Akui Terima Gratifikasi, Zumi Zola Siap Dihukum

Jakarta, IDN Times - Gubernur nonaktif Jambi Zumi Zola mengaku telah menerima uang gratifikasi dari beberapa pihak seperti yang tertulis di dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam surat dakwaan setebal 100 halaman, Zumi disebut menerima uang gratifikasi Rp44 miliar.
Dana itu digunakan untuk beragam keperluan, mulai dari kampanye sang adik, Zumi Laza agar terpilih menjadi Wali Kota Jambi, hingga biaya untuk keluarganya menunaikan ibadah umrah.
Kendati, Zumi mengaku tidak semuanya merupakan pemberian orang. Oleh sebab itu, ketika ada objek dan uang yang terkonfirmasi memang gratifikasi, langsung dikembalikan oleh mantan aktor tersebut.
"Ada barang bukti yang sudah ia kembalikan ke KPK, di antaranya seperti uang untuk umrah dan mobil Toyota Alphard," ujar pengacara Zumi, Muhammad Farizi yang ditemui di Pengadilan Tipikor pada Kamis (23/8).
Nominal dana umrah yang dikembalikan Zumi mencapai Rp300 juta. Sementara, untuk mobil Toyota Alphard belum diketahui nilainya. Farizi mengatakan, sikap tersebut menunjukkan kliennya siap bersikap kooperatif selama persidangan bergulir.
Lalu, siap kah Zumi menanggung risiko hukum yang sudah ada di depan mata?
1. Zumi Zola mengaku salah telah menerima hadiah dari pengusaha kontraktor

Di dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Zumi telah menerima uang gratifikasi Rp44 miliar. Dana tersebut diterima dari asisten pribadinya Apif Firmansyah, teman baiknya seorang kontraktor bernama Asrul Pandapotan Sihotang, dan Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Pekerjaan Umum dan Permahan Rakyat (PUPR), Arfan. Mata uang yang digunakan pun beragam, mulai dari Dollar Singapura, rupiah, dan Dollar Amerika Serikat.
Namun, uniknya, Zumi mengaku tidak tahu uang-uang itu merupakan pemberian orang yang seharusnya ditolak. Farizi mengatakan, kliennya baru tahu usai dicek KPK.
"Untuk masalah yang gratifikasi, ia sudah akui (menerima). Tetapi, uang itu tidak diterima secara langsung. Dia tidak mengerti siapa yang memberi. Itu masalahnya. Oleh sebab itu, dia gak bisa cerita banyak," kata Farizi tadi siang.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Zumi sudah tidak bisa mundur lagi. Ia mengaku salah dan menyebut siap dihukum.
"Makanya, tadi dia bilang siap salah," Farizi menambahkan.
2. Zumi baru menyadari ada uang pemberian dari fee proyek

Farizi mengatakan kliennya sama sekali tidak mengetahui ada uang-uang pemberian yang masuk ke rekeningnya berasal dari fee-fee proyek pembangunan di Pemprov Jambi.
Untuk ijon proyek Tahun Anggaran (TA) 2017, bawahannya berhasil mengumpulkan uang Rp33,4 miliar dari para rekanan kontraktor. Uang tersebut dikumpulkan oleh Apif Firmansyah, Kepala Dinas PUPR Dodi Irawan, dan Muhammad Imaduddin alias Iim.
Padahal, di dalam surat dakwaan yang disusun jaksa, fee-fee proyek itu dikumpulkan atas instruksi dari Zumi sendiri. Namun, Farizi mengaku kliennya tidak tahu soal fee tersebut.
"Zumi bilang sampai saat ini saya tidak mengerti bagaimana uang-uang itu sampai ada. Apalagi dari fee proyek. Bahkan, dia sampai terkaget-kaget ketika tahu nominalnya besar sekali (fee proyek yang diterimanya). Gila!" kata Farizi.
Lagi-lagi Zumi mengaku keliru, karena tidak mengecek praktik semacam itu di pemerintahannya.
Sementara, terkait mobil Toyota Alphard yang sudah dikembalikan ke KPK, ia juga tidak mengetahui objek itu adalah pemberian. Yang ia ketahui, mobil tersebut adalah pinjaman.
"Buktinya, dia gak pernah punya BPKP. Ketika ia berniat mengembalikan mobil itu, teleponnya malah ditutup. Tetapi, mobil itu akhirnya kami kembalikan ke negara," tutur Farizi.
3. Zumi terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara

Di bagian akhir surat dakwaan, jaksa pun menyimpulkan Zumi telah menerima suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara. Zumi pun mengakui ia tidak melaporkan pemberian tersebut ke lembaga anti-rasuah dalam kurun 30 hari kerja.
Maka, perbuatan Zumi dianggap telah melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12B tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Menilik ke pasal bersangkutan, tertulis; "pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat karena telah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya."
Ancaman hukumannya yakni hukuman penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar. Namun, itu baru untuk satu tindak kejahatan yakni penerimaan gratifikasi. Zumi masih harus menghadapi ancaman pidana lainnya untuk mendorong agar menyuap anggota DPRD Provinsi Jambi.