DKPP Ungkap Ada Aduan Penyelenggara Pemilu Kawin Siri

- DKPP RI mengungkap aduan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu terkait perkawinan siri dan pelecehan seksual.
- Perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terkait pelecehan seksual sudah ditangani dan diputuskan dalam persidangan dengan sanksi berat.
- Selama periode tahun 2024, DKPP mencatat 12 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terkait pelecehan seksual yang biasanya dilakukan oleh pria terhadap perempuan.
Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Ratna Dewi Pettalolo mengungkap adanya aduan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait perkawinan siri.
Selain itu, ada pula pelecehan seksual terkait adanya relasi kuasa. Di mana oknum penyelenggara pemilu memanfaatkan posisi jabatan untuk memperdaya bawahannya.
"Ada karena relasi kuasa antara pimpinan dengan Bawahannya. Kemudian ada juga dalam bentuk perkawinan siri," kata Dewi dalam konferensi pers di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
1. Perkara sudah ditangani

Dewi memastikan, perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terkait pelecehan seksual itu sudah ditangani dan diputuskan dalam persidangan.
Kebanyakan sanksi yang diberikan termasuk kategori sedang dan berat. Misalnya, berupa pemberhentian.
"Ya itu yang sudah kami periksa beberapa perkara yang sudah kami putuskan, bahkan ada dan pada umumnya sanksi yang kami berikan itu ada pemberhentian tetap, kemudian ada pemberhentian dari jabatan. pada umumnya sanksi masuk pada kategori sedang dan berat. Hampir tidak ada perbuatan pelecehan seksual yang diberi sanksi ringan dalam bentuk peringatan keras," tegasnya.
2. Ada 12 perkara terkait pelecehan seksual di tahun 2024

DKPP mencatat, selama periode tahun 2024, terdapat 12 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu terkait pelecehan seksual.
Dewi mengatakan, pelecehan seksual tersebut biasa dilakukan oleh pria terhadap perempuan.
"Nanti kami pastikan Data terbarunya. Tetapi sepanjang pemeriksaan DKPP sampai dengan tahun 2024 itu, sudah ada 12 perkara yang kami periksa dan kami putus. Nah di tahun 2025 kalau saya tidak salah ingat kurang lebih ada 3 atau 4 perkara," jelas Dewi.
3. Setiap tahun selalu ada aduan terkait pelecehan seksual

Lebih lanjut, Dewi menegaskan, setiap tahunnya selalu ada aduan yang berkaitan dengan pelecehan seksual yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu.
"Jadi memang di setiap periode pergantian tahun selalu ada saja pengaduan terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dalam bentuk pelecehan seksual yang dilakukan," imbuh dia.