Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gerindra Pastikan Tak akan Ada Prajurit TNI Aktif Di Luar 15 Instansi

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Aprilio Akbar)
Intinya sih...
  • Partai Gerindra menegaskan prajurit TNI tak boleh bertugas di luar 14 instansi sipil yang diatur dalam UU TNI baru.
  • Instansi sipil yang dimasukkan ke dalam revisi UU TNI memberikan payung hukum bagi prajurit TNI aktif yang sudah bekerja di sana.
  • UU baru TNI memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dengan menambah dua tugas, yaitu menghadapi ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri.

Jakarta, IDN Times - Partai Gerindra memastikan tidak akan ada prajurit TNI aktif yang bertugas di luar dari 14 instansi sipil yang diatur di dalam Undang-Undang baru TNI. Bila masih ditemukan ada prajurit TNI aktif yang menjabat di luar 15 instansi sipil, maka mereka wajib pensiun dini dari TNI. 

"Selain 14 K/L yang diatur di dalam revisi Undang-Undang TNI, tidak ada penempatan prajurit aktif di manapun, termasuk di BUMN. Jika ada prajurit aktif yang bergabung di luar dari 14 K/L yang telah ditentukan, mereka wajib pensiun," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR, Budisatrio Djiwandono, dalam keterangan tertulis, Minggu (23/3/2025). 

Ia tak menampik bila instansi sipil yang dimasukan ke dalam revisi UU TNI memberikan payung hukum bagi prajurit TNI aktif yang sudah bekerja di instansi sipil tersebut. Dua di antaranya, Letnan Kolonel Teddy Indra Wijaya yang menjabat sebagai Sekretaris Kabinet dan Mayjen Ariyo Windutomo yang mengisi posisi Kepala Sekretariat Presiden. Keduanya merupakan prajurit TNI aktif, tetapi sudah duduk di jabatan tersebut sebelum revisi UU TNI disahkan. 

"Selama ini prajurit TNI aktif sudah ada di K/L tersebut, namun tanpa regulasi yang mengaturnya di tingkat undang-undang. Revisi ini memastikan tugas-tugas kritis pertahanan berjalan lebih efektif dan profesional," kata keponakan Prabowo itu. 

1. Penambahan instansi sipil diklaim punya kaitan dengan sektor pertahanan

Deretan 14 instansi sipil yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Budi menegaskan, penambahan instansi sipil yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif ada kaitannya dengan sektor pertahanan dan keamanan nasional. Ia memberikan contoh prajurit TNI aktif yang sudah bertugas di Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

"Mereka berperan di dalam pengamanan maritim, termasuk pemberantasan penyelundupan, illegal fishing, maupun kejahatan transnasional. Sehingga, wajar bila ada prajurit TNI yang ikut berperan," kata Budi. 

Begitu pula dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan). Kedua instansi itu membutuhkan kesiapsiagaan militer dalam menangani bencana dan menjaga stabilitas perbatasan. 

"Sementara, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) membutuhkan personel dengan pengalaman militer untuk menangani ancaman terorisme yang semakin kompleks," tutur dia. 

Sedangkan, Kejaksaan Agung memerlukan unsur militer, kata Budi, untuk menangani perkara pidana militer melalui posisi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil). "Dalam situasi darurat, kehadiran prajurit TNI sangat penting untuk respons cepat dan efektif. Ini bukan militerisasi tetapi penguatan sinergi dalam menghadapi ancaman pertahanan nasional," katanya. 

2. Operasi militer selain perang diklaim tetap membutuhkan persetujuan DPR

Ilustrasi gedung parlemen. (IDN Times/Kevin Handoko)

Budi juga mengakui, di dalam UU baru TNI memperluas cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Di dalam UU TNI lama terdapat 14 OMSP. Sedangkan, di dalam UU baru bertambah menjadi 16 OMSP. 

"Dua tugas yang ditambah yaitu menghadapi ancaman siber dan perlindungan WNI di luar negeri. TNI kini memiliki peran dalam membantu pemerintah menanggulangi serangan siber yang akan fokus pada pertahanan terhadap ancaman digital," ujar Budi. 

"Sedangkan, TNI juga diberi mandat untuk melindungi dan menyelamatkan WNI serta kepentingan nasional di luar negeri, terutama dalam situasi darurat atau konflik bersenjata," imbuhnya. 

Ia juga menambahkan OMSP yang melibatkan pertempuran seperti penanganan separatisme harus diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan tetap wajib dilaporkan ke DPR sebelum dilaksanakan. "Bila DPR tidak menyetujui, maka operasi tersebut harus dihentikan," katanya. 

3. PBHI sebut akan ada ribuan prajurit TNI yang terpaksa pensiun dini

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Sementara, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Gina Sabrina mengatakan, konsekuensi dari pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang, yakni akan ada ribuan prajurit TNI aktif yang mundur sebagai tentara. Berdasarkan data Badan Pembinaan Hukum TNI pada 2023, tercatat ada 2.569 prajurit TNI aktif yang duduk di jabatan sipil.

Ia mengakui data itu tidak mengidentifikasi berapa banyak prajurit TNI aktif yang bertugas di 14 instansi sipil yang diakomodir di dalam revisi UU TNI.

"Yang bisa kami pastikan adalah banyak prajurit TNI aktif yang bertugas di luar K/L itu. Pada praktiknya di lapangan banyak prajurit TNI aktif yang ditugaskan di luar dari 14 K/L tersebut," ujar Gina ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada 20 Maret 2025 lalu. 

Ia pun menantang apakah TNI langsung berani menerapkan konsekuensi dari pengesahan RUU tersebut.

"Konsekuensinya ketika RUU ini disahkan adalah 2.569 prajurit TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan sipil harus mundur seketika. Jangan hanya mau diluaskan (pengerahannya) tapi tak mau tunduk kepada UU TNI pasal 47 ayat (2)," tutur dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us