10 Tahun Jokowi, Publik Anggap Pemerintah Sering Langgar Konstitusi

- 52% responden menyatakan pemerintahan Jokowi sering melanggar konstitusi.
- 51% responden merasa takut bicara politik, termasuk 51% yang menyatakan ada sewenang-wenang aparat hukum.
- Indeks demokrasi elektoral Indonesia merosot dari 0,7 pada 2004 menjadi 0,36 pada 2024.
Jakarta, IDN Times - Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei terkait kinerja 10 tahun Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Salah satu hasil surveinya, publik mayoritas menilai pemerintahan Jokowi sering melanggar konstitusi.
SMRC melakukan survei pada 4-11 Oktober, menggunakan metode multistage random sampling dengan jumlah sampel valid 994. Margin off error dalam survei tersebut sekitar 3,2 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
1. 52 persen responden menyatakan pemerintahan Presiden Jokowi sering langgar konstitusi

Pendiri SMRC, Saiful Mujani, mengatakan ada 52 persen responden yang menyatakan pemerintahan Presiden Jokowi lebih sering melanggar konstitusi.
Selain itu, ada 51 persen responden yang merasa semakin takut ketika bicara politik. Kemudian yang menyatakan ada sewenang-wenang aparat hukum ada 51 persen.
2. Indikator demokrasi menurut pendidikan

Dalam survei SMRC, turut ditampilkan indikator demokrasi menurut pendidikan. Saiful Mujani menyampaikan, ada 51 persen warga yang berpendidikan perguruan tinggi takut bicara politik.
Kemudian, untuk warga yang berpendidikan SD, 43 persennya menyatakan takut bicara politik.
"Menurunnya kinerja demokrasi dari demokrasi yang hampir terkonsolidasi sebelum Presiden Jokowi memimpin menjadi otokrat atau otoritarianisme telah terjadi, terutama pada lima tahun terakhir Indonesia di bawah kepemimpinannya,” ujar Saiful Mujani dalam keterangannya, Rabu (16/10/2024).
3. SMRC anggap demokrasi Indonesia sedang turun

Saiful Mujani menerangkan, proses Indonesia menjadi negara otoritarian sedang berlangsung. Hal itu ditunjukkan oleh penilaian ahli Indonesia yang dihimpun V-Dem tentang memburuknya indeks demokrasi elektoral, pengawasan pemerintah, kesetaraan tiap warga di muka hukum dan perlindungan terhadap minoritas.
Dalam skala 0 sampai 1, indeks demokrasi apabila angkanya 0 menunjukkan buruk dan 1 sangat baik. Pada 2004, indeks demokrasi elektoral Indonesia menurut V-Dem ada di angka 0,7.
Kemudian di akhir masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) 2014, skor demokrasi elektoral Indonesia berada di angka 0,67.
Kemudian pada 2019, demokrasi elektoral Indonesia berada di angka 0,6 dan 2024 merosot menjadi 0,36.
"Kesimpulannya adalah sedang terjadi kemerosotan demokrasi selama pemerintahan Joko Widodo. Atau dalam bahasa V-Dem, Indonesia sedang mengalami otokrasasi,” kata Saiful Mujani.