Baleg DPR Usulkan 2 Persen APBN untuk Alokasi Penanggulangan Bencana

Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas, mengusulkan harus adanya penegasan dalam RUU Penanggulangan Bencana terkait batas minimum anggaran dalam penanggulangan bencana dari alokasi APBN.
“Dulu kita usulkan dua persen dari APBN. Dari beberapa negara yang pernah kita kunjungi yang rawan bencana seperti Cile, bisa jadi branchmark untuk susun UU Penanggulangan Bencana yang luar biasa, mereka alokasikan 1-1,5 persen dari APBN mereka. Dan itu terbukti ketika ada bencana, mereka gak gagap karena dari sisi pendanaan sudah siap karena ada cadangan,” kata Supratman dalam Rapat Pleno Baleg yang disiarkan langsung di YouTube DPR RI, Rabu (6/5).
1. UU Penanggulangan Bencana sebagai pengganti UU 24/2007

Undang-Undang baru mengenai penanggulangan bencana dimaksudkan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang berisikan pengaturan penanggulangan bencana yang lebih terencana, terkoordinasi, dan terpadu untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
“Namun juga perlu pengaturan penanggulangan bencana yang disebabkan oleh faktor non-alam dan faktor manusia sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,” kata Wakil Ketua Komisi Vlll Ace Hasan dalam rapat.
2. RUU Penanggulangan Bencana untuk memperkuat BNPB dan BPBD

Ace mengatakan, ada beberapa materi pokok yang krusial dan perlu segera dilakukan perubahan dalam Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana. Misalnya dari aspek kelembagaan, pengaturan mengenai kelembagaan yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini, dilakukan perubahan, khususnya yang terkait dengan fungsi lembaga penanggulangan bencana yang meliputi fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana.
Sedangkan perubahan pengaturan terkait dengan syarat dan tata cara pengangkatan kepala badan, penjabaran fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana serta tugas, struktur organisasi, dan tata kerja badan diatur dengan Peraturan Presiden.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas pengaturan yang memudahkan dalam melakukan perubahan yang kemungkinan akan terjadi sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan organisasi yang akan datang.
Memberikan penguatan kepada BNPB membentuk Satuan Kerja di daerah dalam rangka penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah sesuai kebutuhan dan peraturan perundang-undangan. Tujuan pembentukan Satuan Kerja BNPB di daerah untuk mempercepat penyelenggaraan penanggulangan bencana dan memperpendek birokrasi.
“Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BNPB dan BPBD diberi kemudahan akses pada saat tanggap darurat, dalam rangka mengatasi proses birokrasi,” ujarnya.
3. Komisi VIII usul alokasi penanggulangan bencana satu persen dari APBN

Kemudian dari aspek anggaran, kata Ace, adanya perubahan pengaturan mengenai pengalokasian anggaran penanggulangan bencana yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini, dengan merumuskan pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai dengan mencantumkan persentase sebesar paling sedikit 1 persen dari APBN dan APBD.
“Hal ini dimaksudkan untuk adanya mandatory spending dan untuk mendorong pemerintah daerah tidak selalu bergantung kepada pemerintah pusat. Ada pun perubahan terkait anggaran,“ ujarnya.
4. Komisi VIII usul perubahan penyelenggaraan penanggulangan bencana

Ace menjelaskan, aspek ketiga adalah Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari pra-bencana, tanggap darurat bencana, dan pasca-bencana.
Pada kenyataannya dalam Penanggulangan Bencana tahapan ‘tanggap darurat bencana’, merupakan bagian dari ‘darurat bencana’, di mana dalam darurat bencana meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi ke pemulihan.
“Oleh karena itu kami mengusulkan perubahan tahap ‘tanggap darurat bencana’ menjadi tahap ‘darurat bencana’,” ujarnya.