Kasus Penyiksaan ART Siti, Tuntutan JPU Dinilai Cederai Keadilan

Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) beranggapan, dakwaan untuk pelaku kekerasan terhadap asisten rumah tangga (ART) Siti Khotimah (23), tak tepat.
Siti Khotimah merupakan korban kekerasan yang bekerja di rumah majikan di Apartemen Simprug, Jakarta Selata, sejak April-Desember 2022. Siti yang berasal dari Desa Kebanggan, Moga, Pemalang, Jawa Tengah, itu diduga dianiaya majikannya dan rekan sesama ART lainnya.
Jaksa penuntut umum (JPU) telah membacakan tuntutan bagi para terdakwa penyiksa Siti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, pengacara publik LBH APIK Husna Lebby Amin menilai, negara tak hadir memberikan keadilan dan pemenuhan hak korban.
"Jaksa yang seharusnya mewakili korban justru mencederai keadilan untuk korban. JPU tidak memberikan perlindungan bagi terjaminnya hak SK, sesuai Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam penanganan kasus Pidana," ujar dia dalam konferensi pers, Jumat (7/7/2023).
1. Berharap hakim ketua bisa berikan hukuman lebih berat

LBH APIK sebagai kuasa hukum dan pendamping Siti mendesak agar majelis hakim yang diketuai Tumpanuli Marbun bisa memberikan hukuman lebih berat dari tuntutan JPU.
"Karena terdakwa telah melakukan berbagai kekerasan baik, fisik, psikis dan seksual terhadap korban SK," katanya.
2. Korban alami hambatan untuk bergerak

Hasna mengatakan, Siti Khotimah mengalami luka fisik. Selain itu, korban juga mengalami trauma psikis. Sehingga, butuh waktu panjang bagi korban untuk pulih dan beraktivitas normal kembali.
"Korban juga mengalami hambatan gerak dalam melakukan aktivitas keseharian dan kehilangan kesempatan kerja (penghasilan) selama masa pemulihan fisik dan psikis korban," kata dia.
3. Tuntutan JPU dirasa cederai rasa keadilan korban

Siti Khotimah (23) adalah korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan majikan dan rekan kerja sesama ART. Para terdakwa dalah bos SK, yakni Metty Kapantow, So Kasander, dan Jane Sander.
Selain itu, ada lima ART lainnya, yakni Evi, Sutriyah, Saodah, Inda Yanti, Febriana Amelia, dan Pariyah.
Saat membacakan tuntuan pada 5 Juli 2023, JPU menuntut pelaku utama dengan ancaman hukuman empat tahun penjara. Sementara pelaku lainnya tiga tahun enam bulan penjara.
"Oleh karena itu kami para pendamping korban sangat keberatan atas tuntutan Jaksa, dikarenakan tuntutan tersebut telah mencederai rasa keadilan bagi korban," kata Hasna.