Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September 

Nama mereka diabadikan sebagai nama jalan

Jakarta, IDN Times - Pada peringatan 30 September hari ini, mari mengenang kisahgugurnya tujuh perwira TNI Angkatan Darat dalam peristiwa 55 tahun lalu tersebut. Tujuh perwira tersebut yakni Jenderal TNI Achmad Yani, Letjen R Suprapto, Letjen S Parman, Letjen MT Haryono, Letjen DI Panjaitan, Mayjen Soetojo Siswomihardjo, dan Kapten Pierre Andries Tendean.

Ketujuh jenderal tersebut dibunuh dan dibuang ke dalam sebuah lubang di kawasan Jakarta Timur. Kini, tempat ditemukannya ketujuh pahlawan tersebut telah menjadi bagian dari Monumen Pancasila Sakti, tempat untuk mengenang peristiwa kelam itu.

Berikut 7 biografi pahlawan revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September.

1. Jenderal Ahmad Yani

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok Ahmad Yani (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Jenderal TNI Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922. Pada 1962, ia diangkat Presiden Sukarno menjadi Panglima Angkatan Darat keenam, menggantikan Abdul Haris Nasution.

Pria yang wafat dalam usia 43 tahun ini sempat ke Amerika Serikat untuk menempuh pendidikan di Kansas. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Ahmad Yani memiliki kemampuan mengenai operasi gabungan yang pertama kali dipraktikan dalam menumpas Permesta di Sumatra Barat dalam Operasi 17 Agustus.

Pada 1 Oktober 1965, Ahmad Yani diculik dan dibunuh hingga jenazahnya dibawa ke Lubang Buaya. Usai jenazahnya ditemukan, pada 5 Oktober 1965, Ahmad Yani dianugerahi Pahlawan Revolusi dan pangkatnya dinaikkan menjadi Anumerta. Kini, namanya diabadikan sebagai sejumlah nama jalan di berbagai daerah di Indonesia.

2. Letjen Suprapto

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok Letjend R. Soeprapto (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Letjen R Soeprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1920. Pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia, ia sempat ditawan dan dimasukkan ke dalam penjara, namun berhasil kabur. Menjelang wafat, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatra.

Pada 1 Oktober 1965, ia diculik dan dibunuh. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, jenazahnya juga dimasukan ke dalam Lubang Buaya. Usai ditemukan, jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.

Baca Juga: Fakta-Fakta tentang Lubang Buaya, Lokasi Penyiksaan 7 Jenderal

3. Mayjen S Parman

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok S. Parman (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Mayjen S Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Semasa hidupnya, ia pernah mengenyam pendidikan di Amerika Serikat pada 1951. Ia juga pernah menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta (Desember 1945), Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya (1949), Kepala Staf G (1950), hingga Atase Militer RI di London (1959).

Menjelang wafat, S Parman menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat mayor jenderal. Ia juga gugur pada 1 Oktober 1965 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Untuk mengenang jasa S Parman, namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah.

4. MT Haryono

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok MT Haryono (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Mas Tirtodarmo (MT) Haryono merupakan pahlawan revolusi yang lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, MT Haryono mampu menguasai empat bahasa yakni Bahasa Indonesia, Inggris, Jerman, dan Belanda. Berkat kemampuan tersebut, ia sering dibutuhkan dalam perundingan dengan Belanda maupun Inggris.

Ia sempat bertugas di Belanda sebagai Atase Militer Indonesia. Namun, ia kembali ke Indonesia untuk beragam tugas hingga akhirnya pada 1964 diangkat Presiden Sukarno sebagai Deputy III Menteril Panglima Angkatan Darat.

Pada 1 September 2020, MT Haryono menjadi salah satu jenderal yang hendak diculik. Pada saat kejadian, ia disebut sempat melawan, namun tertembak. Jenazahnya kemudian juga dibawa ke Lubang Buaya, hingga jenazahnya dimakamkan di TMP Kalibata setelah ditemukan. Namanya juga diabadikan sebagai nama jalan.

Baca Juga: Kisah Heroik Pierre Tendean dalam Misi Intelijen ke Malaysia

5. D.I. Panjaitan

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok D.I. Panjaitan (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Donald Izacus (D.I) Panjaitan lahir di Sitorang, Balige pada 10 Juni 1925. Mengutip situs Pemprov DKI Jakarta, DI Panjaitan merupakan sosok yang gemar musik klasik dan penganut Protestan yang taat.

Sesudah pengakuan kedaulatan, ditunjuk sebagai Kepala Operasi di Medan dan lalu dipindahkan ke Territorium II (Sumatra Selatan). Pernah menjabat Atase Militer di Bonn (Jerman Barat) untuk selanjutnya ditugaskan lagi sebagai Deputy I KASAD dengan pangkat Kolonel.

Sewaktu menjabat Asisten IV/Men Pangad, ia mengikuti pendidikan Associate Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat selama enam bulan (Desember 1963-Juni 1964).

Ia juga gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September itu. Setelah wafat, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal Anumerta, dengan diberi gelar pahlawan revolusi, serta namanya diabadikan sebagai nama jalan.

6. Sutoyo Siswomihardjo

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok Sutoyo Siswomiharjo (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Pahlawan revolusi ini lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 23 Agustus 1922. Sebelum menjadi tentara, ia sempat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Kabupaten Purworejo, namun berhenti dengan hormat pada 1944.

Pasca-proklamasi kemerdekaan, ia masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bagian kepolisian yang berkembang jadi Corps Polisi Militer (CPM). Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Subroto yang ketika itu menjadi Komandan Polisi Tentara (PT).

Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, Sutoyo terus mengabdikan diri di lingkungan CPM usai pengakuan kedaulatan. Pada 1954, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Militer. Dua tahun kemudian ia bertugas di London sebagai Asisten Atase Militer RI untuk Inggris.

Setelah kembali ke tanah air, ia mengikuti Kursus C Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung. Kemudian ia diangkat menjadi Pejabat Sementara Inspektur Kehakiman Angkatan Darat (Irkeh AD). Berkat pengetahuan yang cukup dan pengalaman yang luas di bidang hukum, pada 1961 ia diserahi tugas sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat (Irkeh/Ojen AD).

Pada saat masih mengemban jabatan tersebut, Sutoyo juga diculik dan jenazahnya dibuang di Lubang Buaya. Sama seperti pahlawan revolusi lainnya, jenazah Sutoyo kemudian dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan, dan namanya diabadikan sebagai nama jalan.

7. Pierre Tendean

Biografi 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Gerakan 30 September Sosok Pierre Tendean (Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, h. 44/Jakarta Citra Lamtoro Gung Persada, 1986)

Pierre Andries Tendean merupakan Anggota TNI Angkatan Darat berpangkat Kapten, yang lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Ia merupakan ajudan Menko Hankam Jenderal AH Nasution yang berhasil lolos dari penculikan pada gerakan 30 September.

Pierre diculik dan ditembak mati di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pria 26 tahun itu dimakamkan di TMP Kalibata, dianugerahi penghargaan Satya Lencana Saptamarga, dan namanya diabadikan sebagai nama jalan.

Itulah Biografi 7 pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan 30 September.

Baca Juga: Kisah Asmara Pahlawan Revolusi Pierre Tendean yang Berakhir Tragis

Topik:

  • Rochmanudin
  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin
  • Bayu Aditya Suryanto
  • Bella Manoban
  • Retno Rahayu

Berita Terkini Lainnya