Bima Arya Siap Maju Pilkada: Shoot to the Moon untuk Gubernur Jabar

Jakarta, IDN Times - Mantan Wali Kota Bogor, Bima Arya, mulai berikhtiar untuk menjemput takdir sebagai calon gubernur (cagub) Jawa Barat di Pilkada 2024. Salah satu ikhtiar yang dilakukan adalah dengan mendatangi kantor Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) PAN Jawa Barat, dan mendaftar secara resmi sebagai cagub pada Kamis, 16 Mei 2024.
Lalu hari ini, Jumat (17/5/2024), Bima melakukan safari politik ke DPD Partai Golkar di wilayah Jabar.
Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, mengajukan dua nama untuk Pilkada Jabar, yaitu Bima Arya dan Desy Ratnasari. Keduanya diminta mulai berikhtiar dan memperkenalkan diri ke publik di skala lebih luas.
"Partai sudah menugaskan saya untuk berikhtiar menuju ke pemilihan gubernur. Tapi langkah yang paling penting, utama, dan wajib, adalah ikut prosedur internal partai. Di dalam partai ada aturan mainnya, yaitu mendaftar secara resmi," ujar Bima di Bandung, kemarin.
Sementara, dalam wawancara khusus bersama IDN Times, Bima sudah yakin dan hanya fokus menjadi calon gubernur Jabar. Tidak terpikir sedikit pun ia mendeklarasikan diri sebagai calon wakil gubernur.
"Gak ada deklarasi untuk nomor dua, gak ada. Takdir ke depan berbicara sebagai ban serep, gak ada. Saya kira shoot to the moon, ketika deklarasi, kami sampaikan siap untuk memimpin Jawa Barat, ikhtiar untuk gubernur," kata dia, saat berbicara dalam program talkshow dan politik GenZMemilih yang tayang di YouTube.
Bima pun belum ingin berbicara banyak, seandainya restu dari Zulkifli maju sebagai cagub diberikan kepada Desy. Atau justru ia dijadikan pendamping Ridwan Kamil pada Pilkada Jabar.
"Kita lihat nanti semuanya," tutur dia.
1. Bima tidak akan hengkang ke partai lain bila batal jadi cagub di Pilkada Jabar

Lebih lanjut, Bima mengatakan, tidak terpikir di benaknya untuk hengkang dari PAN bila nantinya bukan ia yang diberi restu maju sebagai cagub di Pilkada Jabar.
"Gak terpikir sama sekali (untuk pindah partai). Enggak lah! Sekali PAN tetap PAN. Sekali matahari tetap matahari. Insyaallah gak akan pindah partai," kata dia.
Bima mengaku akan menerima keputusan PAN apapun itu. "Masak beda sedikit langsung pindah partai. Partai ini kan tempat kita berjuang. Bukan hanya kendaraan yang kita sewa," tutur dia.
Bima menepis keinginannya maju di Pilkada Jabar lantaran semata-mata demi jabatan publik belaka. Ia berdalih ingin memberi arti bagi kehidupan masyarakat Jabar.
"Ketika kemarin banyak dukungan ke Jabar, artinya kita didorong untuk ke sana. Seandainya jalan ke sana belum ada takdirnya untuk kita, maka kita akan memberikan arti di tempat lain. Kembali lagi ke kampus untuk jadi dosen atau kembali menjadi konsultan politik. Ini juga pilihan yang sama-sama menarik untuk saya," ujarnya.
2. PAN harus berkoalisi dengan satu atau dua partai untuk bisa ajukan cagub

Sementara, berdasarkan aturan dalam Undang-Undang Pilkada, bagi partai politik yang ingin mengajukan cagub, maka harus memiliki minimal 24 kursi di DPRD Jabar. PAN baru memiliki tujuh kursi di DPRD Jabar.
"Kalau kami berpasangan dengan PDIP, cukup dua partai saja (sudah bisa ajukan cagub). Karena mereka memiliki 17 kursi, misalnya," ujar Bima.
Bima mengatakan persaingan dengan rekan sejawatnya, Desy Ratnasari, dilakukan secara sehat. Mereka tetap saling menghormati meski berusaha mendapatkan satu restu dari Zulkifli Hasan.
"Gak (menghalalkan berbagai cara untuk dapat restu). Saya dengan Teh Desy (relasinya) baik-baik pisan. Kemarin waktu deklarasi di depan Gedung Sate saya juga kontak 'Bu ketua, izin besok mau deklarasi. Dijawab hayok atuh'," ujar Bima, menirukan ucapan Desy.
3. Tiga faktor penentu agar dapat restu Ketua Umum PAN di Jabar

Lebih lanjut, Bima mengungkap, ada tiga faktor penentu agar Zulkifli Hasan memberikan restu. Pertama, data-data di lapangan, termasuk hasil survei.
"Kedua, komunikasi politik dengan pimpinan-pimpinan partai, Golkar skenarionya gimana? Gerindra skenarionya gimana? Itu penting juga," kata dia.
Faktor ketiga, kata Bima, adalah faktor kecocokan atau chemistry. "Oh, ternyata Bima maunya sama si A, tapi A tidak merasa cocok. Si A maunya sama Bima, tapi partainya gak mendukung. Faktor otak-atik pasangan juga menentukan. Pasti akan dihitung oleh ketua umum," tutur dia.
Bima membantah faktor politik mahar atau pemberian sejumlah uang ke partai jadi faktor penentu mendapat restu. Ia mengatakan proses yang sama sudah dilalui selama satu dekade menjadi Wali Kota Bogor.
"Serius! Gak ada faktor uang. Saya 10 tahun menjadi wali kota diminta pungutan atau mahar, itu gak ada. Saya selama 10 tahun diminta kerja saja oleh ketua umum," katanya.