Eks Penyidik KPK: Setnov Bebas karena PP 99 Tahun 2012 Dicabut MA

- Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyoroti bebasnya Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin karena dicabutnya PP 99 Tahun 2012 terhadap UU Nomor 12 Tahun 1995.
- MA mengabulkan judicial review atas PP No 99 Tahun 2012 terhadap UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sehingga aturan pemberian remisi pada narapidana tindak pidana korupsi akan mengacu pada PP Nomor 32 Tahun 1999.
- Setnov dijatuhi hukuman penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, namun hukumannya dikurangi menjadi 12,5 tahun penjara dengan membayar denda
Jakarta, IDN Times - Eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyoroti bebasnya koruptor kasus e-KTP Setya Novanto (Setnov) dari Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/8/2025).
Yudi menyebut, bebas bersyaratnya Setya Novanto dampak dari dicabutnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan oleh Mahkamah Agung (MA).
"Akibat PP 99 Tahun 2012 yang dicabut MA, akibatnya para napi korupsi yang bukan justice collaborator akhirnya bisa juga mendapatkan remisi, termasuk pembebasan bersyarat. Dulu kan hanya mereka yang menjadi JC dan itu pun syarat formilnya harus ada, surat keterangan dari penegak hukum yang menangani kasusnya, KPK, polisi atau jaksa," kata Yudi kepada IDN Times, Senin (18/8/2025).
"Kemudian diamini oleh pengadilan dengan syarat untuk menjadi JC itu kan bukan pelaku utama, kemudian membongkar kasus besar, mengembalikan kerugian keuangan negara," tambahnya.
1. Hakim Tipikor harus memperberat vonis koruptor

Bebasnya Setnov juga tidak lepas dari putusan MA yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK). Dengan putusan itu, vonis 15 tahun terhadap Setnov disunat MA menjadi 12 tahun enam bulan.
Menanggapi itu, Yudi mengingatkan para hakim di Pengadilan Tipikor untuk memperhatikan dan tegas memberikan vonis berat kepada koruptor.
"Harusnya ada kesadaran dari para hakim tipikor dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, hingga hakim PK bahwa kasus yang mereka tangani adalah kasus korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga ketika ada pengurangan hukuman, atau vonis yang ringan, tentu harusnya menjadi beban moral bagi mereka," ujar dia.
2. MA cabut PP 99 Tahun 2019

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 terhadap Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
MA menilai aturan itu tak berlaku karena tidak sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 1995 yang menjadi aturan induknya.
PP No 99 Tahun 2012 diketahui merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan pencabutan ini, maka aturan pemberian remisi pada narapidana tindak pidana korupsi akan mengacu pada PP Nomor 32 Tahun 1999, di mana aturan pemberian remisi tidak mengenal pengelompokan pada narapidana tindak pidana khusus yaitu tindak pidana korupsi, terorisme dan narkoba.
Sebelumnya, melalui PP No 99 Tahun 2012, pemerintah memberikan syarat remisi khusus pada narapidana korupsi, teroris dan narkoba sebagai berikut:
1. Narapidana berstatus sebagai justice collaborator
2. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti.
3. Berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan.
4. Diberikan pada narapidana dengan pidana paling singkat 5 tahun.
5. Untuk narapidana terorisme harus telah mengikuti program deradikalisasi dan berikrar setia pada NKRI.
Jika mengacu pada PP No 32 Tahun 1999 maka remisi akan diberikan pada narapidana tindak pidana apapun.
Berdasarkan Pasal 34 PP No 32 Tahun 1999 syarat pemberian remisi adalah sebagai berikut:
1. Berkelakuan baik saat menjalani masa pidana
2. Selama menjalani pidana berjasa untuk negara
3. Melakukan perbuatan bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan
4. Melakukan perbuatan yang membantu Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
3. Setnov bebas sebelum 17 Agustus

Setnov dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan pada April 2018. Ia dinilai terbukti korupsi dalam proyek pengadaan KTP Elektronik.
Setnov disebut menerima 7,3 juta dolar Amerika Serikat dan sebuah jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar Amerika Serikat.
Dia kemudian mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung, kemudian dikabulkan. Hukuman penjara eks Ketua Umum Partai Golkar itu pun dikurangi dari 15 menjadi 12,5 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Novanto dihukum membayar denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta uang pengganti 7,3 juta dolar Amerika Serikat dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke Penyidik KPK. Sisa uang pengganti Rp49.052.289.803 subsider dua tahun penjara.
Selain itu, Hal Setnov menduduki jabatan publik juga dipangkas dari lima tahun menjadi dua tahun dan enam bulan. Hal ini berlaku setelah ia selesai menjalani masa pidana.
Novanto total sudah mendapatkan remisi selama 28 bulan 15 hari. Meski sudah bebas bersyarat, Novanto tetap musti wajib lapor ke Badan Pemasyarakatan hingga bebas murni pada 2029.