Alumni IPB Apresiasi Kebijakan Pupuk Kini Berbasis Tonase, Bukan Rupiah

- Salah satu kebijakan Prabowo yang diapresiasi adalah perubahan skema subsidi pupuk menjadi berbasis tonase, bukan rupiah. Hal ini dianggap sebagai perbaikan signifikan.
- Meskipun kebijakan di pusat bagus secara konseptual, masalah koordinasi antarlembaga sering kali menjadi kendala utama dalam implementasinya.
- Acara Food Agriculture Summit V menunjukkan tingginya minat masyarakat dan stakeholders terhadap pembahasan kebijakan pertanian, dengan lebih dari 500 peserta dari berbagai kalangan.
Bogor, IDN Times – Tidak hanya dihadiri Wakil Menteri Pertanian, Food Agriculture Summit V juga menjadi ajang bagi Himpunan Alumni IPB (HA IPB) untuk melakukan analisis mendalam terhadap kebijakan pemerintah.
Ketua Umum HA IPB, Walneg S. Jas, memberikan apresiasi terhadap arah kebijakan di sektor pertanian, terutama mengenai skema subsidi pupuk. Dia mengatakan secara umum, kebijakan yang diusung pemerintahan Prabowo Subianto di sektor pertanian sangat baik, namun ada beberapa hal krusial yang perlu terus disesuaikan.
Walneg menjelaskan tema Food Agriculture Summit V tahun ini sengaja diambil, karena sangat berhubungan erat dengan prioritas pemerintah yang tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo, yakni ketahanan pangan, program makan bergizi gratis, dan Koperasi Merah Putih.
“Di mana di Asta Cita-nya Pak Prabowo ini kan banyak sekali prioritas BPN, SMP, dan lingkungan hidup ini. Di bidang pangan, makan bergizi gratis, Koperasi Merah Putih. Nah, itu semua relate, sangat-sangat berhubungan dengan kita di IPB,” kata Walneg saat diwawancarai usai menghadiri kegiatan Food Agriculture Summit V yang diselenggarakan Himpunan Alumni IPB di IICC Bogor, Selasa (25/11/2025).
1. Perubahan paradigma subsidi pupuk: dari rupiah ke tonase

Salah satu kebijakan yang diapresiasi dan dianggap sebagai perbaikan signifikan adalah perubahan skema subsidi pupuk. Walneg menyebutkan seperti dikatakan Wamentan Sudaryono, pada masa lalu, subsidi pupuk berbasis rupiah, yang menyebabkan penurunan tonase pupuk seiring kenaikan harga, kini kebijakan tersebut diubah.
“Pupuk itu dulu basis penghitungan subsidinya itu adalah rupiah. Nah, dengan Pak Prabowo ini, itu dia tidak berbasis rupiah, tapi dia berbasis tonase. Berapa sih pupuk yang dibutuhkan untuk satu tahun? Nah, walau pun anggarannya akhirnya dua kali lipat, dia penuhi,” ungkap Walneg.
2. Persoalan koordinasi jadi penghambat utama implementasi program

Meskipun secara konseptual kebijakan di pusat sudah bagus, Walneg menyoroti tantangan implementasi di lapangan. Masalah koordinasi antarlembaga, terutama antara pemerintah pusat, kementerian lain, dan pemerintah daerah, seringkali menjadi kendala utama.
“Di Kementerian Pertanian menurut saya bagus. Hanya saja memang kadang-kadang itu persoalan-persoalan koordinasi. Yang dimaui oleh pemerintah pusat kadang-kadang tidak persis serentak ya timing-nya dan lain-lain oleh pemerintah daerah, juga oleh tadi ya, kementerian-kementerian lain,” jelasnya.
3. Antusiasme tinggi terhadap kajian kebijakan food summit

Acara Food Agriculture Summit V menunjukkan tingginya minat masyarakat dan pemangku kepentingan terhadap pembahasan kebijakan pertanian. Walneg menyebutkan peserta yang mendaftar mencapai lebih dari 500 orang dari berbagai kalangan.
“Ini yang mendaftar lebih dari 500 lho, tidak hanya dari mahasiswa, tapi juga dari instansi-instansi, dinas-dinas, termasuk juga dari daerah atau asosiasi. Antusiasme masyarakat itu juga lebih dari itu,” tutup Walneg S. Jas.



















