Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bincang Mantan: Yang Harus Dipertimbangkan Sebelum Resign (Lagi)

Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Oleh Adelia Putri dan Bisma Aditya

JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius.

Bisma: Yang namanya loyal, apapun bentuknya pasti baik, kok

Baru kemarin saya bicara dengan teman saya yang baru pulang setelah bertahun-tahun tinggal di Jepang. Katanya, Jepang punya budaya yang unik soal pekerjaan yang disebut “Lifetime Employment”.

Sederhananya, lewat budaya ini, perusahaan Jepang merekrut karyawan atas dasar potensinya (bukan rekrut orang yang udah punya skill khusus) langsung setelah mereka lulus sekolah, kemudian karyawan itu akan di-develop dan ditempatkan di pos yang dirasa cocok untuk dia. Mungkin mirip Management Trainee ya kalo di Indonesia. 

Nah bedanya, seluruh karyawan akan bekerja di perusahaan itu sampai mereka pensiun. Mereka tidak akan mencari tempat lain yang lebih baik, dan perusahaan pun akan tetap mempekerjakan mereka apapun yang terjadi bahkan jika keadaan ekonomi memburuk sekalipun. Intinya antara karyawan dan perusahaan saling loyal satu sama lainnya.

Meski katanya budaya ini sudah mulai ditinggal, tapi tidak dapat dipungkiri sistem yang seperti ini yang berhasil membuat perusahaan Jepang yang kita kenal bisa semaju sekarang.

Lain di Jepang lain di Indonesia…

Banyak teman saya di Indonesia, bahkan yang Management Trainee (yang kalau keluar dari kantornya harus bayar denda), yang resign dari kantornya cuma dalam waktu setahun atau dua tahun. Alasannya pun beragam. Ada yang dapat tawaran lebih menarik, kantor lamanya tidak nyaman, atau bahkan sesimpel bosan.

Kata orang HR kantor saya, fenomena macam ini semakin parah di era startup seperti sekarang dimana anak-anak muda bisa kerja tanpa harus duduk di kantor (dan biasanya mereka pamer). Jadi yang udah terlanjur kerja kantoran merasa tidak betah duduk lama-lama, akhirnya resign.

Salah? Enggak juga sih.

Saya tidak bisa menyalahkan karena memang budaya “loyal” kayaknya kurang mengakar ya di negara kita. Jangankan urusan tempat kerja yang bisa dibilang tidak punya keterikatan apa-apa sama kita, kepala daerah yang disokong dan di sponsori partai A untuk mendapat posisinya pun bisa tahu-tahu pindah ke partai B kalo dirasa partai lain itu lebih menguntungkan dirinya. 

Tapi ketidak loyalan ini menurut saya cukup punya andil pada kurangnya daya saing perusahaan-perushaan dalam negeri. Secara awam saya berpikir, kalo setiap 2-3 tahun orangnya ganti, berarti perusahaan itu selalu dikelola oleh orang baru kan ya? Berarti tidak akan ada value perusahan yang jelas, kuat, dan mengakar serta dipegang teguh oleh seluruh karyawan. Tidak akan ada orang yang betul-betul mengerti perusahaan serta visi misinya.

Memang dengan berpindah perusahaan kadang baik untuk karier dan kehidupan pribadi kita, tapi kalau kita melihat the bigger picture, budaya macam ini bisa mengancam negara kita lho!! Kalau begini terus, perusahaan dalam negeri tidak akan ada yang bisa sebesar Toyota atau Honda.

Mungkin memang mustahil untuk kita bisa loyal seloyal orang Jepang. Masih jauh lah kita untuk sampai ke sana. Tapi at least menurut saya sih seharusnya kita tidak terlalu sering loncat-loncat perusahaan dan resign ya. Untuk di zaman sekarang ini 5-6 tahun pun kayaknya udah bisa dibilang cukup loyal kan.

Percaya deh dalam 5-tahun itu, bukan aja kita akan dapat pengalaman dan pembelajaran yang lengkap dari perusahaan kita (yang nilainya diatas sekadar kenaikan gaji Rp 1-2 juta kalau kita pindah), tapi kita juga membantu perusahaan di Indonesia untuk maju. Coba deh loyal sedikit aja.

Yang namanya loyal, apapun bentuknya pasti baik kok.

Adelia: Jangan takut resign kalau cuma khawatir CV jelek!

Katanya, anak zaman sekarang (alias mileniall) hobi banget gonta-ganti pekerjaan. Baru lulus tiga tahun, tapi sudah pernah kerja di 4-5 tempat. Susah sekali mencari orang yang mau meniti karier hanya di satu perusahaan, kecuali mereka memang ikut Management Trainee. Katanya, anak sekarang memang seperti "kutu loncat", mudah enggak betah di satu tempat dan selalu cari kesempatan baru.

Penah ngerasain enggak, mau resign, terus banyak yang komentar "Aduh, nanti enggak bagus di CV kalau kerjanya cuma setahun dua tahun", lalu kamu memikirkan kembali keputusanmu yang tadinya sudah matang? Saya sih pernah. Tapi ya sudah, urusan CV bisa belakangan, yang penting saya bisa memperbaiki kualitas hidup.

Orang bilang, sering pindah kerja artinya kamu enggak loyal sama perusahaan, nanti perusahaan lain jadi enggak mau sama kamu, nanti jadi susah cari kerja baru. Menurut saya, selama masih kontrak kerja, bukan akad nikah, ya enggak apa-apa dong ya, ngelirik sana-sini? Toh, enggak dosa.

Sahabat saya pernah dikonfrontasi seorang calon atasan mengenai "ketidakloyalan" ini, dan ia punya jawaban cemerlang: “Loyalitas saya pada perusahaan jangan hanya dinilai dalam bentuk saya stay bertahun-tahun, tapi dalam bentuk kontribusi yang saya berikan. Kalau kontribusi saya sudah maksimal dan memberikan pengaruh, artinya saya sudah loyal,” dia bilang.

Saya sendiri baru lulus S1 di tahun 2014, tapi saat ini sudah bekerja di tempat keempat. Apakah karena saya "kutu loncat" yang tidak mau loyal pada perusahaan? Bisa jadi. Tapi, sebelum kamu menghakimi, saya punya alasan kuat kenapa saya berpindah pekerjaan, mulai dari lingkungan kerja yang tidak suportif lagi hingga ingin lanjut kuliah. Begitu juga dengan orang-orang yang hobi pindah pekerjaan lainnya, mereka punya alasannya sendiri.

Katanya, anak muda zaman sekarang mentalnya enggak kuat, sebel sedikit pindah, dimarahi sedikit resign. Mungkin ya, mungkin tidak.

Saya percaya hubungan itu harus terjalin dua arah, termasuk hubungan kerja. Dengan belasan jam tiap harinya yang habis untuk urusan pekerjaan, hubungan kerja antara kamu, kantor sebagai institusi, kolega, dan atasan harus punya timbangan give-and-take yang seimbang. Hubungan kerja yang sehat bisa dibangun melalui budaya perusahaan yang baik, bos yang bisa jadi mentor dan tidak "sakit jiwa" ketika menghadapi bawahan, dan banyak hal lainnya. Kalau lingkungan kerja dan kolega tidak mendukung perkembangan (serta kesehatan mental) kamu, apa lagi kamu tahu bahwa di luar sana banyak pilihan yang lebih baik, ya masa masih mau bertahan dan tidak mau resign?

Ika Natassa bilang di Instastory-nya beberapa hari yang lalu, kalau kamu sebaiknya jangan pindah pekerjaan kalau "proses pembelajaran-mu" belum selesai di tempat tersebut. Ada benarnya, sih. Tapi, apa salah kalau mungkin proses pembelajaranmu lebih cepat dibandingkan dengan orang lain? Apa salah kalau karena itu kamu hobi pindah-pindah kerja untuk belajar lebih banyak hal?

Dengan pembenaran-pembenaran di atas, sepertinya kamu akan setuju dengan saya, kalau masalah "CV jadi jelek kalau resign" bisa diurus belakangan selama kamu punya alasan yang masuk akal. 

Jangan karena takut CV jelek kamu jadi takut resign, apalagi kalau kamu sudah merasa mentok, sudah tidak bahagia, atau sudah muak dengan bos yang agak sinting. 

Tapi ingat, jangan buru-buru resign. Kalau kamu masih bekerja untuk uang (bukan hanya untuk aktualisasi diri), pastikan kamu mendapat pekerjaan dulu baru melayangkan surat cinta ke HRD. Minimal, pastikan kamu punya tabungan yang bisa menyokong hidupmu secara minimal selama beberapa bulan.

Jangan pula meninggalkan pekerjaan dengan cara dramatis. As much slamming the door on your way out seems like a great idea, or as much as you want to do what Bridget Jones did when she left her company, trust me, it’s not a good idea — apalagi kalau kamu masih mau mencari pekerjaan di industri yang sama. Dunia itu kecil, kawan, dan kamu pasti enggak mau jadi bahan omongan. 

—Rappler.com

Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya.

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us