Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kala Sidang UU Ciptaker Ditunda Dua Kali karena DPR-Pemerintah Tak Siap

(YouTube/Mahkamah Konstitusi)
(YouTube/Mahkamah Konstitusi)
Intinya sih...
  • Mahkamah Konstitusi menunda sidang UU Ciptaker hingga 20 Oktober 2025
  • DPR tidak hadir dan pemerintah minta penundaan sidang Uji UU Cipta Kerja
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menunda sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang (UU Ciptaker) pada Senin (6/10/2025). Perkara ini teregister dengan nomor 100/PUU-XXIII/2025.

Sidang ketujuh dari permohonan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang mengajukan uji materiil Pasal 13 Huruf B, Pasal 22 Angka 1, Pasal 22 Angka 3, Pasal 22 Angka 5, Pasal 22 Angka 8, Pasal 22 Angka 9, Pasal 22 Angka 10, Pasal 22 Angka 14, Pasal 22 Angka 15, Pasal 22 Angka 16, Pasal 22 Angka 17, Pasal 22 Angka 18, Pasal 22 Angka 28 UU Cipta Kerja ini beragendakan mendengarkan keterangan ahli dan saksi Presiden.

Namun ahli dan saksi Presiden menyatakan belum siap memberikan keterangan terkait dalil adanya kelonggaran persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja. Persyaratan itu dinilai berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif yang mengancam keadilan bagi generasi mendatang.

“Agenda persidangan seyogyanya mendengarkan keterangan dari ahli dan saksi Presiden, tetapi dari pihak kuasa mengirim surat kepada Mahkamah meminta penundaan karena jadwal ahli tidak bisa," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang pleno.

1. Penundaan terakhir yang diberikan MK

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Suhartoyo mengatakan, kesempatan terakhir penundaan sidang ini diberikan MK kepada pemerintah maksimal hingga Senin, 20 Oktober 2025.

"Dan ini penundaan terakhir sehingga diberi kesempatan terakhir pada Senin, 20 Oktober 2025 pukul 13.30 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi Presiden. Para pihak bisa hadir tanpa kami panggil kembali,” ujar dia.

2. DPR tak hadir dan pemerintah minta penundaan sidang Uji UU Cipta Kerja

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo (YouTube/Mahkamah Konstitusi)
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo (YouTube/Mahkamah Konstitusi)

Sebelumnya, sidang lanjutan terkait perkara ini juga sempat ditunda pada Selasa (19/8/2025) lalu. Saat itu sidang digelar dengan agenda mendengarkan keterangan pemerintah/Presiden dan DPR RI. Namun DPR RI belum memberikan kabar tentang pemberian keterangannya, sedangkan pihak Presiden/pemerintah meminta penundaan penyampaian keterangan hingga persidangan berikutnya.

“Agenda pada siang ini seharusnya mendengarkan keterangan DPR dan Presiden/Pemerintah. Untuk DPR belum ada keterangan dan kabar, sementara dari Presiden/pemerintah ada surat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekenomian minta penjadwalan ulang untuk pemberian keterangannya. Majelis sudah menjadwalkan ulang untuk sidang berikutnya pada Senin, 25 Agustus 2025 pukul 10.30 WIB,” kata Suhartoyo dari Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK.

3. Dalil Walhi sebagai pemohon gugat UU Ciptaker

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Adapun Walhi sebagai pemohon mendalilkan, UU Cipta Kerja telah mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Adanya kelonggaran persyaratan lingkungan hidup bagi pelaku usaha dalam UU Cipta Kerja tersebut, berpotensi menimbulkan eksternalitas negatif yang mengancam keadilan bagi generasi mendatang.

Utamanya dalam hal pencemaran kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi dalam berbagai proyek pembangunan industri dan infrastruktur. UU Cipta Kerja tersebut justru mendegradasi izin lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan sebagai syarat perizinan berusaha, dan tidak mewajibkan semua kegiatan berusaha mendapatkan izin, tergantung pada risiko yang prasyaratnya tidak memiliki penjelasan untuk menjawab persoalan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Akibatnya, pemohon tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum, partisipasi publik, informasi publik, lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konteks lingkungan hidup.

Menurut pemohon, sejatinya salah satu peran negara pada dasarnya, yakni memberikan kewenangan pengelolaan sumber daya alam melalui instrumen perizinan untuk memberikan kepastian hukum kepada setiap warga negaranya. Dengan catatan hal tersebut dilandaskan pada ketentuan perundang-undangan dengan memperhatikan aspek-aspek perlindungan dalam kerangka pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan yang adil bagi antargenerasi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us

Latest in News

See More

Ketua KPK soal Pengumuman Tersangka Korupsi Haji: Masalah Waktu Saja

06 Okt 2025, 14:07 WIBNews