembuhan pascaoperasi tergolong tinggi dengan lebih dari 90 persen pasien mampu kembali ke level kompetitif, risiko kambuh tetap mengintai. Faktor penyebab utamanya yakni kurangnya re-edukasi otot inti (core muscles) dan paha bagian dalam setelah pemulihan. Atlet yang terlalu cepat kembali berlatih tanpa memperkuat keseimbangan otot panggul cenderung akan mengalami gejala berulang dalam hitungan bulan. Hal inilah yang membuat banyak tim medis menerapkan protokol rehabilitasi ketat untuk mencegah cedera kambuh.

3. Cedera pubalgia bisa ditangani dengan terapi hingga pembedahan

core training
ilustrasi core training (pexels.com/Victor Freitas)

Dilansir OrthoInfo, penanganan awal pubalgia biasanya berupa istirahat selama 4–6 minggu, diikuti dengan terapi fisik untuk memperkuat otot perut dan aduktor (inner thigh). Tahapan rehabilitasi difokuskan kepada stabilisasi panggul, peningkatan fleksibilitas, serta pengembalian koordinasi antara otot perut bawah dan paha bagian dalam. Program fisioterapi ini juga mencakup core training untuk memulihkan keseimbangan otot-otot di sekitar panggul.

Jika terapi konvensional tidak membuahkan hasil, pembedahan menjadi pilihan berikutnya. Prosedur ini dapat dilakukan secara tradisional atau endoskopi, tergantung tingkat kerusakan jaringan. Setelah operasi, sebagian besar atlet memerlukan waktu 6 hingga 12 minggu untuk kembali berlatih penuh. Data American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menunjukkan, sekitar 90 persen pasien yang menjalani operasi dapat kembali ke olahraga kompetitif tanpa nyeri, meski sebagian kecil mengalami kekambuhan dan membutuhkan perawatan tambahan.

4. Bagaimana cara mencegah cedera pulbagia?

ilustrasi pemain cedera
ilustrasi pemain cedera (pixabay.com/planet_fox)

Metode pencegahan menjadi kunci utama dalam mengurangi risiko pubalgia. Latihan penguatan otot inti, peningkatan fleksibilitas pinggul, serta manajemen beban latihan yang seimbang dapat membantu menjaga stabilitas panggul. Pelatih fisik dan dokter tim kini semakin menekankan pentingnya evaluasi biomekanik individu, terutama bagi pemain muda yang sedang dalam masa pertumbuhan otot dan struktur panggul.

Cedera pubalgia mungkin awalnya tampak sepele, tetapi dampaknya bisa berkepanjangan bagi karier seorang atlet. Kasus yang menimpa Lamine Yamal dan Franco Mastantuono menegaskan pentingnya memahami, mencegah, dan menangani cedera ini secara ilmiah agar bakat besar tidak padam hanya karena cedera di pangkal paha.

Referensi

Elattar, O., Choi, H. R., Dills, V. D., & Busconi, B. (2016). Groin injuries (athletic pubalgia) and return to play. Sports Health: A Multidisciplinary Approach, 8(4), 313–323.

"Sports Hernia (Athletic Pubalgia)". Orthoinfo. Diakses November 2025.

"Pubalgia". Physiopedia. Diakses November 2025.

"Sports Hernia". Cleveland Clinic. Diakses November 2025.

"How many top athletes have suffered from pubalgia, the “incurable” illness diagnosed for Yamal?". Zonal Sports. Diakses November 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Dari Jenis Bau Mulut Kamu, Ini Penyakit yang Harus Kamu Waspadai

11 Nov 2025, 21:55 WIBHealth