Menteri PPPA: Penculikan Bilqis Ungkap Lemahnya Perlindungan Anak

- Pengawasan, kedekatan pelaku dengan keluarga, pemanfaatan media sosial, dan rendahnya kewaspadaan lingkungan mempengaruhi kerentanan anak pada penculikan.
- Pola asuh yang waspada dan responsif, pendampingan anak di ruang publik, komunikasi terbuka, memberikan edukasi kepada anak mengenai situasi berbahaya.
- Perlindungan anak dari penculikan ada dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Jakarta, IDN Times – Kasus penculikan Bilqis (4) di Taman Pakui Sayang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak untuk memperkuat sistem perlindungan anak. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menegaskan bahwa peristiwa ini menunjukkan masih adanya celah pengawasan terhadap anak di ruang publik.
"Kekerasan dan berbagai bentuk perlakuan salah terhadap anak, termasuk penculikan adalah pelanggaran berat terhadap hak anak. Ketika seorang anak menjadi korban penculikan, artinya masih terdapat celah dalam pengawasan dan perlindungan kita. Negara, keluarga, lingkungan sekitar, dan masyarakat harus hadir memastikan anak-anak terlindungi, baik di rumah, di sekolah, maupun di ruang publik,” ujar Arifah dalam keterangannya, dikutip Senin (17/11/2025).
1. Berbagai faktot peningkatan kerentanan anak pada penculikan

Arifah menjelaskan, kerentanan anak terhadap penculikan dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari lemahnya pengawasan orang dewasa hingga rendahnya kewaspadaan lingkungan. Pelaku yang memanfaatkan media sosial untuk memantau aktivitas korban turut memperparah risiko.
Ia menekankan, dalam banyak kasus, pelaku justru berasal dari lingkungan terdekat.
“Banyak kasus menunjukkan bahwa pelaku bukan orang asing, tetapi berasal dari lingkungan terdekat, sehingga masyarakat perlu memiliki kepekaan kolektif terhadap potensi ancaman,” kata dia.
2. Penguatan peran keluarga lewat pola asuh

Menteri PPPA mendorong orang tua untuk memperkuat pola asuh yang waspada dan responsif. Pendampingan anak di ruang publik, komunikasi terbuka, serta edukasi tentang situasi berbahaya menjadi kunci pencegahan.
Selain keluarga, lingkungan sosial juga didorong untuk lebih peka terhadap aktivitas mencurigakan di sekitar.
“Hukuman yang setimpal harus diberikan kepada para pelaku. Ini penting supaya ada efek jera dan kejahatan yang sama tidak terus terulang kembali. Penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu akan memberikan kepastian hukum di masyarakat,” beber Arifah.
3. Perlindungan anak dari penculikan ada dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

Arifah menegaskan, perlindungan anak dari ancaman penculikan telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang tersebut mewajibkan negara memberikan perlindungan khusus kepada anak korban penculikan serta melarang keras setiap bentuk tindakan penculikan.
Landasan hukum ini menjadi dasar kuat pemerintah untuk menindak pelaku serta memastikan keselamatan dan pemulihan korban.


















