Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Di Balik Megahnya Jakarta, BAB Sembarangan Masih Jadi Problema

Permukiman padat sejumlah rumah dibangun di atas waduk yang dipenuhi tumpukan sampah di Kawasan Muara Baru, Jakarta Barat, Selasa (3/1/2019). FOTO ANTARA/Zabur Karuru
Permukiman padat sejumlah rumah dibangun di atas waduk yang dipenuhi tumpukan sampah di Kawasan Muara Baru, Jakarta Barat, Selasa (3/1/2019). FOTO ANTARA/Zabur Karuru
Intinya sih...
  • Sebanyak 1.083 Kepala Keluarga di 10 kelurahan Jakarta masih melakukan BABS terbuka
  • 119.528 kepala keluarga di 205 kelurahan tidak memiliki septik tank, menyebabkan limbah tetap menuju got atau sungai
  • Pemprov DKI Jakarta dan Dinas SDA terus memasang septic tank untuk mengatasi masalah sanitasi di wilayah tersebut
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Di balik megahnya Istana Merdeka dan gedung-gedung pencakar langit Jakarta, masih ada masalah serius yang menghantui. Hanya berjarak sekitar 2,5 kilometer dari gemerlapnya bangunan tinggi, terdapat ribuan warga yang faktanya masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS).

Bukan tanpa alasan, ribuan warga di sana terpaksa membuang hajat langsung ke Sungai Ciliwung karena tidak memiliki akses saluran pembuangan yang layak. Sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan, justru menjadi tempat pelarian terakhir bagi mereka yang tak punya pilihan. 

Hal itu diakui sendiri salah satu warga Cideng, yang juga anggota DPRD DKI Jakarta, Wa Ode Herlina. Dia mengungkapkan, ada sekitar 2.500 warga yang punya jamban, tetapi masih tidak punya akses pembuangan.

"Ya ada yang [BABS] tertutup dan terbuka, yang paling ini adalah terbuka. Ada sekitar 25.000 warga yang punya jamban, tapi nggak punya pembuangannya, dan mungkin itu langsung (ke sungai)," ujar Waode yang juga anggota DPRD DKI Jakarta, saat mengadu ke Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung belum lama ini. 

1. Masih banyak warga Jakarta yang buang air besar di Sungai

ilustrasi Sungai Ciliwung (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
ilustrasi Sungai Ciliwung (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Pemprov DKI Jakarta menyatakan jika praktik BABS memang masih menjadi masalah beberapa kelurahan di Jakarta. 

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan, ribuan kepala keluarga di Jakarta faktanya belum memiliki akses sanitasi layak. Hal itu mengakibatkan masih banyaknya warga yang membuang limbah langsung ke badan air.

“Sebanyak 1.083 [0,04 persen] Kepala Keluarga yang tersebar di 10 kelurahan Jakarta masih berperilaku BABS terbuka,” ujar Anie.

Selain itu, masalah BABS tertutup juga jumlahnya lebih banyak lagi.

Menurut Anie, ada 119.528 (4,6 persen) kepala keluarga yang tersebar di 205 kelurahan Jakarta tidak memiliki septik tank. Alhasil, walau mereka menggunakan jamban, limbah yang dibuang tetap menuju ke got atau sungai, bukan septic tank.

Dia menilai, keterbatasan area rumah warga untuk membangun septic tank menjadi salah satu faktor penyebab masalah BABS ini. Kondisi itu juga diperparah karena minimnya pemahaman warga mengenai bahaya pembuangan limbah dari jamban ke badan air. 

Padahal, lanjut dia, peningkatan kesadaran masyarakat terkait sanitasi yang baik sangat penting untuk menjaga kesehatan lingkungan dan mencegah berbagai penyakit yang dapat ditularkan melalui air yang terkontaminasi.

2. Ribuan warga tidak punya saluran pembuangan

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Pantauan IDN Times di lapangan, saluran pembuangan warga di wilayah hunian padat bantaran Sungai Ciliwung, masih ada yang menuju langsung ke bantaran sungai.

Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung pun tak mengelak soal masalah tersebut. Dia menyebut hal itu terjadi lantaran masih banyak warga yang tak punya tempat saluran pembuangan untuk BAB.

Menilik persoalan tersebut, dia bersama Pemprov DKI Jakarta pun terus mengebut pemasangan septic tank. 

"Kami sudah mulai memasang Biopal Septic tipe 3A, yang mudah-mudahan akan bisa membantu warga yang ada di sekitar tempat ini [Cideng]," ujar Pramono pada 2 Mei lalu.

Pramono menyampaikan, kunjungan ini merupakan respons atas permintaan warga yang disampaikan saat masa kampanye. 

Dia berharap, langkah cepantnya bersama Wali Kota, Kepala Dinas Sumber Daya Air, dan Kepala Dinas Perhubungan, dapat menjawab aspirasi dan kebutuhan warga Cideng.

"Mudah-mudahan kedatangan saya beserta Wali Kota dan juga Kepala Dinas Sumber Daya Air dan juga Dinas Perhubungan bisa menjawab apa yang menjadi keinginan warga yang ada di tempat ini," kata Pramono.

3. Ketua DPRD ingatkan ancaman penyakit akibat BABS

Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin di Musrenbang RPJMD Tahun 2025-2029 dan RKPD 2026 Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Rabu (23/4/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin di Musrenbang RPJMD Tahun 2025-2029 dan RKPD 2026 Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Rabu (23/4/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Permasalahan sanitasi di beberapa wilayah dan persoalan pengelolaan air limbah domestik di ibu kota ini jadi sorotan Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin. Ironisnya, masalah ini masih ada saat Jakarta tengah bersiap bertransformasi menjadi kota berskala global. 

Khoirudin minilai, hal itu tak lepas dari kinerja Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) yang belum mengoptimalkan pembangunan septic tank komunal.

Padahal, kata Khoirudin, adanya Peraturan Daerah (Perda) tentang pengelolaan air limbah domestik sudah cukup menjadi regulasi baku membangun septic tank komunal di masing-masing wilayah DKI Jakarta.

“Ini tugas SDA yang seharusnya lebih proaktif, sekarang kita mau menuju kota global. Sementara hal yang paling mendasar seperti kebersihan dan kesehatan akan menjadi indikatornya. Kalau ini gak cepat dibenahi bagaimana caranya mau menaikan ranking kota global,” ujar Khoirudin.

Lebih lanjut, dia menilai apabila air limbah domestik tidak segera diatasi dapat menjadi ancaman wilayah DKI Jakarta. Sebab, masalah itu berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan dan rawan timbulnya berbagai penyakit akibat aktivitas BABS.

4. Pembangunan septic tank komunal harus jadi prioritas di 2025

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Tidak hanya di Cideng, politisi PKS ini mencontohkan jika di Kecamatan Cilandak masih terdapat 11 RW yang belum memiliki septic tank komunal. 

Dia mengatakan, berdasarkan fakta di lapangan, anggaran yang digelontorkan Dinas SDA untuk membangun septic tank komunal, masih belum berjalan baik. Sebab, septic tank itu tidak sepenuhnya langsung terhubung masing-masing rumah.

Menurutnya, masyarakat masih dibebankan untuk membeli pipa dikarenakan anggarannya tidak mencukupi.

“Nggak mungkin setengah-setengah gini, itu harus tuntas difasilitasi oleh pemerintah. Pemprov DKI sudah menganggarkan Rp1,34 triliun, malu lah kita kalau ini tidak selesai,” kata Khoirudin.

Untuk itu, Khoirudin berharap agar Dinas SDA agar bergerak lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan dasa masyarakat DKI Jakarta. Dia meminta, di dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Pemprov DKI Jakarta Tahun 2025 pembangunan septic tank komunal harus menjadi prioritas.

“Saya berharap RKPD tahun ini dimasukkan semuanya, apalagi ada progresnya cita-cita gubernur ingin menaikan ranking kota global yang nantinya menjadi kesesuaian dengan kerja-kerja dinas yang lain,” beber Khoirudin.

5. SDA kembangkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD)

ilustrasi toilet umum (pexels.com/tom)
ilustrasi toilet umum (pexels.com/tom)

Saat dikonfirmasi soal masalah sanitasi di beberapa wilayah dan persoalan pengelolaan air limbah domestik, Kepala Bidang Pengelolaan Air Limbah Dinas SDA DKI Jakarta, Robby Dwi Mariansyah menjelaskan terlebih dahulu soal jenis air limbah yang dikelola.

“Perlu diketahui sebelumnya, air limbah terbagi ke dalam 2 kategori, yakni grey water dan black water. Grey water dihasilkan dari limbah mandi, mencuci, dan dapur. Kemudian untuk black water dihasilkan dari kakus,” ujarnya.

Jika menilik data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dia menyebut masih terdapat praktik BABS oleh sejumlah rumah tangga.

“Jumlah rumah tangga/KK yang masih melakukan praktik BABS pada tahun 2023 sebanyak 5,47 persen dari seluruh KK di Provinsi DKI Jakarta yang didata.Hal ini dapat diartikan rumah tangga tersebut belum memilki sarana dan prasarana sanitasi yang layak (termasuk belum memiliki tangki septik),” lanjutnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemprov DKI melalui Dinas SDA mengembangkan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD).

SPALD terbagi ke dalam dua kategori, yaitu SPALD Setempat (SPALD-S) dan SPALD Terpusat (SPALD-T).

SPALD-S diperuntukkan bagi cakupan individual atau satu unit rumah tinggal, hingga skala komunal untuk 2 sampai 10 rumah.

Sementara itu, SPALD-T ditujukan untuk cakupan lebih besar seperti kawasan komersial, rumah susun, hingga pemukiman dengan pelayanan mulai dari 50 hingga lebih dari 20 ribu jiwa.

6. Dinas SDA telah membangun SPALD-T skala permukiman

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung cek pemasangan tangki septic biopal di Cideng, Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Sebetulnya, Pemprov DKI bersama pemerintah pusat juga tengah menggarap proyek strategis Jakarta Sewerage Development Project (JSDP) melalui pekerjaan Jakarta Sewerage System (JSS). Proyek yang dilaksanakan Dinas SDA dan Kementerian Pekerjaan Umum ini ditargetkan rampung pada tahun 2050.

“Harapannya, seluruh pengolahan air limbah di Jakarta sudah menjadi sistem jaringan perpipaan yang terpusat,” kata Robby.

Namun, sambil menunggu penyelesaian JSDP, solusi sementara dilakukan Dinas SDA melalui pembangunan SPALD-S dan SPALD-T skala permukiman.

SPALD-Setempat diwujudkan dalam bentuk septic tank untuk tiap rumah atau kelompok kecil (2-10 rumah). Program ini dilaksanakan bersama PD PAL Jaya, dengan pembagian tugas sebagai berikut:

“Dinas SDA membangun tangki septik komunal dan mempromosikan sanitasi yang layak kepada masyarakat. PD PAL Jaya rehabilitasi dan penyedotan tangki septik” katanya.

Sementara, SPALD-T skala permukiman dibangun untuk melayani 11-100 rumah tangga melalui jaringan perpipaan yang dikelola Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), baik oleh Dinas SDA maupun PD PAL Jaya.

Dinas SDA telah membangun SPALD-T skala permukiman di sejumlah lokasi, yaitu:

Jakarta Timur: 10 unit

Jakarta Barat: 4 unit

Jakarta Utara: 9 unit

Jakarta Pusat: 3 unit

Jakarta Selatan: 4 unit

Kepulauan Seribu: 24 unit

Salah satu SPALD-T yang sudah beroperasi berada di dekat Waduk Rambutan, Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Fasilitas ini melayani sekitar 200 sambungan rumah.

Tak hanya itu, Dinas SDA juga memberikan subsidi untuk revitalisasi septic tank rumah tangga.

Pada periode 2020-2022, telah dilaksanakan program subsidi revitalisasi tangki septik tumah tangga di 3.693 titik. Sementara pada tahun 2023, dilakukan rehabilitasi MCK dan/atau tangki septik komunal di 55 titik.

“Titik lokasi pelaksanaan program-program tersebut tersebar di lima wilayah kota administrasi Jakarta yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat terhadap akses sanitasi,” kata Robby.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
Dini Suciatiningrum
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us