6 Fakta TNI Kawal Kejaksaan: Berpotensi Perkuat Dwifungsi Militer

- TNI mengerahkan prajuritnya untuk menjaga kantor kejaksaan tinggi dan negeri di seluruh Indonesia.
- Telegram dari Panglima TNI memerintahkan 30 personel prajurit TNI untuk pengamanan kejaksaan tinggi, dan 10 personel untuk kantor Kejari.
Jakarta, IDN Times - Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan mengerahkan prajuritnya untuk menjaga kantor kejaksaan. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi pengerahan TNI juga akan mengamankan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia. Harli mengatakan, pengamanan militer merupakan bentuk kerja sama antara TNI dengan Kejaksaan.
Wacana tersebut menimbulkan beragam polemik, terutama dari koalisi masyarakat sipil dan pengamat militer. Mereka menilai, langkah TNI bertentangan dengan perundang-undangan yang sudah ditetapkan oleh konstitusi. Kendati demikian, TNI mengklaim pengerahan prajurit sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Lantas, apa saja fakta tentang pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan Kejaksaan? Berikut informasi selengkapnya!
1. Instruksi pengamanan kejaksaan muncul lewat Telegram Panglima TNI

Pengamanan terhadap institusi Kejaksaan terungkap lewat telegram yang dikeluarkan oleh Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, pada Senin, 5 Mei 2025. Telegram ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Maruli Simanjuntak, dengan nomor ST/1192.2025 dan dirilis pada Selasa, 6 Mei 2025.
Isi dalam telegram itu, Maruli meminta agar dikerahkan 30 personel prajurit TNI untuk melakukan pengamanan di semua kejaksaan tinggi di Indonesia. Lalu, 10 personel dikerahkan ke kantor Kejari.
2. Pengamanan kejaksaan oleh TNI berdasarkan nota kesepahaman sejak 2023

Menurut Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, pengerahan prajurit TNI untuk mengamankan seluruh kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di Indonesia adalah kerja sama rutin di antara dua instansi. Pengamanan itu telah tertuang dalam nota kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023 TNI pada 6 April 2023.
Ruang lingkup kerja sama antara Kejaksaan Agung dan TNI tersebut, di antaranya sebagai berikut!
- Pendidikan dan pelatihan
- Pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum
- Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia
- Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI
- Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan
- Dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya
- Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan
- Koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas
3. Dianggap bertentangan dengan konstitusi negara

Melansir ANTARA pada Selasa (13/5/2025), Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mengatakan, surat telegram Panglima TNI dan KSAD bertentangan dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI.
Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan juga menyesalkan adanya telegram dari Panglima TNI. Senada dengan Hendardi, mereka menilai perintah tersebut bertentangan dengan banyak perundang-undangan.
4. Pertanyakan motif politik di balik pengamanan TNI di Kejaksaan

Hendardi menilai, dukungan pengamanan kejaksaan oleh TNI menimbulkan pertanyaan tentang motif politik yang tengah dimainkan oleh kejaksaan melalui kolaborasi dengan TNI yang semakin terbuka.
Dia mengatakan, kejaksaan harus memahami bahwa institusinya merupakan bagian dari sistem hukum pidana yang semestinya sepenuhnya institusi sipil. Tarik menarik militer ke dalam elemen sistem hukum pidana akan bertentangan dengan supremasi hukum dan supremasi sipil.
Menurut dia, terbitnya surat telegram tersebut semakin menekankan bahwa militerisme mengalami penguatan dalam kelembagaan penegakan hukum, diantaranya didorong oleh kehendak politik kejaksaan sendiri.
5. Berpotensi menimbulkan dwifungsi TNI

Dengan adanya surat perintah dari Panglima TNI, Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan, tugas dan fungsi TNI seharusnya berfokus pada aspek pertahanan dan tidak masuk ke ranah penegakan hukum.
Pengerahan prajurit TNI, ujarnya, malah akan menimbulkan kekhawatiran dwifungsi TNI yang semakin nyata.
6. Pengamanan kejaksaan cukup oleh polisi

Menurut koalisi, pengamanan terhadap kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi tidak membutuhkan dukungan dari TNI dikarenakan tidak adanya ancaman yang dapat menjustifikasi pengerahan satuan TNI.
Di sisi lain, koalisi sipil sudah melihat adanya intervensi TNI di ranah penegakan hukum melalui surat perintah tersebut. Oleh sebab itu, instruksi itu akan memengaruhi independensi penegak hukum di Indonesia.