Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sudah Minum Antibiotik, Kenapa Infeksi Saluran Kemih Belum Sembuh?

Seorang perempuan mengalami infeksi saluran kemih.
ilustrasi infeksi saluran kemih (freepik.com/EyeEm)
Intinya sih...
  • Gejala ISK yang bertahan setelah minum antibiotik tidak selalu berarti obatnya gagal, tetapi bisa menandakan masalah lain.
  • Resistansi bakteri, diagnosis yang keliru, hingga kondisi noninfeksi bisa meniru gejala ISK.
  • Evaluasi medis lanjutan penting untuk mencegah komplikasi dan pengobatan yang tidak tepat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Infeksi saluran kemih (ISK) sering dianggap sebagai masalah kesehatan yang mudah diobati. Minum antibiotik resep dokter beberapa hari, keluhan mereda, lalu keluhan hilang. Namun bagi sebagian orang, perjalanan ISK bisa lebih rumit. Antibiotik sudah dihabiskan tetapi nyeri saat kencing, rasa terus-terusan ingin kencing, atau sensasi terbakar saat kencing belum juga hilang.

Situasi ini bisa membingungkan sekaligus melelahkan. Di satu sisi, pasien merasa sudah mengikuti anjuran medis, sementara di sisi lain tubuh belum juga pulih. Tidak sedikit orang yang akhirnya bertanya-tanya apakah antibiotiknya tidak bekerja, atau ada sesuatu yang terlewat?

Dalam dunia medis, gejala ISK yang menetap setelah antibiotik bukan fenomena asing. Penyebabnya beragam, mulai dari bakteri yang kebal obat hingga kondisi lain yang menyerupai ISK. Memahaminya penting agar pengobatan tidak berulang tanpa arah dan risiko komplikasi bisa dihindari.

1. Bakteri penyebab ISK kebal antibiotik

Salah satu penyebab paling umum adalah resistansi antibiotik. Artinya, bakteri penyebab ISK tidak lagi mempan terhadap antibiotik yang diberikan. Kondisi ini makin sering terjadi akibat penggunaan antibiotik yang luas dan berulang, baik untuk ISK maupun infeksi lain.

Dalam situasi ini, antibiotik mungkin membunuh sebagian bakteri, tetapi tidak sepenuhnya memberantas sumber infeksi. Gejala bisa sedikit membaik di awal, lalu muncul kembali atau tidak pernah benar-benar hilang. Ini sering terjadi jika antibiotik diberikan tanpa pemeriksaan kultur urine terlebih dulu.

Resistansi membuat pengobatan menjadi lebih kompleks. Dokter biasanya perlu melakukan tes kultur dan sensitivitas urine untuk memastikan antibiotik yang digunakan benar-benar sesuai dengan bakteri penyebabnya. Tanpa langkah ini, pengobatan berisiko mandek.

2. Antibiotik tidak diminum sesuai anjuran

Alasan lain yang kerap terjadi adalah penggunaan antibiotik yang tidak optimal. Beberapa pasien menghentikan obat lebih cepat karena merasa sudah membaik, atau sering kelupaan, atau tidak menghabiskan antibiotik sesuai durasi yang diresepkan.

Ketika antibiotik tidak diminum sampai tuntas, bakteri yang tersisa dapat bertahan dan berkembang kembali. Bahkan, bakteri yang “selamat” ini berpotensi menjadi lebih kebal terhadap pengobatan antibiotik selanjutnya.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bukan hanya membuat ISK sulit sembuh, tetapi juga berkontribusi pada masalah resistansi antibiotik secara luas, masalah kesehatan global yang kini makin serius.

3. Kesalahan diagnosis

ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/jcomp)
ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/jcomp)

Tidak semua keluhan nyeri atau perih saat buang air kecil disebabkan oleh ISK. Beberapa kondisi lain gejalanya mirip, seperti vaginitis, iritasi kandung kemih, atau bahkan infeksi menular seksual tertentu.

Jika diagnosis awal kurang tepat, antibiotik yang diberikan tidak akan menyelesaikan masalah utama. Akibatnya, gejala tetap ada meskipun infeksi bakteri saluran kemih sebenarnya tidak pernah terjadi atau sudah teratasi.

Kondisi ini sering terungkap setelah evaluasi lanjutan, terutama jika hasil pemeriksaan urine tidak mendukung diagnosis ISK aktif.

4. Infeksi sudah hilang, tetapi masih ada peradangan

Pada sebagian kasus, antibiotik sebenarnya telah berhasil membunuh bakteri penyebab ISK. Namun, peradangan pada dinding kandung kemih atau uretra masih ada, sehingga gejala terasa seolah infeksi belum sembuh.

Peradangan ini bisa menyebabkan rasa perih, tidak nyaman, atau sering buang air kecil meski hasil urine sudah steril. Pemulihan jaringan saluran kemih memang membutuhkan waktu, terutama jika infeksi sebelumnya cukup berat atau berulang.

Situasi ini sering disalahartikan sebagai kegagalan antibiotik, padahal tubuh masih berada dalam fase penyembuhan.

5. Gejala bukan ISK, melainkan sistitis interstisial

Jika gejala ISK terus berulang namun pemeriksaan urine berkali-kali negatif, dokter dapat mempertimbangkan sistitis interstisial/bladder pain syndrome (IC/BPS). Ini adalah kondisi kronis yang menyebabkan nyeri kandung kemih tanpa infeksi bakteri.

IC/BPS tidak akan membaik dengan antibiotik karena penyebabnya bukan bakteri. Sayangnya, banyak pasien baru menyadari kondisi ini setelah menjalani pengobatan antibiotik berulang tanpa hasil.

Mengenali IC/BPS penting agar pasien tidak terus-menerus terpapar antibiotik yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Apa yang harus dilakukan? Kapan harus ke dokter?

Konsultasi dokter.
ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/freepik)

Jika gejala ISK tidak membaik dalam 48–72 jam setelah minum antibiotik, atau justru memburuk, sebaiknya segera kembali ke dokter. Pemeriksaan lanjutan seperti kultur urine, USG, atau evaluasi ginekologis mungkin diperlukan.

Segera cari pertolongan medis jika muncul demam tinggi, nyeri pinggang, mual-muntah, atau darah dalam urine. Gejala ini bisa menandakan infeksi yang menyebar ke ginjal atau komplikasi lain yang lebih serius.

Tanda-tanda ISK mulai membaik atau sembuh

Beberapa tanda yang biasanya menunjukkan pemulihan dari ISK antara lain:

  • Rasa perih saat buang air kecil berkurang secara bertahap.
  • Frekuensi buang air kecil kembali normal.
  • Urin tidak lagi keruh atau berbau menyengat.
  • Tidak ada lagi nyeri di perut bawah atau panggul.

Meski gejala membaik, tetapi antibiotik tetap harus dihabiskan sesuai resep.

Cara mencegah ISK

Pencegahan ISK melibatkan kebiasaan sederhana namun konsisten, seperti minum cukup air, tidak menahan buang air kecil, membersihkan area genital dengan benar, serta buang air kecil setelah berhubungan seksual.

Bagi yang sering mengalami ISK berulang, dokter dapat menyarankan strategi pencegahan khusus, termasuk evaluasi gaya hidup, pengaturan ulang kontrasepsi tertentu, atau pendekatan medis lainnya.

Gejala ISK yang bertahan setelah antibiotik bukan berarti tubuh “bandel” atau obatnya salah. Banyak faktor yang bisa berperan. Kuncinya adalah tidak mengabaikan sinyal tubuh dan tidak sembarangan mengulang antibiotik tanpa evaluasi. Dengan diagnosis yang tepat dan pendekatan yang sesuai, sebagian besar kasus dapat ditangani dengan lebih efektif dan aman.

Referensi

Verywell Health. “Why You Still Have UTI Symptoms After Antibiotics.” Diakses Desember 2025.

My Bladder Clinic. “Is Your UTI Not Going Away? It Could Be IC/BPS.” Diakses Desember 2025.

Family Medicine Austin. “Why You Have UTI Symptoms After Taking Antibiotics.” Diakses Desember 2025.

Health Alert Australia. “When Antibiotics Fail: Why UTI Symptoms Sometimes Stick Around.” Diakses Desember 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Uji Pengetahuan Kamu soal Sosiopat, Mana yang Mitos dan Fakta

21 Des 2025, 10:45 WIBHealth