Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bincang Mantan: Soal Menunda Memiliki Anak

Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Oleh: Adelia Putri dan Bisma Aditya

JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.

Adelia: Percaya saja dengan timing-mu sendiri

Tahukah kamu apa yang lebih menyebalkan daripada pertanyaan "Kapan kawin?" 

"Kapan punya anak?"

Kalau pertanyaan pertama masih bisa ada campur tangan manusia, pertanyaan kedua buat saya betul-betul otoritas Tuhan — dan mau ditanya setiap jam juga enggak akan berubah kalau Tuhan belum mengiyakan.

Saya yang baru menikah setahun saja benci sekali dengan pertanyaan itu, bagaimana dengan yang sudah lama namun belum dikaruniai anak? I hate the question so much, I always retaliate with the nastiest answer everytime someone asks me that. 

"Tanya aja sama Tuhan. Sana Tante ketemu Tuhan aja dulu, ya"

"Emangnya Tante mau bayarin?"

"Perut saya bukan urusan Tante"

Atau saya hanya melengos pergi dan tidak kembali. Mama saya sering marah karena bilang saya tidak sopan, tapi nampaknya orang-orang "tua" ini butuh diajari bahwa apa yang mereka tanyakan itu tidak sopan sama sekali, bahwa ada batasan antara "perhatian" dan "mengganggu privasi", bahkan menyakiti.

Kalau begitu saja sudah menyebalkan, kamu bisa bayangkan, kan, respon orang-orang kalau ada yang bilang sedang menunda memiliki anak? Heboh. Seakan-akan sang perempuan mengaku kalau dia sedang selingkuh dengan suami orang atau hobi makan orang.

"Kenapa? Rezeki Tuhan jangan ditunda!"

"Jangan begitu, nanti ketulah loh!"

Dan segala macam petuah lainnya.

Buat saya, urusan mau kapan mencoba memiliki anak itu harusnya jadi hak absolut pasangan yang tidak boleh dikomentari. Setiap pasangan punya alasan masing-masing mengenai kapan mereka mau mencoba memiliki anak: kesiapan mental, finansial, atau memang mau menikmati dulu masa-masa awal menikah. Dan kamu, atau siapapun, tidak berhak mengomentarinya atau memberi nasihat hanya berdasarkan pengalaman atau pemahamanmu.

Saya sendiri merasa butuh menunda karena masalah kesehatan. Tidak adil buat seorang anak untuk lahir dengan masalah kesehatan yang sebenarnya bisa dicegah dengan hal sesederhana vaksin. Tapi, tante-tante nyinyir itu tidak akan peduli kalau kamu butuh waktu untuk melakukannya. Memangnya mereka mau bantu kalau kamu atau bayimu terkena HPV, Rubella, atau sisa radiasi kemoterapi? Paling cuma kirim Whatsapp isi doa yang mereka copy-paste dari grup sebelah.

Belum lagi masalah finansial. Banyak yang bilang kalau kesiapan finansial akan datang sendirinya. Saya percaya pada "rezeki Tuhan untuk anak", tapi tidak ada yang salah dengan orang tua yang ingin persiapan terbaik bagi calon bayinya. Kalau tagihan kartu kredit masih menumpuk dan masih tidak bisa mengontrol nafsu belanja, apa iya harus memaksakan seorang anak untuk nyemplung ke masalah orangtuanya? Apakah salah jika ada pasangan yang butuh waktu membenahi diri (dan rekening) dulu? Apa salah kalau orangtua ingin yang terbaik buat calon anaknya kelak?

Kesiapan mental juga penting. "Ah, kalau nanti lahir juga siap!" katanya. Saya tidak setuju. Memangnya kamu pikir kenapa banyak sekali domestic abuse di kalangan pasangan muda? Ya karena belum siap. Ada yang belum selesai dengan dirinya, tiba-tiba punya anak dan akhirnya menyalahkan anak itu atas mimpi-mimpinya yang tak terwujud. Ada yang belum selesai membenahi hubungan suami-istri karena belum cukup waktu saling mengenal, lalu karena langsung punya anak, mereka tidak pernah sempat mengurus hubungan antara mereka sendiri. Ada yang belum selesai dengan pertanyaan-pertanyaan fundamental mengenai agama, keterbukaan atas seksualitas anak, jalur pendidikan, dan lain-lain.

Intinya, mau menunda atau tidak, itu pilihanmu. Take your time if you need it.

Saya percaya kita dan Tuhan punya timing-nya masing-masing, dan tidak ada gunanya memaksakan sesuatu hanya karena orang lain bilang begitu. Kalau ada yang bilang "Nanti Tuhan marah dan malah tidak dikasih anak sama sekali", tenang saja. Saya percaya Tuhan pengertian dan tidak pendendam — kasihan mereka yang menganggap Tuhan sejahat itu. 

Bisma : Apapun boleh dilakukan selama tidak menyinggung hak orang lain

Jujur saya bingung mau bicara apa soal topik ini. Seperti kita semua pahami, saya belum menikah sekarang. Boro-boro menunda punya anak, pacar yang bisa diajak menunda gundah di dalam hati aja lagi enggak ada. Ha ha ha.

Tapi jika ada satu hal yang saya pahami soal topik ini, sama seperti banyak isu lainnya, kita harus sadar bahwa setiap orang berhak untuk menentukan apapun yang akan dilakukannya terhadap dirinya sendiri, selama dia tidak melanggar hak orang lain!!

Contoh, misalnya saya mau panjangin rambut dan jadi afro lagi kayak jaman kuliah, itu hak saya kan? Toh saya juga sedang tidak terikat dengan aturan yang mewajibkan saya untuk rapi. Selain itu rambut saya juga sepertinya enggak merugikan orang lain (sumpah saya kalau kribo pun tetap bersih kok, dijamin bebas debu dan tidak akan jadi tempat tawon bersarang).

Perkara saya nantinya keliatan jelek, seram, gerah, gatal, semua itu risiko saya yang orang lain tidak perlu campurin. Setuju kan? Kita sudah sepemikiran kan di sini?

Sekarang coba deh pakai cara berpikir contoh kasus di atas, untuk membahas topik bahasan kita minggu ini. Soal menunda punya anak.

Misal ada teman yang sudah menikah, tapi dia menunda untuk punya anak, apakah salah? Apakah ada aturan yang menyatakan bahwa menunda punya anak itu dilarang? Apakah dia merugikan kamu? Tidak kan?

Terus kenapa kamu yang repot? Ya biarin aja dia mau nunda punya anak. Dia berhak untuk membuat pilihan itu kok!! Perkara nanti anaknya punya orang tua yang terlampau tua, melahirkan di usia yang dianggap sudah tidak prima, atau berbagai risiko lainnya, ya itu jadi risiko orangnya sendiri yang saya yakin 100% sudah dia ketahui.

Untuk sampai ke keputusan itu pun saya yakin teman kamu itu sudah punya pertimbangannya sendiri. Mungkin masalah ekonomi, masalah kesiapan keluarga, atau barangkali masalah kesehatan yang mana alasan tersebut tidak perlu dia jelaskan ke seluruh dunia karena itu sifatnya sangat pribadi.

Jadi sebaiknya, kalau kamu tidak mau menyinggung perasaan teman kamu, enggak usah ya pakai nanya-nanya “Lagi nunda punya anak ya?” atau pertanyaan sejenis lainnya.

Alasannya ada dua : 

1. Kalau dia memang menunda punya anak, dia tidak punya kewajiban apapun untuk cerita ke kamu.

2. Ada kan kemungkinan bahwa dia sedang berusaha punya anak tapi memang belum rezekinya aja?

Tidak ada yang salah dengan menunda punya anak, sama tidak salahnya dengan seseorang memutuskan untuk cukur alis, fitness biar six pack, manjangin rambut, atau bahkan untuk tetap stay dengan gebetan yang sebetulnya jahat. Selama kamu tahu betul risikonya, ya itu pilihan kamu, dan selama tidak merugikan siapapun, siapapun tidak berhak untuk berkomentar.

Coba deh lebih berempati dengan orang-orang yang ada di posisi tersebut, jangan sembarangan nge-judge orang lain. Ingat quote ini: “If you judge people, you have no time to love them.”

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us