Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jaksa Minta Eksepsi Lukas Enembe Ditolak

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur Provinsi Papua Lukas Enembe (kedua kiri) menghadiri sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/6/2023). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur Provinsi Papua Lukas Enembe (kedua kiri) menghadiri sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/6/2023). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Majelis Hakim menolak eksepsi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Sebab, keberatan yang dilayangkan politikus Partai Demokrat itu sudah masuk ke materi pemeriksaan.

"Penuntut Umum memberikan kesimpulan bahwa keberatan atau eksepsi Penasihat Hukum dan Terdakwa Lukas Enembe haruslah ditolak dan dikesamping," ujar JPU KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/6/2023).

1. Jaksa berharap sidang Lukas Enembe segera dilanjutkan

default-image.png
Default Image IDN

Selain itu, Jaksa meminta Majelis Hakim menyatakan bahwa surat dakwaan Lukas Enembe telah sesuai ketentuan hukum. Mereka berharap agar sidang Lukas Enembe bisa dilanjutkan.

"Kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk menyatakan sidang pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi Nomor: 53/Pid.Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst dilanjutkan ke tahap pembuktian," ujar Jaksa.

2. Lukas Enembe keberatan didakwa korupsi Rp46,8 M

Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe didampingi pengacara, Petrus Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (IDN Times/Aryodamar)
Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe didampingi pengacara, Petrus Bala Pattyona di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (IDN Times/Aryodamar)

Sebelumnya, Lukas Enembe menyatakan keberatan usai didakwa korupsi Rp46,8 miliar. Ia merasa dizalimi.

"Saya kepala adat, saya difitnah, saya dizalimi, dan saya dimiskinkan. Saya, Lukas Enembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik, seolah-olah saya penjahat besar," kata Petrus Bala Pattyona, Senin (19/6/2023).

3. Lukas Enembe didakwa korupsi Rp46,8 miliar

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur Provinsi Papua Lukas Enembe berbicara dalami sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/6/2023). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur Provinsi Papua Lukas Enembe berbicara dalami sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/6/2023). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Diketahui, Lukas Enembe didakwa korupsi Rp46,8 miliar. Rinciannya sebanyak Rp45,8 miliar berupa suap dan gratifikasi senilai total Rp1 miliar.

Suap itu diduga diterima dari Direktur PT Melonesia Mulia, Piton Enumbi sebanyak Rp10,4 miliar dan Rp35,4 miliar dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Rijatono Lakka.

Suap itu diberikan pada Lukas agar perusahaan milik Piton dan RIjatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.

Lukas diduga tidak bermain sendiri. Ada sejumlah pihak yang diduga terlibat seperti Kepala Dinas Perumahan Umum (PU) Provinsi Papua periode 2013-2017, Mikael Kambuaya serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua periode 2018-2022.

Akibat perbuatannya, Lukas didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aryodamar
EditorAryodamar
Follow Us