Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Fakta Batuk Rejan atau Pertusis, Dijuluki Batuk 100 Hari

ilustrasi batuk (freepik.com/jcomp)
ilustrasi batuk (freepik.com/jcomp)
Intinya sih...
  • Diperkirakan ada 24,1 juta kasus batuk rejan dan sekitar 160.700 kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia setiap tahunnya.
  • Batuk rejan dapat menyebabkan batuk yang hebat dan cepat, berulang-ulang, hingga udara hilang dari paru-paru.
  • Vaksinasi adalah kunci pencegahan batuk rejan, yaitu dengan vaksin DTaP.

Batuk rejan—juga dikenal sebagai pertusis, batuk 100 hari, atau whooping cough—adalah penyakit pernapasan yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri.

Ciri khas pertusis adalah batuk keras yang tidak terkendali yang sering membuat penderitanya kesulitan bernapas. Setelah batuk sembuh, penderitanya sering kali perlu menarik napas dalam-dalam yang menghasilkan suara rejan atau seperti bunyi "whoop".

Pertusis dapat segala usia, tetapi bisa sangat serius bahkan mematikan untuk bayi usia di bawah satu tahun. Untuk mewaspadai penyakit ini, yuk, kenali fakta pertusis atau batuk rejan mulai dari penyebab, gejala, dan cara mencegahnya. Baca sampai habis, ya!

1. Apa itu batuk rejan?

Batuk rejan adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis (B. pertussis). Bakteri menyebar ke orang lain melalui droplet yang terkontaminasi di udara, yang dikeluarkan saat penderitanya batuk. Bakteri juga bisa menyebar lewat kontak dengan penderita.

Bakteri akan menempel pada sel-sel yang melapisi jalan napas atau saluran udara, yaitu saluran berbentuk pipa yang membawa udara yang kaya akan oksigen ke alveoli di paru-paru. Kemudian bakteri berkembang biak dan menyebabkan gejala.

Bakteri memengaruhi lapisan saluran udara dalam beberapa cara yang menyebabkan batuk berkelanjutan untuk waktu yang lama setelah bakteri hilang.

Diperkirakan ada 24,1 juta kasus batuk rejan dan sekitar 160.700 kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia setiap tahunnya.

2. Gejala

ilustrasi batuk (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)
ilustrasi batuk (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Batuk rejan dapat berdampak sangat serius pada bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Gejalanya biasa berkembang dalam 5 hingga 10 hari setelah seseorang terpapar. Kadang, gejala tidak berkembang sampai 3 minggu.

Gejala awal

Penyakit ini umumnya dimulai dengan gejala seperti pilek dan mungkin batuk atau demam ringan. Pada bayi, batuknya bisa minimal atau tidak ada. Bayi mungkin memiliki gejala apnea. Apnea adalah adanya jeda dalam pola pernapasan anak.

Batuk rejan lebih berbahaya bila dialami bayi. Sekitar setengah dari bayi yang usianya di bawah 1 tahun yang terkena batuk rejan butuh perawatan di rumah sakit.

Gejala awal bisa berlangsung selama 1 hingga 2 minggu dan biasanya meliputi:

  • Hidung meler.
  • Demam ringan (umumnya minimal selama perjalanan penyakit).
  • Batuk ringan sesekali.
  • Apnea (pada bayi).

Pertusis pada tahap awal terlihat seperti pilek biasa. Oleh karena itu, dokter sering tidak mencurigai atau mendiagnosisnya sampai gejala yang lebih parah muncul.

Gejala tahap lanjut

Setelah 1 hingga 2 minggu dan seiring perkembangan penyakit, gejala khas pertusis mungkin muncul dan meliputi:

  • Batuk paroksimal, yaitu batuk yang sering dan cepat. Batuk disertai dengan bunyi "whoop" pada setiap akhir batuk. Inilah alasan pertusis disebut whooping cough.
  • Muntah selama atau setelah batuk paroksimal.
  • Kelelahan setelah batuk paroksimal.

Pertusis dapat menyebabkan batuk yang hebat dan cepat, berulang-ulang, hingga udara hilang dari paru-paru. Ketika tidak ada lagi udara di paru-paru, penderitanya dipaksa untuk menarik napas dengan suara "whoop" yang keras.

Batuk ekstrem ini dapat menyebabkan seseorang muntah dan sangat lelah. Meskipun sering kelelahan setelah batuk, tetapi penderitanya biasanya terlihat cukup baik di antara jeda batuk paroksimal.

Batuk paroksimal menjadi lebih umum dan memburuk saat penyakit berlanjut, dan menjadi lebih sering terjadi pada malam hari. Batuk bisa berlangsung selama 10 minggu atau lebih. Inilah kenapa di beberapa negara batuk rejan dijuluki batuk 100 hari.

Suara "whoop" kadang tidak ada bila penyakitnya lebih ringan. Infeksi umumnya ringan pada remaja dan orang dewasa, khususnya pada orang-orang yang sudah mendapatkan vaksinasi pertusis.

3. Penyebab

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, batuk rejan disebabkan oleh infeksi bakteri B. pertussis. Infeksi terjadi pada lapisan saluran udara, terutama di trakea (tenggorokan) serta bronkus (saluran udara yang bercabang dari trakea ke paru-paru).

Setelah bakteri tersebut mencapai lapisan saluran udara, ia akan menggandakan diri dan melumpuhkan komponen pembersih lendir dari lapisan tersebut, menyebabkan akumulasi lendir. Saat lendir menumpuk, penderitanya akan mencoba mengeluarkannya dengan batuk; batuk menjadi lebih intens karena ada begitu banyak lendir.

Saat peradangan pada saluran udara semakin parah (membengkak), mereka menjadi lebih sempit, yang membuat lebih sulit untuk bernapas dan menyebabkan suara "whoop" ketika pasien mencoba untuk bernapas kembali setelah serangan batuk.

4. Faktor risiko batuk rejan

ilustrasi bayi menangis (pixabay.com/StockSnap)
ilustrasi bayi menangis (pixabay.com/StockSnap)

Batuk rejan biasa menyerang siapa saja. Bayi usia di bawah 1 tahun yang belum diimunisasi atau imunisasinya tidak lengkap sangat rentan terhadap infeksi dan komplikasinya, yang dapat mencakup pneumonia dan kejang. Bayi juga dapat mengalami episode apnea.

Infeksi pertusis terjadi di seluruh dunia, bahkan di negara-negara yang memiliki program vaksinasi yang baik dan berkembang.

Orang dewasa dapat mengembangkan batuk rejan karena kekebalan dari vaksinasi yang dilakukan pada masa kanak-kanak dapat hilang seiring waktu.

5. Diagnosis dan pengobatan

Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengambil sampel lendir di hidung dan tenggorokan. Sampel tersebut kemudian akan diuji keberadaan bakteri B. pertussis. Tes darah mungkin juga diperlukan. Setelah diagnosis ditegakkan, perawatan akan segera diberikan.

Bayi umumnya akan dirawat di rumah sakit karena batuk rejan lebih mungkin menyebabkan komplikasi. Terapi intravena bisa diperlukan bila anak tidak dapat menelan cairan atau makanan. Bayi akan ditempatkan di bangsal isolasi untuk memastikan penyakit tidak menyebar.

Anak-anak yang lebih besar, remaja, dan orang dewasa biasanya dapat dirawat di rumah.

Obat-obatan

Umumnya dokter akan memberikan antibiotik untuk membunuh bakteri dan untuk membantu pasien pulih lebih cepat. Antibiotik mungkin diresepkan untuk orang-orang yang berkontak dekat atau tinggal serumah dengan pasien. Antibiotik juga menghentikan pasien agar tidak menular dalam waktu 5 hari setelah meminumnya.

Jika pertusis tidak terdiagnosis sampai stadium lanjut, antibiotik tidak akan diberikan, karena pada saat itu bakteri sudah hilang.

Obat-obatan lainnya yang mungkin diberikan oleh dokter meliputi:

  • Kortikosteroid: Diresepkan jika anak memiliki gejala yang parah, diberikan bersama dengan antibiotik. Kortikosteroid sangat efektif mengurangi peradangan pada saluran pernapasan, sehingga memudahkan anak untuk bernapas.
  • Oksigen: Dapat diberikan melalui facemask jika diperlukan bantuan pernapasan tambahan. Pipet penyedot ingus (bulb syringe) juga dapat digunakan untuk menyedot lendir yang menumpuk di saluran udara.
  • Pengobatan untuk batuk: Obat batuk bebas tidak efektif untuk meredakan batuk rejan dan dokter tidak menyarankannya. Sayangnya, tidak banyak yang bisa dilakukan tentang batuk, karena batuk membantu mengeluarkan dahak yang menumpuk di saluran udara.

Perawatan rumahan

Untuk anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa, gejala batuk rejan biasanya tidak terlalu parah. Dokter mungkin menyarankan untuk:

  • Banyak istirahat.
  • Konsumsi banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.
  • Menjaga kelebihan lendir dan muntah bersih dari saluran udara dan bagian belakang tenggorokan untuk mencegah tersedak.
  • Asetaminofen, parasetamol, atau ibuprofen dapat membantu meredakan sakit tenggorokan dan menurunkan demam. Jangan berikan aspirin untuk anak di bawah 16 tahun.

6. Komplikasi yang bisa terjadi

ilustrasi anak menggunakan masker oksigen (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi anak menggunakan masker oksigen (pexels.com/cottonbro studio)

Pertusis dapat menyebabkan komplikasi serius, kadang bisa fatal, pada bayi dan anak kecil, khususnya mereka yang belum menerima vaksinasi atau status vaksinasinya lengkap pertusis.

Sekitar setengah dari bayi di bawah usia 1 tahun yang menderita pertusis butuh perawatan di rumah sakit. Makin kecil usia bayi, lebih besar kemungkinan mereka untuk dirawat di rumah sakit. Dari bayi-bayi yang dirawat di rumah sakit dengan pertusis sekitar:

  • 1 dari 4 (23 persen) mengalami pneumonia (infeksi paru-paru).
  • 1 dari 100 (1,1 persen) akan mengalami kejang (kejang hebat, gemetar tak terkendali).
  • 3 dari 5 (61 persen) akan mengalami apnea (pernapasan melambat atau berhenti).
  • 1 dari 300 (0,3 persen) akan mengalami ensefalopati (penyakit otak).
  • 1 dari 100 (1 persen) akan meninggal dunia.

Pada remaja dan orang dewasa, komplikasi juga bisa terjadi. Ini umumnya lebih tidak serius, khususnya pada orang-orang yang telah mendapat vaksinasi pertusis. Batuknya sendiri kadang menyebabkan komplikasi pada remaja dan orang dewasa. Contoh, seseorang bisa pingsan atau patah (fraktur) tulang rusuk saat serangan batuk terjadi.

Dalam satu penelitian, kurang dari 1 dari 20 (5 persen) remaja dan orang dewasa dengan pertusis membutuhkan perawatan di rumah sakit. Profesional kesehatan mendiagnosis pneumonia (infeksi paru-paru) pada 1 dari 50 (2 persen) pasien tersebut. Komplikasi yang paling umum dalam penelitian lain adalah:

  • Penurunan berat badan pada 1 dari 3 (33 persen) orang dewasa.
  • Kehilangan kontrol kandung kemih pada 1 dari 3 (28 persen) orang dewasa.
  • Pingsan pada 3 dari 50 (6 persen) orang dewasa.
  • Patah tulang rusuk akibat batuk parah pada 1 dari 25 (4 persen) orang dewasa.

7. Pencegahan

Vaksinasi adalah kunci pencegahan batuk rejan. Jika ada satu anggota keluarga yang terinfeksi, mungkin anggota keluarga lain juga diberikan antibiotik.

Untuk populasi umum, vaksin pertusis tersedia, yaitu vaksin DTaP yang dapat memberi perlindungan terhadap difteri, tetanus, dan pertusis.

Sebagai bagian dari jadwal imunisasi yang direkomendasikan, suntikan diberikan kepada bayi dan anak-anak sebanyak lima kali.

Sangat penting bahwa ibu hamil, serta mereka yang berhubungan dekat dengan bayi (bayi baru lahir dan bayi hingga usia 12 bulan), juga mendapat vaksinasi pertusis.

Pertusis adalah salah satu penyebab utama kematian yang dapat dicegah dengan vaksin secara global. Mayoritas kasus (lebih dari 90 persen) terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Anak-anak dari orang tua yang tidak mengizinkan mereka divaksinasi 23 kali lebih mungkin mengalami batuk rejan dibandingkan dengan anak-anak yang diimunisasi lengkap, menurut penelitian.

Demikianlah fakta penting seputar batuk rejan atau pertusis, atau dijuluki batuk 100 hari. Bila ada gejala yang mengarah ke penyakit ini, baik pada diri sendiri, anak, atau anggota keluarga lainnya, segera temui dokter.

Referensi

Patient. Diakses pada Agustus 2024. Whooping cough.
National Foundation for Infectious Diseases. Diakses pada Agustus 2024. Whooping Cough (Pertussis)
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada Agustus 2024. Whooping Cough (Pertussis)
MedicineNet. Diakses pada Agustus 2024. Whooping Cough (Pertussis).
Glanz, Jason M., David L. McClure, et al. “Parental Refusal of Pertussis Vaccination Is Associated With an Increased Risk of Pertussis Infection in Children.” PEDIATRICS 123, no. 6 (June 1, 2009): 1446–51.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
3+
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us