5 Kontroversi Jurnalis Allan Nairn, Investigator Musiman Tiap Pemilu

Jakarta, IDN Times- Jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn, kembali akan berurusan dengan hukum setelah mengunggah dokumen internal yang dianggap mencemarkan nama baik calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Laporan tersebut dipublikasikan melalui blog pribadinya https://www.allannairn.org/.
Perlu diketahui, ini bukan kali pertama Nairn membuat gaduh publik Indonesia dengan laporannya. Nairn dikenal sebagai jurnalis sekaligus aktivis yang kerap membongkar sisi gelap para jenderal berbintang. Menariknya, dia selalu muncul dengan laporannya pada tahun politik, 2014, 2017, dan 2019.
Pada era Soeharto, pria kelahiran 1956 ini sempat dipenjara karena mengungkap perilaku kelam militer Indonesia di Timor Timur. Nairn telah dianggap sebagai musuhnya para jenderal setelah berkali-kali mempublikasikan informasi intelijen, yang tentunya tidak diakui kebenarannya oleh mereka yang dituduh.
Apa saja sih laporan menggemparkan Nairn? IDN Times telah menghimpun lima kontroversi Allan Nairn, berikut ulasannya.
1. Pembunuhan warga Aceh pada 2009 dilakukan oleh negara

Pada 2010, jurnalis asal Amerika Serikat itu menerbitkan tulisan yang berjudul "Breaking News: Indonesian Army, Kopassus, Implicated in New Assassination, Force Chosen by Obama for Renewed US Aid Ran '09 Activist Murders’. Nairn menyampaikan bahwa pembunuhan warga sipil di Aceh pada 2009 merupakan operasi intelijen negara.
Dia mengaku mendapatkan data dari sejumlah pejabat senior Polri dan militer yang tidak setuju dengan metode intelijen yang digunakan. Ada delapan aktivis Aceh yang dibunuh jelang pemilu lokal 2009 silam. Seluruh rangkaian operasi intelijen tidak lepas dari kepentingan Barrack Obama.
Laporan ini sempat dibantah oleh sejumlah aktivis di Aceh yang mengatakan bahwa hubungan sipil-militer kian membaik setelah proses perdamaian.
2. Menyebut Hendropriyono sebagai dalang kasus Talangsari dan pembunuhan Munir

Nairn bisa dibilang telah mendeklarasikan perang terbuka dengan pensiunan jenderal Indonesia. Pada 2014, ia mempublikasikan artikel berjudul “Command Responsibility" in Munir Assassination. Says Talangsari Victims "Committed Suicide." Agrees to Stand Trial for Atrocities; Legal Implications for As'ad, Wiranto, CIA. Hendropriyono: Part 1".
Inti dari laporan tersebut adalah tuduhan kepada mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Hendropriyono, sebagai dalang kasus pembunuhan aktivis Munir, pendudukan Timor Timur, dan pembantaian Talangsari. Kala itu, Hendro bertugas sebagai Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung.
Dia mengakui bila tuduhan tersebut berdasarkan hasil pertemuannya di kediaman Hendro. Bahkan, Hendro, tulis Nairn, siap membuka tiga fakta tersebut kepada publik.
3. Membocorkan pembicaraan off the record dengan Prabowo

Jelang Pilpres 2014, Nairn mempublikasikan hasil rekaman off the record-nya pada 2001 dengan Prabowo Subianto. Melalui tulisan berjudul “Do I Have Guts, Prabowo Asked, “Am I Ready To Be Called A Facist Dictator?”, Nairn membingkai Prabowo sebagai “anak emas Amerika Serikat”.
Kemudian, dia menyebut Prabowo beserta adiknya, Hashim Djojohadikusumo, adalah orang penting yang akan menjaga kepentingan Indonesia apabila dirinya terpilih menjadi Presiden.
Menariknya, pada kontroversi ini, Nairn mengakui bahwa apa yang dilakukannya melanggar kode etik jurnalistik. Namun, menurutnya, masyarakat Indonesia perlu tahu soal karakter Prabowo yang sesungguhnya. Ia merasa apa yang dilakukannya demi keselamatan Indonesia.
4. Sebut "Aksi 212" sebagai upaya mengkudeta Jokowi

Pada 2017, di tengah hiruk pikuk demo berjilid yang mengutuk penista agama Basuki Tjahajaja Purnama alias Ahok, Nairn merilis investigasinya yang menyebut demo tersebut people power dengan maksud melengserkan Joko “Jokowi” Widodo dari kursi kepemimpinan.
Dalam laporannya yang berjudul Trump’s Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President, ia menyatakan penisunan jenderal Kivlan Zien dan Susilo Bambang Yudhoyono serta pengusaha Harry Tanoesodibjo sebagai pihak yang mendanai aksi tersebut.
Nairn juga mengatakan bila Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memiliki andil penting dalam upaya melengserkan Jokowi itu. Dia juga menuding Front Pembela Islam (FPI), di bawah komando Rizieq Shihab, berafiliasi dengan jaringan terorisme Jemaah Islamiyah yang merupakan dalang Bom Bali 2002 silam.
5. Menuduh Prabowo akan melengserkan Ketua KPK hingga berkhianat dengan partai koalisinya

Hari tenang jelang Pilpres 2019 dikejutkan dengan dokumen yang diunggah Nairn di situs pribadinya. Dokumen tersebut berjudul “Notulensi Rapat Tertutup Prabowo Subianto dan Tim” atas kegiatan pertemuan terbatas di kediaman Prabowo, Kertanegara No 4 Kebayoran Baru.
Sejumlah nama yang terseret adalah pensiunan jenderal yang berada di lingkaran Prabowo. Isi dokumen tersebut adalah keinginan Prabowo untuk menghancurkan kelompok FPI hingga berkhianat dengan partai koalisinya supaya Gerindra menjadi satu-satunya partai yang berkuasa. Nairn juga menyebut Prabowo memiliki rencana untuk memenjarakan Ketua KPK.
Terlebih, dia sudah menunjuk sejumlah nama yang nantinya akan merekomendasikan Kapolri, Panglima Militer, dan Jaksa Agung.