Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

1 Tahun Prabowo, Banyak Program Populis Ditunggangi Kepentingan Elite

Amnesty International Indonesia
Amnesty International Indonesia soroti kebijakan Prabowo paradoks populis tapi pro-kepentingan elite. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Amnesti Internasional Indonesia menilai anggaran esensial disunat, tapi tunjangan pejabat ditambah.
  • TKD disunat cerminan disentralisasi yang kian terkikis.
  • Program MBG juga menurut Amnesti dianggap kebijakan tanpa perencanaan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai arah kebijakan publik selama satu tahun pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka paradoks. Banyak kebijakan populis yang ditunggangi kepentingan elite politik.

Usman menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang tak sejalan dengan praktik yang dijalankan pemerintah. Di satu sisi pemerintah mau menghemat anggaran, tetapi praktiknya mengarah pada pemborosan dengan membentuk kabinet jumbo berisi 105 menteri, wamen, dan kepala lembaga.

"Jadi klaimnya adalah kepentingan kalangan bawah, tapi sebenarnya substansinya membawa kepentingan elite-elite," kata Usman dalam jumpa pers catatan HAM satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Jakarta, Senin (20/10/2025).

1. Anggaran esensial disunat tapi tunjangan pejabat ditambah

Satu tahun Prabowo-Gibran
Amnesty International Indonesia soroti kebijakan Prabowo paradoks populis tapi pro-kepentingan elite. (IDN Times/Amir Faisol)

Usman menjelaskan pemerintah juga memangkas anggaran esensial di lembaga yang memperjuangkan hak asasi manusia (HAM), seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komnas Perempuan.

Pemangkasan anggaran ini berdampak pada layanan perlindungan saksi dan korban semakin terabaikan. Termasuk, korban pelanggaran HAM, kekerasan seksual, dan perdagangan orang.

"Jadi banyak sekali yang terdampak di dalam efisiensi itu. Yang mendapatkan fasilitas justru pejabat-pejabat," kata Usman.

Sebaliknya, pejabat pemerintah dan elite politik justru memperlihatkan sifat yang tidak empatik kepada rakyatnya dengan berbagai fasilitas yang diterima. Ia menyoroti besaran dana reses yang bertambah bagi anggota DPR RI periode 2024-2029.

"Ini artinya tidak ada kepekaan dari pejabat publik, dari politisi terhadap apa yang disampaikan oleh masyarakat berupa kritik atas kebijakan sosial-ekonomi. Jadi, itu sangat mencolok dalam setahun terakhir," kata dia.

2. TKD disunat cerminan disentralisasi yang kian terkikis

1 tahun Prabowo-Gibran
Amnesty International Indonesia soroti kebijakan Prabowo paradoks populis tapi pro-kepentingan elite. (IDN Times/Amir Faisol)

Usman menyebut, kebijakan paradoks lainnya adalah Transfer ke Daerah (TKD) ke pemerintah daerah yang disunat pemerintah pusat. Ini mencerminkan, disentralisasi yang kian terkikis.

Pemangkasan TKD, kata Usman, berdampak langsung terhadap kemampuan fiskal daerah. Maka tidak heran bila 16 kepala daerah menggeruduk kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mendesak agar kebijakan ini dibatalkan.

Di sisi lain, kebijakan ini juga memunculkan efek domino lainnya, karena kepala daerah terpaksa harus menaikkan pajak sebagai sumber pendapatan mereka. Misalnya, kasus di Pati, Jawa Tengah, yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 250 persen.

"Jadi ini problem yang seperti api di dalam sekam. Suatu waktu kalau api itu meletup kembali, itu bisa membakar atau lumpung. Tragedi di akhir Agustus itu adalah peringatan yang bisa saja berulang dalam masa-masa mendatang," kata Usman.

3. Program MBG kebijakan tanpa perencanaan

1 tahun Prabowo-Gibran
Amnesty International Indonesia soroti kebijakan Prabowo paradoks populis tapi pro-kepentingan elite. (IDN Times/Amir Faisol)

Usman juga menyoroti kebijakan populis Prabowo yang membebani anggaran. Misalnya, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengambil porsi anggaran pendidikan hingga 44 persen. Ia menilai, program MBG merupakan kebijakan Prabowo yang dilakukan tanpa perencanaan yang matang.

Program MBG yang diunggulkan pemerintah, menurut Usman, berubah menjadi tragedi kemanusiaan dengan banyaknya kasus keracunan massal yang terjadi. Sayangnya, ribuan kasus yang terjadi justru direspons santai Prabowo.

"Keracunan massal yang Prabowo mengatakan, itu kan hanya 0,007 persen, 99,9 persen berhasil. Ini merendahkan pentingnya satu nyawa atau satu manusia," kata Usman.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Remaja di Bekasi Ditusuk Orang Tak Dikenal Usai Main Futsal

20 Okt 2025, 19:21 WIBNews