Gugat ke MK, Partai Buruh Minta Parliamentary Threshold Dihapus

- Partai Buruh akan menggugat UU Pemilu terkait syarat ambang batas parlemen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
- Pihak Partai Buruh ingin agar MK menghapus parliamentary threshold dari 4% suara sah nasional menjadi nol persen atau diberlakukan di tingkat daerah pemilihan.
- MK sebelumnya menyatakan ambang batas parlemen konstitusional untuk Pemilu DPR 2024, bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan seterusnya.
Jakarta, IDN Times - Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin menuturkan, pihaknya akan menggugat UU Pemilu mengenai syarat ambang batas partai politik lolos parlemen (parliamentary threshold) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Said menyebut, Partai Buruh sebenarnya punya dua isu krusial mengenai pemilu yang akan diperjuangkan melalui gugatan ke MK, yakni terkait syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dan parliamentary threshold.
Namun, presidenstial threshold sudah dihapus MK melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024.
"Oleh sebab itu, Partai Buruh akan mengajukan judicial review UU Pemilu dengan isu yang lain, yaitu terkait aturan parliamentary threshold," kata Said kepada IDN Times, Jumat (3/1/2025).
1. Partai Buruh parliamentary threshold minta dihapus atau hanya diberlakukan di dapil

Said menjelaskan, pihaknya menginginkan agar MK menghapus parlementary threshold dari yang semula empat persen suara sah nasional, menjadi nol persen.
Opsi lainnya, Partai Buruh menginginkan agar PT diperlakukan di tingkat daerah pemilihan (dapil), bukan nasional.
"Kami minta kepada MK untuk juga dihapus menjadi 0 persen atau sekurang-kurangnya PT diberlakukan di daerah pemilihan (dapil), dan bukan lagi dihitung berdasarkan perolehan suara sah secara nasional," kata dia.
2. MK sempat putuskan aturan parliamentary empat persen konstitusional bersyarat

Sebelumnya, MK sempat menyatakan ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold empat persen suara sah nasional dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Untuk itu, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 serta pemilu berikutnya.
Demikian tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023. Putusan dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.
3. Alasan Perludem gugat parliamentary threshold ke MK

Adapun, Perludem sebagai Pemohon mempersoalkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu sepanjang frasa “paling sedikit empat persen dari jumlah suara sah secara nasional”.
Selengkapnya, Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”
Perludem menganggap hubungan ambang batas parlemen dengan sistem pemilu proporsional. Mereka berargumen, ambang batas parlemen ini adalah salah satu variabel penting dari sistem pemilu yang akan berdampak langsung kepada proses konversi suara menjadi kursi.
Menurut Perludem, ketentuan ambang batas parlemen ini tidak boleh tidak dikaitkan dengan ketentuan di dalam Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang mengatur bahwa pemilu untuk memilih anggota DPR baik provinsi maupun kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Perludem mengaitkan ketentuan ambang batas parlemen ini dengan tidak konsistennya atau menimbulkan ketidakpastian antara ketentuan ambang batas parlemen yang 4 persen dan berakibat tidak terwujudnya sistem pemilu yang proporsional karena hasil pemilunya tidak proporsional.