Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Studi: Gigi Sensitif Bisa Berdampak pada Kualitas Hidup

ilustrasi sakit gigi (freepik.com/user18526052)
Intinya sih...
  • Gigi sensitif adalah kondisi yang dapat mengganggu kenyamanan saat makan dan minum.
  • Studi terbaru menunjukkan bahwa 93 persen orang dengan gigi sensitif merasa kurang nyaman saat makan dan minum.
  • Gigi sensitif juga berdampak pada interaksi sosial, membuat orang lebih berhati-hati dalam memilih makanan dan memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan makanan.

Dentin hypersensitivity, atau yang lebih dikenal sebagai gigi sensitif, adalah kondisi ketika seseorang merasakan nyeri tajam dan singkat akibat rangsangan seperti suhu panas atau dingin, makanan asam, maupun sentuhan.

Baru-baru ini, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Haleon merilis studi terbaru mengenai gigi sensitif.

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2024 ini bertujuan untuk memahami prevalensi dan dampaknya terhadap masyarakat Indonesia. Penelitian ini sekaligus menjadi bagian dari perayaan Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2025.

1. Pembatasan fungsional dalam konsumsi makanan dan minuman

ilustrasi minuman dingin (vecteezy.com/topntp26)

Dipaparkan oleh Dr. drg. Fatimah Maria Tadjoedin, Sp.Perio(K), pakar yang terlibat dalam studi tersebut, gigi sensitif bisa berdampak pada aktivitas sehari-sehari, termasuk makan. 

Gigi sensitif dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan saat makan dan minum. Sebanyak 93 persen orang dengan gigi sensitif melaporkan bahwa sensitivitas gigi mereka mengurangi kenikmatan dalam mengonsumsi makanan dan minuman sehari-hari.

Salah satu tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah kesulitan dalam mengonsumsi makanan atau minuman dingin, seperti es krim, yang dilaporkan oleh 89 persen orang dengan gigi sensitif.

Selain itu, 86 persen dari mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan makanan karena harus berhati-hati dalam setiap gigitan agar tidak memicu rasa nyeri. Pembatasan ini tidak hanya mengurangi pengalaman kuliner mereka, tetapi juga dapat berpengaruh terhadap pola makan secara keseluruhan.

"Jadi mereka itu mengubah perilakunya supaya bisa beradaptasi dengan masalah yang terjadi pada giginya," jelas drg. Fatimah dalam acara temu media Haleon pada Kamis (20/3/2025) di Jakarta.

2. Perubahan perilaku dalam mengatasi gigi sensitif

Orang dengan gigi sensitif sering kali harus menyesuaikan kebiasaan makan dan minum mereka untuk menghindari rasa tidak nyaman.

Sebanyak 90 persen orang dengan gigi sensitif mengaku harus mengubah cara mereka mengonsumsi makanan dan minuman. Ini termasuk memilih jenis makanan yang lebih aman, menghindari makanan panas atau dingin, maupun menyesuaikan cara menggigit dan mengunyah agar tidak memicu nyeri.

Perubahan ini bisa berdampak pada pola makan yang kurang bervariasi dan bahkan mengurangi asupan nutrisi tertentu yang seharusnya mereka konsumsi.

3. Dampak sosial dalam interaksi sehari-hari

ilustrasi sakit gigi (pexels.com/Gustavo Fring)

Gigi sensitif tidak hanya berpengaruh pada kenyamanan individu saat makan, tetapi juga berdampak pada interaksi sosial.

Sebanyak 88 persen orang dengan gigi sensitif mengaku harus lebih berhati-hati dalam memilih makanan ketika makan bersama orang lain. Ini dikarenakan mereka khawatir rasa sakit akan muncul tiba-tiba dan mengganggu momen kebersamaan.

Selain itu, 82 persen orang dengan gigi sensitif juga membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan orang lain untuk menyelesaikan makanan.

"Dampak sosialnya biasanya ketika mereka makan di luar, mereka lebih berhati-hati sama teman. Jadi kalau lagi hangout dengan teman-teman, bersosialisasi, mereka itu lebih berhati-hati karena masalah gigi sensitif," ungkap drg. Fatimah. 

Ini bisa membuat mereka merasa canggung atau tidak nyaman saat makan dalam situasi sosial, seperti saat menghadiri acara makan bersama atau pertemuan dengan kolega.

4. Metodologi penelitian

Acara temu media Haleon Sensodyne. (IDN Times/Rifki Wuda)

Studi ini dilakukan dengan metode survei digital cross-sectional menggunakan consumer panel. Survei melibatkan 511 responden yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu untuk memastikan validitas hasil penelitian.

Responden berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, yang dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu Tier 1 (Jakarta, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara) dan Tier 2 (Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur). 

Kriteria responden dalam penelitian ini mencakup laki-laki dan perempuan berusia 18–65 tahun dan mengalami gigi sensitif dalam tiga bulan terakhir. Responden juga harus memiliki kebiasaan rutin menyikat gigi dua kali sehari. 

Setiap responden menjalani sesi wawancara selama 20–25 menit. Ini bertujuan untuk mengeksplorasi dampak gigi sensitif terhadap berbagai aspek kehidupan mereka. 

Penelitian menunjukkan bahwa masalah gigi sensitif tidak hanya sebatas rasa sakit di gigi, tetapi juga bisa berdampak pada kualitas hidup. Gigi sensitif bisa dicegah dengan menjaga kebersihan mulut, termasuk menyikat gigi dua kali sehari dan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter gigi setiap enam bulan sekali.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Rifki Wuda Sudirman
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us