Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BPOM Beri Izin Darurat Molnupiravir sebagai Obat COVID-19

default-image.png
Default Image IDN

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku telah memberikan izin penggunaan darurat (EUA) bagi Molnupiravir yang dibeli dari perusahaan farmasi Amerika Serikat, Merck. Kepala BPOM, Penny K. Lukito mengaku sudah memberikan EUA itu sejak 2 Januari 2022 lalu. 

"(EUA) sudah diberikan sejak 2 Januari lalu," ungkap Penny kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Senin, (10/1/2022). 

Obat itu dibeli sudah dibeli oleh Kementerian Kesehatan sebanyak satu juta dosis pada Desember 2021 lalu. Menkes Budi Gunadi Sadikin membelinya untuk mengantisipasi bila terjadi gelombang ketiga. 

"Jadi, (pembelian ini untuk) mempersiapkan diri. Mudah-mudahan tidak terjadi (gelombang ketiga). Kalaupun terjad, kami sudah punya stok obatnya," ungkap Budi ketika melakukan rapat kerja dengan komisi IX DPR pada Agustus 2021 lalu. 

Lalu, apakah obat ini ampuh diberikan bagi pasien COVID-19?

1. Obat molnupiravir sudah tiba di Indonesia sejak 3 Januari 2022

ilustrasi obat molnupiravir (japantimes.co.jp/AFP-JIJI)

Menkes Budi menambahkan obat alternatif molnupiravir sudah tiba di Indonesia pada 3 Januari 2022. Obat itu akan disimpan dulu dan bakal diberikan kepada pasien COVID-19 dengan saturasi oksigen di atas 94 persen. 

"Jadi, akan kami simpan dulu. Kalau nanti, ada apa-apa, kami sudah siapkan obatnya. Karena obat ini terbukti bisa mengurangi laju masuknya warga ke rumah sakit. Obat ini bisa dikonsumsi bagi orang-orang yang terkena COVID-19 dengan saturasi di atas 94 persen," ungkap Budi ketika memberikan keterangan pers pada 3 Januari 2021 lalu dan dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden. 

Sebelumnya pun, Budi juga pernah menyampaikan bahwa Molnupiravir 50 persen bisa mencegah seseorang yang terkena COVID-19 agar tidak dirawat di rumah sakit. 

2. Epidemiolog sempat usulkan agar molnupiravir diberikan ke pasien yang menolak divaksinasi

default-image.png
Default Image IDN

Sementara, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyarankan agar obat molnupiravir sebaikanya diberikan kepada pasien COVID-19 yang menolak untuk divaksinasi. Sebab, individu yang tetap terinfeksi COVID-19 namun sudah divaksinasi dipastikan hanya mengalami gejala ringan. Maka, menurut Pandu, molnupiravir tidak akan berdampak banyak bila diberikan kepada pasien yang telah divaksinasi. 

"Sedangkan, orang-orang yang sudah divaksinasi tidak butuh obat tersebut, karena (gejala COVID-19) tidak akan menjadi berat dan risiko kematiannya kecil," ungkap Pandu melalui akun Twitternya pada 15 November 2021 lalu. 

Sejak awal, Pandu menolak ide agar pemerintah membeli obat yang diklaim ampuh mengobati pasien COVID-19. Sebab, hingga kini Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun belum menyatakan ada obat resmi untuk mengobati COVID-19. 

Pandu menyarankan alih-alih menghabiskan dana untuk membeli obat buatan Merck yang mahal, pemerintah sebaiknya fokus untuk membangun manufaktur vaksin COVID-19. Dengan begitu, pemerintah bisa memenuhi tidak hanya kebutuhan di dalam negeri tetapi juga bisa diekspor. 

"Jangan terbujuk oleh industri farmasi global yang janji mau buat pabrik di Indonesia, asal kita beli banyak obat," kata Pandu lagi melalui Twitternya pada 9 November 2021 lalu. 

3. BPOM belum terima laporan uji klinik Ivermectin sebagai obat COVID-19

Data dan fakta mengenai obat cacing Ivermectin dan diklaim ampuh sembuhkan COVID-19 (IDN Times/Aditya Pradana)

Sementara, ketika ditanyakan kepada Penny mengenai perkembangan uji klinik Ivermectin sebagai obat COVID-19, ia mengaku belum menerima laporan kelanjutan hasil uji kliniknya. Padahal, uji klinik sudah dilakukan sejak BPOM memberikan izin Ivermectin digunakan sebagai obat terapi pasien COVID-19 sejak Juni 2021 lalu.

Delapan rumah sakit ditunjuk sebagai tempat uji klinis Ivermectin, antara lain sejumlah RS di Jakarta seperti RSUP Persahabatan, RSPI Sulianti Saroso, RSPAD Gatot Soebroto, RSAU, RSU Suyoto, dan RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet. Kemudian RS Sudarso, Pontianak, Kalimantan Barat dan RS Adam Malik di Medan, Sumatera Utara.

"Untuk Ivermectin, kita belum mendapatkan laporan lebih jauh lagi ya tentang hasil uji klinik," ujar Penny ketika memberikan keterangan pers pada Senin (10/1/2022). 

Penny menyebut, uji klinik tersebut saat ini masih di bawah pengawasan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes) sebagai koordinator penelitian.

"Uji klinik tersebut sedang dilakukan oleh Litbangkes Kemenkes," katanya lagi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us