Wamenkumham: KUHP Perjalanan Panjang 60 Tahun, Bukan Turun dari Langit

Perumusan KUHP yang baru juga libatkan publik

Malang, IDN Times - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, menerangkan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang tengah digarap saat ini, bukanlah sesuatu yang berasal dari lorong gelap dengan proses tersembunyi.

"KUHP nasional merupakan perjalanan panjang kurang lebih 60 tahun. Jadi, ini bukan sesuatu yang secara tiba-tiba turun dari langit, tetapi memakan waktu yang cukup lama," ujarnya dalam acara Kumham Goes To Campus, di Universitas Brawijaya (UNIBRAW) Malang, Kamis (25/5/2023).

Baca Juga: Wamenkumham Sebut KUHP Baru Atur Pidana di Bawah 5 Tahun Tak Dipenjara

1. Tidak semua masukan publik dirumuskan dalam KUHP

Wamenkumham: KUHP Perjalanan Panjang 60 Tahun, Bukan Turun dari LangitSejumlah pengendara motor melintasi mural kritik sosial "Tolak RUU KUHP" di Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (29/9/2019). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Eddy menepis anggapan bahwa pemerintah dan DPR tidak melibatkan publik dalam perumusan KUHP nasional. Namun, kata dia, tidak mungkin semua masukan publik tersebut dapat diakomodir dalam rumusan KUHP baru itu.

"Celakanya, antara publik yang satu dengan publik yang lain itu berbeda sehingga kami harus mencari win-win solution. Bahkan, ketika KUHP itu selesai dibuat, kami masih belum yakin apakah ini isinya sudah benar atau belum? Kami meminta approve reader yang tidak membuat dan untuk kembali menelaah KUHP itu," terangnya.

Baca Juga: Wamenkumham: Yang Buat Lapas Over Kapasitas itu Hakim, Jaksa, Polisi

2. Perumusan KUHP melalui perdebatan panjang

Wamenkumham: KUHP Perjalanan Panjang 60 Tahun, Bukan Turun dari LangitWakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam acara Kumham Goes To Campus di Universitas Brawijaya Malang, Kamis (25/5/2023). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Menurut Eddy, perumusan KUHP itu juga melalui perdebatan panjang antara tim ahli saat merumuskan pasal-pasal dalam KUHP yang akan diimplementasikan pada 2026 mendatang.

"Perdebatan itu pasti ada, ya, pasti! Jangankan antara masyarakat, pemerintah dan DPR, antara kami saja tim ahli, itu kelahian (berkelahi) untuk merumuskan satu pasal. Tetapi ketika itu menjadi keputusan bersama, ya, kami harus taat," katanya.

Baca Juga: Wamenkumham Sebut KUHP Baru Atur Pidana di Bawah 5 Tahun Tak Dipenjara

3. Hukum pidana jadi sarana balas dendam

Wamenkumham: KUHP Perjalanan Panjang 60 Tahun, Bukan Turun dari LangitIlustrasi Pelaku Pidana (IDN Times/Mardya Shakti)

Eddy mengatakan, perubahan paradigma dalam KUHP nasional harus secara gencar  disosialisasikan agar bisa mengubah mindset. Tidak saja bagi aparat penegak hukum tetapi seluruh masyarakat Indonesia. 

"Jadi memang tidak mudah kita mengubah paradigma masyarakat, aparat penegak hukum. Termasuk kita semua yang selama ini selalu menggunakan hukum pidana itu sebagai jenis sarana balas dendam," katanya.

4. Hukum pidana tidak peduli dengan korban

Wamenkumham: KUHP Perjalanan Panjang 60 Tahun, Bukan Turun dari LangitIlustrasi persidangan (IDN Times/Galih Persiana)

Eddy mengatakan, nantinya KUHP nasional ini tidak lagi menitikberatkan pada keadilan keadilan retributif, tetapi keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. 

"Hukum pidana itu kan tidak peduli dengan korban, yang dia tahu adalah pelaku dihukum seberatnya, selesai. Dia tidak mau tahu dengan penderitaan korban, maka lahirlah keadilan restoratif bahwa korban itu harus dipulihkan. Tidak hanya dipulihkan, tetapi juga diperbaiki. Nah, perubahan paradigma ini kita ketinggalan kurang lebih 40 tahun. Penjara-penjara di Eropa Barat itu sudah kosong karena dia sudah menerapkan alternatif modifikasi pidana," bebernya.

Baca Juga: Wamenkumham Klaim KUHP Bisa Atasi Masalah Over Kapasitas di Lapas

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya