Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Anak SD Dibakar Teman, Kemen PPPA Koordinasi Pendampingan Hukum

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar. (dok. KemenPPPA)
Intinya sih...
  • Kementerian PPPA berbelasungkawa atas meninggalnya siswi SD, AR, akibat disiram bensin oleh teman sekelasnya hingga terbakar di Padang Pariaman, Sumatra Barat.
  • Nahar meminta penanganan khusus terhadap terduga pelaku yang masih berusia anak serta memberikan pendampingan hukum bagi keluarga korban dan terduga pelaku.
  • Nahar meminta kepolisian menyelesaikan kasus ini secara tuntas dengan memperhatikan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) berbelasungkawa atas meninggalnya siswi SD, AR, akibat disiram bensin oleh teman sekelasnya hingga terbakar di Padang Pariaman, Sumatra Barat.

Dalam kasus ini, terduga pelaku juga masih berusia anak, maka Nahar menjelaskan perlu ada penanganan khusus.

"Menekankan kembali bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan tindak pidana yang bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, terlebih anak memiliki hak yang harus kita jaga bersama, yaitu hak atas perlindungan. Namun dalam kasus ini, terduga pelaku masih dalam usia anak yang merupakan teman sekolah korban. Sehingga perlu ada upaya-upaya khusus dalam berhadapan dengan Anak Berkonflik dengan Hukum (AKH)," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar, dikutip Selasa (28/5/2024).

1. Sempat dirujuk ke RSUD untuk perawatan gizi buruk

Ilustrasi perundingan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Nahar menyampaikan, pemerintah sudah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumaera Barat. Hal itu guna memastikan keluarga korban bisa dapat pendampingan hukum, serta pendampingan hukum bagi terduga pelaku yang masih berusia anak.

"Berdasarkan hasil koordinasi dengan UPTD PPA setempat, pihaknya telah memberikan pendampingan kepada korban dan merujuk ke RSUD daerah untuk perawatan gizi buruk, melakukan penjangkauan ke rumah korban bersama Pemda dan Dinkes. Selanjutnya upaya koordinasi juga telah dilakukan dengan Kasatreskrim dan Unit PPA Polres, terkait proses hukum terhadap terduga pelaku serta meminta bantuan psikolog untuk pendampingan keluarga korban dan terduga pelaku," kata Nahar.

2. Polisi selesaikan kasus secara tuntas dengan memperhatikan UU Perlindungan Anak

Ilustrasi Perlindungan Anak (IDN Times/Sukma Shakti)

Menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap anak ini, Nahar meminta kepolisian untuk menyelesaikan secara tuntas dan memperhatikan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Nahar mengungkap, terduga pelaku melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan anak meninggal dunia, sehingga dapat dijerat Pasal 80 Ayat (3) jo. 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp3 miliar.

Selain menggunakan UU Perlindungan Anak, juga dapat dikenakan Pasal 188 KUHP.

3. Minta penanganan kasus dilaksanakan dengan SPPA

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Namun, dikarenakan terlapor masih berusia anak, sehingga untuk setiap proses hukumnya wajib mempedomani Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012, dan dikarenakan AKH belum berusia 12 tahun.

"Maka pada prosesnya dapat menggunakan PP Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun. Dalam kasus yang melibatkan Anak Berkonflik dengan Hukum, kepentingan terbaik bagi anak tetap harus menjadi prioritas dalam upaya penanganan kasus dan proses hukum," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us