5 Fakta Operasi Mapenduma di Taman Nasional Lorentz Papua

Jakarta, IDN Times - Operasi pembebasan belasan sandera di Mapenduma, Papua, pada 1996 adalah operasi yang melibatkan pasukan elite militer. Sebanyak 11 peneliti dalam Ekspedisi Lorentz 95 menjadi tawanan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Dua dari belasan sandera itu tewas dalam peristiwa yang dikenal sebagai Operasi Mapenduma.
Operasi ini melibatkan pasukan elite TNI, Kopassus dan dipimpin Komandan Kopassus Brigjen Prabowo Subianto. Operasi ini dimulai pada 8 Januari 1996, atau sejak peristiwa penyanderaan dilaporkan dan berakhir pada 9 Mei 1996, setelah Kopassus menyerbu markas OPM di Desa Geselama, Mimika, Papua. Dalam penyergapan ini, dua dari 11 sandera ditemukan tewas, yakni seorang peneliti ornitologi Matheis Yosias Lasembu dan seorang peneliti biologi Navy W Th Panekenan.
1. Prabowo dipercaya memimpin Operasi Mapenduma

Komandan Kopassus Brigjen Prabowo Subianto kala itu dipercaya memimpin operasi ini. Namun, perintah eksekusi tak kunjung datang dari Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung yang sedang bertugas di Jawa Timur.
Kepala Staf Umum ABRI Letjen Soeyono meminta jaminan keberhasilan operasi ini pada Prabowo. Prabowo yakin keberhasilan operasi ini kisaran 80-90 persen. Alhasil, Soeyono mengizinkan Operasi Mapenduma dieksekusi.
2. Anggota Kopassus stres dan menembaki orang di Lapangan Terbang Timika

Sebulan sebelum Operasi Mapenduma dilancarkan, terjadi insiden berdarah yang menyeret anggota Kopassus Letnan Sanurip. Pada 15 April 1996, penembak runduk Kopassus itu menembaki orang-orang di lapangan terbang Timika.
Akibat peristiwa ini, sepuluh prajurit TNI, termasuk Letkol Adel Gustinigo, Komandan Den-81 yang saat itu menjadi perwira kepercayaan Prabowo, empat warga sipil, dan seorang pilot maskapai Twin Otter berpaspor Selandia Baru tewas. Sementara, sepuluh tentara dan tiga warga sipil lainnya luka-luka.
Sanurip adalah seorang instruktur penembak runduk Kopassus yang akan diterjunkan dalam Operasi Mapenduma, namun dia batal dilibatkan. ABRI menyatakan, Sanurip depresi dan kecewa namanya tak masuk rencana operasi ini.
Proses pengadilan Sanurip dianggap ganjil, dan Kopassus terkesan menutupi pemeriksaan. Ada kekhawatiran Sanurip disebut-sebut akan mengungkap aib di Kopassus. Tak berapa lama, terdengar kabar Sanurip meninggal dunia akibat bunuh diri di dalam sel. Kematian Sanurip pun dianggap ganjil dalam Operasi Mapenduma.
3. Helikopter yang ditumpangi tim Operasi Mapenduma jatuh

Pada 9 Mei 1996, Kopassus dikerahkan ke Mapenduma. Namun, Soeyono mendapat laporan helikopter yang mengangkut pasukan Kopassus dan diterbangkan Lettu CPN Agus Riyanto dan Lettu CPN Tukiman itu mengalami kecelakaan fatal. Ekornya menghantam pohon dan terbalik.
“Laporan 80 sampai 90 persen ternyata omong kosong belaka dan merupakan suatu kecerobohan,” ucap Soeyono dalam biografinya Soeyono: Bukan Puntung Rokok yang disusun Benny Siga Butar-butar, seperti dikutip dari historia.id, Rabu (4/12).
Sementara, pengakuan lain dituturkan Markus Warib, seorang sandera yang berhasil selamat. Menurut dia, ketika helikotpter TNI AU jenis Bolco sedang mencari-cari tanah lapang untuk menurunkan pasukan Kopassus, tiba-tiba ditembaki gerilyawan OPM, hingga helikopter tersebut terjatuh.
Akibat penembakan tersebut, sebanyak 12 penumpang menjadi korban. Lima orang tewas dan tujuh lainnya luka-luka. Korban yang meninggal adalah Kapten Penerbang Agus (pilot), Sertu Parlan (AU), dan tiga prajurit Kopassus yakni, Lettu Umar, Serda Pitoyo, dan Pratu Sudiono.
4. Dua dari 11 sandera meninggal dunia

Operasi Mapenduma berhasil menyelamatkan sembilan sandera, dan dua lainnya tewas. Keduanya adalah Yosias Lasamahu dan Navy Panekanan. Keduanya terbunuh di tengah hutan dengan luka bacokan di tubuh. Namun, kematian mereka belum diketahui persis siapa pelakunya.
“Selama kami disandera para penyandera telah bersumpah untuk tidak menghilangkan nyawa para sandera, sebab menghilangkan nyawa berarti harga yang harus dibayar mahal atas kritikan dan hilangnya simpati dunia terhadap perjuangan OPM,” kata seorang sandera yang selamat, Markus Warib, kepada Decki Natalis Pigay dalam wawancara yang termuat di Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik di Papua.
Sementara, Komandan tim Kilat II Kopassus Letkol I Nyoman Cantiyasa yang terlibat dalam Operasi Mapenduma mengatakan, kedua sandera itu berusaha menyelamatkan diri ketika terjadi baku tembak antara kelompok OPM dan pasukan Kopassus dari Tim Kasuari I.
"Beberapa anggota gerombolan penyandera tewas tertembak dan sebagian melarikan diri. Dua orang sandera tewas dibacok dan yang lain luka-luka ketika mencoba kabur," tutur Nyoman dalam Pembebasan Tim Lorentz di Mapenduma, yang dimuat dalam Kopassus untuk Indonesia suntingan Iwan Santosa dan EA Natanegara.
5. Muncul dugaan keterlibatan pasukan asing

Teka-teki lain dalam Operasi Mapenduma juga muncul, terkait dugaan keterlibatan tentara asing. Pasukan elite Kerajaan Inggris, Special Air Service (SAS) dan tentara bayaran dari perusahaan keamanan ternama Executive Outcomes (EO) yang berpengalaman dalam operasi intelijen anti-teror, disebut-sebut terlibat dalam operasi ini.
Decki Natalis Pigay menulis, CEO Commander EO Nick van den Bergh mengakui timnya yang beranggotakan lima orang telah diterjunkan untuk mengatasi krisis di Irian Jaya. Pasukan SAS dan EO diduga menyamar sebagai petugas International Red Cross atau Palang Merah Internasional.
Jurnalis sejarah militer Iwan Santosa, menyebut keterlibatan pemerintah Inggris bukanlah suatu hal yang mustahil mengingat begitu sibuknya kedutaan besar mereka di Jakarta saat itu.
Keterlibatan serdadu EO juga diduga terlibat karena perusahaan keamanan terkemuka di dunia tersebut tengah terlibat kontrak kerja dengan pemerintahan Perdana Menteri Julius Chan untuk menghadapi pemberontak Tentara Revolusiener Bougainville, yang secara sepihak menyegel tambang emas Bougainville milik Rio Tinto, yang merupakan pemilik sebagian besar Freeport McMoran.
"Kalaupun ada personel EO yang terlibat di Mapenduma bisa saja, karena saat itu EO lagi ada di Papua Nugini, guna menangani para pemberontak di Bougainville," ujar Iwan.
Paparan jurnal terkemuka Pacific Journalism Review edisi Januari 2000 juga menegaskan dugaan Iwan. Peter Cronau menyebutkan Kopassus menggunakan jasa sejumlah instruktur tempur berpengalaman dari EO. Tak hanya berperan sebagai penasihat militer, pasukan EO juga ikut terjun langsung dalam operasi penyerbuan penyandera dari OPM di Desa Geselema, Mapenduma pada 9 Mei 1996.
Keterlibatan serdadu asing juga dikonfirmasi dalam program Mark Davis's Four Corners di ABC TV, yang kali pertama ditayangkan pada 12 Juli 1999 di Australia.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini: http://onelink.to/s2mwkb