Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu Pertiwi

Salah satu kebijakan Jokowi di bidang energi

Jakarta, IDN Times - Debat kedua Pilpres 2019 yang akan berlangsung besok, Minggu 17 Februari, mengusung tema kebijakan di bidang energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur. Salah satu kebijakan di bidang energi yang diprediksi akan muncul dalam pembahasan debat adalah tentang pengambilalihan dua situs penghasil minyak dan gas bumi yang selama puluhan tahun dikelola pihak asing.

Blok Mahakam di Kalimantan Timur dan Blok Rokan Riau ialah dua penghasil minyak yang kini dikelola oleh Pertamina. Kembalinya dua sumber energi minyak dan gas (migas) ini ke dalam pengelolaan dalam negeri pada era pemerintahan Presiden Joko 'Jokowi' Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menjadi sorotan publik.

Seperti apa kronologi alih-kelola dua blok migas tersebut dan bagaimana dampaknya terhadap kenaikan cadangan energi nasional? Pada tulisan pertama, IDN Times menyoroti fakta-fakta seputar Blok Rokan. Sedagkan kali, ini giliran Blok Mahakam yang akan dikupas oleh jurnalis IDN Times Helmi Shemi dan Teatrika Handiko Putri.

1. Kronologi dan Sejarah Blok Mahakam hingga dikuasai Pertamina

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Sejarah panjang kontrak pengelolaan Blok Mahakam dimulai beberapa pekan setelah Presiden Soeharto dilantik menggantikan Soekarno. Lewat kontrak kerja sama pada 6 Maret 1967, Total--perusahaan migas asal Perancis, dan Inpex dari Jepang, masing-masing memiliki 50 persen hak kelola Blok Mahakam selama masa 30 tahun.

Eksplorasi Blok Mahakam dimulai dengan mengebor sumur di Lapangan Bekapai pada 1969. Selama dua tahun operator mengebor enam sumur, mereka tak kunjung berhasil menemukan minyak. Saat mengebor sumur ketujuh, barulah operator menemukan migas.

Produksi migas dimulai dari Bekapai pada 1974. Sejak keberhasilan eksplorasi pertama, minyak dan gas berturut-turut ditemukan di tujuh lapangan lain yakni Handil pada 1974, Tambora (1974), Tunu (1977), Peciko (1983), Sisi (1986), Nubi (1992), dan South Mahakam (1996).

Setelah masa kerja sama 30 tahun hampir berakhir, Total dan Inpex meminta perpanjangan kontrak pengelolaan. Permintaan ini disetujui pemerintahan Soeharto pada 11 Januari 1997, dengan menambah masa kontrak 20 tahun yang berakhir pada 31 Desember 2017.

Pada awal 2008, Total E&P Indonesie kembali mengajukan perpanjangan kontrak sebagai operator kepada Kementerian ESDM dan BP Migas (sekarang SKK Migas). Alasannya, Total memiliki kontrak memasok gas untuk Western Buyers dari Jepang yang baru berakhir pada 2020 atau tiga tahun setelah kontrak kerja sama Mahakam berakhir.

Satu tahun kemudian, Pertamina mengajukan minat untuk ikut mengelola Blok Mahakam setelah berakhirnya kontrak Total dan Inpex pada 2017. Di saat yang sama, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur juga menyampaikan minat ikut mengelola blok itu.

Menjawab berbagai permintaan tersebut, dibuat Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani oleh Ditjen Migas, BPMIGAS, Pertamina, Total dan Inpex pada 26 Maret 2010. LOI tersebut berisi penegasan pemerintah berwenang menentukan pengelola baru Blok Mahakam. Pemerintah juga menjamin kelangsungan dan kepastian pasokan gas untuk Western Buyers oleh siapa pun pengelola Blok Mahakam setelah 2017.

Pada masa Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah menolak permohonan perpanjangan kontrak Total dan Inpex di Blok Mahakam. Menteri ESDM ketika itu, Sudirman Said, menerbitkan Surat Nomor:2793/13/MEM.M/2015 tanggal 14 April 2015 perihal Pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Mahakam Pasca 2017. Isi surat menyatakan kontrak kerja sama dengan kontraktor Total dan Inpex tidak diperpanjang dan Pertamina ditunjuk sebagai pengelola baru Blok Mahakam.

Selain itu, Pertamina mendapat kesempatan menjalani masa transisi selama satu tahun sebelum resmi mengelola Blok Mahakam tahun 2018. Tahun 2017, Pertamina sudah mengucurkan investasi untuk membiayai pengeboran sejumlah sumur yang dilakukan Total. Tujuannya agar produksi blok tersebut tidak menurun setelah bergantinya operator dari Total kepada Pertamina.

Pergantian tahun 2018, PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Hulu Mahakam berhasil menguasai Blok Mahakam setelah a 50 tahun terakhir dikelola oleh perusahaan migas asing: Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.

Tepatnya 1 Januari 2018 pukul 00.00 WITA di Balikpapan, perwakilan pemerintah yakni Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, menyerahkan blok Mahakam kepada Pertamina yang diwakili oleh Direktur Hulu Syamsu Alam.

2. Potensi migas Blok Mahakam dan keuntungan bagi Pertamina

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Blok Mahakam memang wajar menjadi rebutan banyak pihak. Selama mengoperasikan blok itu, Total dan Inpex diperkirakan telah menyedot 19,7 triliun kaki kubik gas dan 1,1 triliun barrel minyak. Berdasarkan perkiraan, Blok Mahakam kini masih menyisakan cadangangan 57 juta barel minyak (Million Barel Oil/MMBO), 45 juta barel kondensat, dan 4,9  triliun standar kaki kubik (Triliun Standard Cubic Feet/TSCF).

Mahakam menghasilkan gas terbanyak dengan pencapaian di semester I/2017 sebanyak 1.504 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 20% dari total produksi nasional. Sementara realisasi produksi minyak di semester pertama 2017 sebanyak 55 ribu barel minyak per hari, yang berada di urutan keempat dari daftar produsen minyak nasional.

Dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan Mahakam memproduksi gas 1.100 juta kaki kubik per hari gas dan minyak sebesar 48.000 barel per hari. SKK Migas menetapkan aset Blok Mahakam per 31 Desember 2017 sebesar Rp 122 triliun (US$ 9,43 miliar).

Dari Blok Mahakam, Pertamina diperkirakan akan kan mendapatkan kontribusi produksi dari blok tersebut sekitar 34 persen dari total produksi migas secara nasional. Blok ini akan dikelola Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). Hasil produksinya melampaui produksi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Chevron Pasific Indonesia dan ExxonMobil Oil Indonesia.

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam mengatakan, pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Mahakam sebagai produsen gas bumi terbesar di Indonesia dan menyumbang sekitar 13 persen produksi gas nasional, tidak dapat dilepas dari usaha keras operator sebelumnya.

"SKK Migas, Pertamina Hulu Mahakam, dan TEPI telah bekerjasama untuk proses alih kelola yang lancar sehingga terlaksananya kesinambungan operasi dan produksi migas dari Blok Mahakam," papar Amien.

3. Menjaga potensi produksi Blok Mahakam dengan menggandeng Total

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiIDN Times/Sukma Shakti

Bagaimana menjaga potensi produksi Mahakam? Pemerintah memberikan kesempatan Pertamina untuk menggandeng kembali Total dan Inpex dengan porsi hak kelola maksimal 30 persen. Sedangkan BUMD yang didirikan pemerintah daerah mendapatkan 10 persen. Pengalihan hak kelola kepada kontraktor eksisting dilakukan secara business to business.

Untuk ikut mengelola blok itu, Total pernah meminta sejumlah insentif, namun ditolak oleh pemerintah. Misalnya, insentif investment credit 17 persen melalui pengembalian biaya operasi (cost recovery), dan percepatan depresiasi menjadi dua tahun dari normalnya lima tahun.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan lalu menyodorkan tawaran baru agar Total tetap mau terlibat mengelola Blok Mahakam. Tawaran itu adalah memperbesar porsi hak kelola Total dan Inpex menjadi 39 persen. Dengan begitu, Pertamina masih memiliki mayoritas hak kelola yaitu sebesar 51 persen dan sisanya 10 persen oleh pemerintah daerah Kalimantan Timur.

Namun, hingga masa kontrak Total dan Inpex berakhir, kesepakatan itu tak kunjung terwujud. Di sisi lain, Pertamina berupaya meyakinkan berbagai pihak, khususnya pemerintah, mengenai kesiapan mereka menjaga produksi Blok Mahakam.

Baca Juga: Dituduh Antek Asing, Jokowi Sebut Blok Mahakam dan Freeport

4. Pertamina usaha sendiri kelola Blok Mahakam, bagaimana caranya?

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiIDN Times/Sukma Shakti

Beberapa persiapan dan strategi telah dilakukan dalam peralihan pengelolaan dari Total E&P. Direktur Utama Pertamina Hulu Indonesia Bambang Manumayoso menyatakan, pihaknya siap menambah sumur pengembangan dari 55 sumur menjadi 65 sumur.

"Serta menyiapkan biaya investasi hingga US$ 700 juta dan biaya operasional sebesar US$ 1 miliar," kata Bambang dalam keterangan resmi dari Balikpapan, Rabu (27/12).

Pertamina telah menekan biaya pengeboran sumur hingga lebih efisien 23 persen terhadap rencana anggaran, catatan waktu pengeboran lebih cepat hingga 25 persen, potensi penambangan cadangan hingga 120 persen, dan penambahan ketebalan reservoir sebesar 115 persen.

Pertamina juga memperoleh pelaksanaan mirroring contract atas persetujuan SKK Migas untuk percepatan kontrak dengan pihak ketiga penunjang Blok Mahakam senilai US$ 1,2 miliar. Bambang juga mengatakan, untuk mengelola blok, PHI ini telah melakukan berbagai strategi dan persiapan supaya produksi migas di Blok Mahakam tetap terjaga.

"Persiapan dan strategi tersebut juga dilakukan dengan senantiasa mengedepankan aspek QHSSE (quality, health, safety, security, and environment), menjaga dan meningkatkan produksi untuk ketahanan energi nasional, mengembangkan SDM yang ada dan meningkatkan pemanfaatan inovasi teknologi yang semuanya bermuara pada penguatan bisnis sektor hulu," kata Bambang lewat keterangannya, Jumat (29/12/2017).

Persiapan yang sudah dilakukan Pertamina seperti transfer pekerja Total E&P Indonesia dan pengeboran 14 unit sumur dari program 15 sumur pada 2017. Pada awal tahun ini, PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) menargetkan akan melakukan paling tidak 100 pengeboran sumur di Blok Mahakam untuk tahun ini. Tujuannya untuk meningkatkan produksi di blok tersebut.

"Kami sudah ajukan 100 pengeboran sumur, tapi pemerintah minta ditambah lagi jadi 120, artinya kami ditantang untuk mencapai itu," ujar Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Indonesia Bambang Manumayoso kepada media saat dijumpai di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (17/1).

Bambang mengatakan, pengeboran tersebut sudah dimulai sejak Januari ini, dan sudah ada lima rig yang beroperasi dalam pengeboran tersebut. Total investasi untuk blok Mahakam di 2019 ini juga naik dibanding tahun lalu, yakni dari US$ 400 juta ke US$ 800 juta atau setara Rp 11,2 triliun.

5. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk ‘merebut’ Blok Mahakam

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiIDN Times/Margith Damanik

Pertamina harus merogoh kocek US$ 1,8 Miliar untuk mengelola Blok Mahakam. Dana US$ 1,8 miliar itu digunakan untuk investasi US$ 700 juta dan biaya operasi US$ 1-1,1 juta.

"Dari sisi investasi US$ 700 juta dan anggaran biaya operasi (ABO) US$ 1-1,1 juta," kata Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia Bambang Manumayoso dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2017).

Di tahun 2018, PHI akan mengebor 59 sumur, yaitu terdiri dari 44 sumur berada di area rawa, 5 sumur di lepas pantai, dan sisanya 10 sumur baru. "Totalnya 70 sumur yang dibor," kata Bambang.

6. Pro-kontra Indonesia kelola Blok Mahakam

Sebelum Rokan, Begini Cerita Blok Mahakam Kembali ke Ibu PertiwiIDN Times/ DOk. Kementerian ESDM

Dengan cadangan yang semakin menipis, banyak yang mempertanyakan pengambilalihan kelola Blok Mahakam yang justru dinilai sebagian kalangan tidak ekonomis.

Bahkan Presiden Direktur Pertamina Hulu Indonesia, anak perusahaan Pertamina yang mengelola blok ini, Bambang Manumaryoso, memperkirakan tingkat pengembalian investasi di blok ini hanya 10 persen - setengah dari rata-rata industri di atas 20 persen. Namun kritik itu dibantah juru bicara Pertamina Adiatmo.

"Kemungkinan itu adalah salah satu lapangan. Lapangannya ada banyak di situ, ada yang di selatan ada yang di utara. Dia (perhitungan tingkat pengembalian) di-bundling antara utara dan selatan, antara yang bagus dengan yang kurang bagus, hingga didapatkan internal rate of return-nya", kata Adiatmo.

Selain itu perlu dicatat adanya potensi merosotnya produksi Blok Mahakam yang dikhawatirkan oleh pemerintah. Alasannya, selain Pertamina belum pernah mengelola blok migas besar, produksi Blok Mahakam menjadi salah satu andalan lifting (produksi siap jual) migas secara nasional setiap tahun. Kontribusinya 22 persen terhadap lifting gas nasional.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat, lifting gas di Blok Mahakam mengalami penurunan.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebutkan, lifting Pertamina Hulu Energi (PHE) Mahakam, lifting gas 2018 sebesar 832 mmscfd, atau 75 persen dari target APBN 2018 yang sebesar 1.110 mmscfd dan di bawah realisasi 2017 yang sebesar 1.286 mmscfd.  Dwi menjelaskan, turunnya lifting tersebut disebabkan investasi dan masa transisi yang baru dilakukan di 2017.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar mengakui bahwa ekspor migas saat ini menurun karena anjloknya produksi dalam negeri. Salah satu Blok Migas yang mengalami penurunan produksi adalah Mahakam. Hal ini menjadi salah satu pemicu defisit neraca perdagangan RI.

"Ekspor turun iya, karena ada blok yang milik asing (Total) Mahakam jadi milik Pertamina. Kedua adanya penurunan produksi 30 ribu barel per hari," kata Arcandra, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (17/9).

Menurut Arcandra, seharusnya penurunan ekspor migas juga diikuti dengan penurunan impor migas. Namun, karena kenaikan kegiatan perekonomian yang memicu peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak ( BBM). Kondisi tersebut membuat impor BBM naik untuk memenuhi kebutuhan.

Arcandra mengungkapkan, untuk menekan impor migas, Kementerian ESDM telah mengeluarkan kebijakan kewajiban pembelian minyak bagian kontraktor oleh PT Pertamina (Persero). Adapun potensi minyak bagian kontraktor bisa dibeli Pertamina mencapai 225 ribu barel per hari (bph) sampai 235 ribu bph.

Baca Juga: Kebijakan Energi Jokowi, Blok Rokan Kembali ke Ibu Pertiwi

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya