Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hukum Acara: Pengertian, Perbedaan dan Contoh Hukum Acara

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Tahukah kamu apa itu hukum acara? Secara umum, pengertian hukum acara ketentuan hukum yang mengatur proses beracara di pengadilan mengenai penyelesaian pertikaian perkara (adjective low).

Hukum acara adalah hukum prosedur atau peraturan keadilan. Ini merupakan serangkaian aturan yang mengikat dan mengatur tata cara dijalankannya persidangan pidana, perdata, maupun tata usaha negara.

Untuk pemahaman yang lebih dalam dan lengkap mengenai hukum acara, simak penjelasan hukum acara di bawah ini beserta contoh hukum acara. 

1. Pengertian hukum acara

Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm
Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm

Hukum acara dibuat untuk menjamin adanya sebuah proses hukum yang semestinya dalam menegakkan hukum. Jadi rangkaian aturan yang mengatur tata cara mengajukan suatu perkara ke suatu badan peradilan (pengadilan), serta cara-cara hakim memberikan putusan, disebut sebagai dari pengertian hukum acara atau hukum acara adalah itu sendiri.

Hukum acara mengatur cabang-cabang hukum yang umum, seperti hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Masing-masing negara yang memiliki yurisdiksi dan kewenangan mahkamah yang beragam memiliki aturan yang berbeda-beda mengenai  hukum acara.

Umumnya, pengertian hukum acara adalah di seluruh dunia memiliki unsur-unsur yang serupa, meski memiliki aturan yang berbeda-beda. Hukum acara adalah memastikan hukum ditegakkan secara adil dan semestinya. Hukum acara mengatur tata cara pendakwaan, pembuktian, pemberitahuan, dan pengujian hukum materil demi terlaksananya hukum.

2. Hukum acara di Indonesia

Ilustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi hukum (IDN Times/Sukma Shakti)

Berikut adalah penjelasan hukum acara yang berlaku di Indonesia:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur hukum acara pidana.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mengatur hukum acara perdata.
  • Undang-Undang Peradilan Agama, yang mengatur hukum acara Peradilan Agama.
  • Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, yang mengatur hukum acara
  • Peradilan Tata Usaha Negara.
  • Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang mengatur hukum acara Mahkamah Konstitusi.

3. Perbedaan hukum acara perdata dan hukum acara pidana

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Berdasarkan fungsinya, hukum dibedakan menjadi hukum materiil dan hukum formil atau hukum acara. Hukum acara perdata yaitu hukum perdata formil, yang pada dasarnya berfungsi mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil melalui pengadilan apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum perdata materiil atau terjadi sengketa. 

Bahkan hukum acara perdata juga mengatur bagaimana tata cara memperolah hak dan kepastian hukum manakala tidak terjadi sengketa melalui pengajuan “permohonan” ke pengadilan.

Secara umum, melalui hakim di pengadilan penyusunan gugatan, pengajuan gugatan, pemeriksaan gugatan, putusan pengadilan sampai dengan eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan, hukum acara perdata mengatur proses penyelesaian perkara perdata tersebut.

Sehingga, secara garis-garis besar tahapan-tahapan peradilan perdata meliputi:

  • Pengajuan gugatan.
  • Pemeriksaan gugatan.
  • Pembuktian.
  • Putusan.
  • Upaya upaya hukum terhadap putusan.
  • Eksekusi.

4. Sumber hukum acara perdata

Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Pedoman utama pada hukum acara perdata kolonial yaitu Hukum Acara Perdata Indonesia sampai kini masih tetap berpedoman. Sumber hukum acara perdata merupakan tempat dimana dapat ditemukannya ketentuan-ketentuan hukum acara perdata.

Pengaturannya masih tersebar di dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu :

  • HIR (Het Herziene Indonesche Reglement). HIR sering diterjemahkan dengant RID (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui), S.1848 nomor 16 jo. S.1941 nomor 44, yang berlaku untuk daerah Jawa dan Madura.
  • RBg (Het Rechtsreglement Buitengewesten), S. 1927 nomor 227. RBg berlaku untuk daerah luar Jawa dan Madura.
  • Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering), S. 1847 nomor 52 dan S.1849 nomor 63. Rv lazim disebut dengan Reglemen Hukum Acara Perdata untuk Golongan Eropa.
  • BW (Kitab Undang Undang Hukum Perdata), khususnya Buku ke IV.
  • WvK (Kitab Undang Undang Hukum Dagang).
  • Berbagai Undang Undang yang berkaitan seperti:

  1. UU tentang Peradilan Ulangan / Acara Banding ( UU Nomor 20/1947).
  2. UU tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 48 / 2009).
  3. UU tentang Peradilan Umum (UU Nomor 2 / 1986, jo. UU Nomor 8 / 2004, jis. UU Nomor 49 / 2009).
  4. UU tentang Mahkamah Agung ( UU Nomor 14 / 1985, jo. UU Nomor 5 / 2004, jis UU Nomor 3 / 2009).
  5. UU tentang Advokat (UU Nomor 18 / 2003).
  6. UU tentang Perkawinan (UU Nomor 1 / 1974) dan peraturan pelaksanaannya seperti: PP Nomor 9 /1975 dan PP Nomor 10 / 1983. 
  7. UU tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (UU Nomor 37/2004).

  • Yurisprudensi.
  • Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).
  • Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
  • Perjanjian Internasional.
  • Doktrin.
  • Adat Kebiasaan.

5. Asas-asas hukum acara perdata

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Berikut adalah asas-asas hukum perdata yang berlaku di Indonesia:

  • Hakim bersifat menunggu (iudex no procedat ex officio). Asas ini dapat ditemukan pada pasal 10 ayat (1) UU No. 48 / 2009 dan pasal 142 RBg / pasal 118 HIR.
  • Pasal 142 ayat (1) RBg menentukan bahwa gugatan perdata dalam tingkat pertama yang pemeriksaannya menjadi wewenang pengadilan negeri diajukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya.
  • Hakim bersifat pasif. Pasif ini memiliki berbagai makna yaitu inisiatif, hakim wajib mengadili seluruh tuntutan, hakim mengejar kebenaran formil, dan para pihak yang bebas mengajukan atau tidak mengajukan hukum.
  • Persidangan Terbuka Untuk Umum (Openbaarheid van rechtspraak). Pasal 13 ayat (1) UU no. 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman menentukan: semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • Audi Et Alteram Partem, tercermin dalam pasal 4 ayat (1) No. 48/2009, pasal; 145 dan 157 RBg, pasal 121 dan 132 HIR.
  • Putusan harus disertai alasan.
  • Beracara dikenakan biaya.
  • Trilogi Peradilan (Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan)
  • Asas bebas dari campur tangan pihak di luar pengadilan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Aria Hamzah
3+
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us