Penyakit Mulai Muncul di Sumatra dan Aceh Usai Banjir, Demam Sampai Gatal

- Keluhan kesehatan di Sumatra dan Aceh
- Kemenkes kirimkan logistik
- Kasus DBD dan Leptospirosis meningkat
Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan mencatat, Sumatra Barat alami kasus demam tertinggi dari tiga provinsi terdampak banjir dan longsor di Sumatra. Pada periode 25 sampai 29 November 2025, tercatat 376 kasus demam dari lima kabupaten yakni Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Agus Jamaludin menyebut, tingginya kasus demam menandakan kondisi lingkungan dan tempat tinggal yang belum pulih sepenuhnya pascabencana.
“Demam adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika tempat pengungsian padat dan akses air bersih terbatas. Disebabkan juga karena pelindung tubuh yang kurang memadai selama mengungsi,” ujarnya dalam keterangan, dikutip Sabtu (6/12/2025).
1. Keluhan di sejumlah wilayah terdampak di Sumatra dan Aceh

Dia menerangkan, keluhan kesehatan lain yang banyak dilaporkan meliputi myalgia 201 kasus, gatal 120 kasus, dispepsia 118 kasus, ISPA 116 kasus, hipertensi 77 kasus, luka 62 kasus, sakit kepala 46 kasus, serta diare dan asma masing-masing 40 kasus.
Di Sumatra Utara, pola serupa terjadi. Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat 277 kasus demam, diikuti myalgia 151 kasus, gatal 150 kasus, dispepsia 94 kasus, ISPA 96 kasus, hipertensi 75 kasus, luka-luka 45 kasus, sakit kepala 23 kasus, diare 23 kasus, dan asma 3 kasus (periode 25 November–1 Desember 2025).
Sementara itu, Aceh menunjukkan pola berbeda. Dari data di Kabupaten Pidie Jaya (25 sampai 30 November 2025), keluhan tertinggi ialah luka-luka 35 kasus, disusul ISPA 15 kasus, dan diare 6 kasus.
2. Kemenkes telah kirim logistik

Agus memastikan, Kemenkes telah mengirim tenaga kesehatan dan logistik tambahan ke wilayah terdampak.
“Kami menjamin ketersediaan obat dan SDM kesehatan untuk menangani berbagai keluhan kesehatan yang dialami masyarakat. Fokus kami adalah mencegah penularan dan menekan risiko komplikasi,” katanya.
3. Kasus DBD dan Leptospirosis meningkat

Selain penyakit yang sudah terlaporkan, kondisi pasca-banjir berpotensi menyebabkan meningkatnya kasus DBD dan Leptospirosis, karena genangan air sisa banjir dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk penyebab DBD.
Banjir juga menyebabkan kontaminasi air dan distribusi urine tikus atau hewan lain ke area pengungsian yang dapat memperbesar risiko Leptospirosis.
"Mengingat hal itu, kondisi di daerah terdampak perlu diwaspadai tidak hanya penyakit yang sudah muncul, tetapi juga potensi penyebaran penyakit lain pasca-banjir," ucapnya.
















