Besok, Mahfud Gelar Rapat untuk Bahas Pembentukan Satgas TPPU

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan pada Jumat, (28/4/2023) akan diadakan rapat di kantornya untuk membahas pembentukan Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia menyebut bahwa data yang sudah terungkap ke publik dan diserahkan ke parlemen akan dibahas pada Jumat esok.
"Satgas TPPU untuk pencucian uang akan dirapatkan pada Jumat esok karena itu adalah hasil RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan komisi III DPR. Besok akan dibentuk satgasnya," ungkap Mahfud ketika ditemui di kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (27/4/2023).
Sebelumnya, satgas tersebut akan difokuskan untuk menelusuri dan membangun kasus dari awal (building case) transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun. Diduga transaksi itu adalah penyelundupan impor emas batangan yang masuk lewat Bandar Udara Soekarno-Hatta. Semula nominal transaksi mencurigakan yang pernah disampaikan oleh Mahfud ke publik mencapai Rp349 triliun.
Mahfud memprioritaskan kasus dengan transaksi fantastis itu, lantaran telah menyedot perhatian publik. Transaksi ini pula yang sempat menimbulkan perdebatan lantaran Kemenkeu semula menyebut tak menerima surat dari PPATK.
Namun, pembentukan satgas ini sempat diragukan efektivitas dan independensinya. Sejumlah pihak yang meragukan yakni mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli dan anggota komisi III DPR, Benny K. Harman.
Hal itu lantaran di dalam satgas tersebut turut melibatkan Kementerian Keuangan. Padahal, dugaan penyelundupan emas batangan itu turut melibatkan Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
Apa tanggapan Mahfud terhadap keraguan ini?
1. Mahfud yakin satgas TPPU tetap bisa independen meski ada Kemenkeu di dalamnya

Lebih lanjut, Mahfud menyadari ada kekhawatiran yang disampaikan sejumlah pihak terkait independensi satgas pemberantasan TPPU. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan bahwa keterlibatan Kemenkeu di dalam satgas tersebut sudah sesuai undang-undang.
"Ya, memang undang-undangnya kalau menyangkut pajak dan bea cukai itu penyidiknya dari Kementerian Keuangan, yaitu di Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Memang sih ada yang bilang 'wah itu jeruk makan jeruk'. 'Masak mau meriksa diri sendiri?' Tapi, ndak juga karena nanti (satgas) ini akan melibatkan banyak institusi," ungkap Mahfud menjawab pertanyaan IDN Times pada hari ini.
Ia memastikan bakal melibatkan pihak luar, namun sebagai narasumber. Bukan pihak yang menindak lanjuti secara yuridis dan pro justisia.
"Karena tidak boleh (menindak lanjuti temuan) selain polisi, jaksa, (penyidik) ditjen bea cukai, (penyidik) pajak. Hanya mereka yang boleh melakukan itu (memproses hukum)," kata dia.
Ia memastikan satgas tersebut akan tetap bertindak obyektif karena pihak yang dilibatkan cukup luas.
2. KPK tidak ikut dilibatkan dalam satgas TPPU Rp349 triliun

Di dalam penjelasannya, Mahfud turut menyampaikan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ikut dilibatkan di dalam satgas pemberantasan TPPU. Meski begitu, kata Mahfud, ia sudah berkoordinasi dengan Ketua KPK, Firli Bahuri.
"Pak Firli akan menindak lanjuti sesuai dengan kewenangan KPK tanpa harus ikut di dalam tim," kata Mahfud.
Artinya, bila dalam penyusunan kasus dari awal turut ditemukan dugaan tindak pidana korupsi, maka terduga pelaku akan diusut oleh komisi antirasuah.
3. Mahfud sebut LHA yang diklaim sudah ditindak lanjuti belum tentu telah diselesaikan


Sementara, Mahfud pernah menyampaikan bahwa Laporan Hasil Analisis (LHA) yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) ke Kemenkeu dan penegak hukum belum tentu sudah diselesaikan. Meskipun, Kemenkeu menyebut sebagian besar LHA telah ditindak lanjuti.
"Justru (LHA) yang sudah ditindak lanjuti itu, hasilnya bisa jadi pintu masuk untuk masuk ke TPPU-nya," kata dia pada 13 April 2023 lalu.
Salah satu transaksi yang disebut Kemenkeu sudah ditindak lanjuti senilai Rp1,7 triliun. Transaksi itu dilakukan oleh suami dari pegawai Kemenkeu, berinisial E. Transaksi itu terjadi pada 2016-2018 dan merupakan inisiatif dari PPATK yang LHA-nya diserahkan ke Kemenkeu.
"Ini aset dan investasi yang besar yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu, karena istri dari saudara E yang merupakan pegawai Kemenkeu sudah mengundurkan diri pada 2010. Jadi, ini adalah transaksi suaminya yang memiliki aset dan investasi besar Rp1,7 triliun," ungkap Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi III DPR.
Hasil rekomendasi dari PPATK yaitu diteruskan ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP). "DJP melakukan pemeriksaan khusus dan pemeriksaan pajak Saudara E telah diselesaikan kewajibannya dengan diterbitkan SKP pada 2021 yang lalu. Jadi, statusnya telah ditindak lanjuti dan kita telah mendapatkan potensi penerimaan negara," kata Sri.
Namun, tidak disebutkan berapa potensi penerimaan negara yang masuk ke dalam kas dan apakah sudah diterima. Selain itu, tidak dijelaskan pula oleh Sri apakah E ikut dijerat dengan proses hukum lantaran melakukan transaksi mencurigakan senilai Rp1,7 triliun.