Kejari Jakpus Tetapkan 5 Tersangka Kasus Korupsi PDNS di Kominfo

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara Kementerian Komunikasi dan Informatika (PDNS Kemenkominfo) periode 2020-2024.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting mengatakan, kelima tersangka itu ialah Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016-2024 inisial SAP.
Kedua, Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2019-2023 berinisial BDA.
Ketiga, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2020-2024 inisial NZ.
Keempat, Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta periode 2014-2023 inisial AA dan terakhir, Account Manager 2017-2021 PT Docotel Teknologi berinisial PPA.
“Terhadap para tersangka dilakukan penahanan selama 20 ke depan terhitung sejak 22 Mei 2025 sampai dengan tanggal 10 Juni 2025,” kata Bani, Kamis (22/5/2025).
Kasus ini bermula pada 2020, ketika Kemenkominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp958 miliar. Dalam pelaksanaannya, terjadi pengondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta PT AL.
Para pelaku pejabat dari Kemenkominfo bersama perusahaan swasta mengondisikan pemenangan kontrak senilai Rp60,3 miliar kepada PT. AL. Pengkondisian itu kemudian berlanjut pada tahun 2021 dengan nilai kontrak bertambah menjadi Rp102,6 miliar.
Hal itu dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp188,9 miliar.
Kondisi itu kemudian terus berlanjut hingga perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak di tahun 2023 sebesar Rp350,9 miliar dan tahun 2024 senilai Rp256,5 miliar.
“Di mana perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301," kata Bani.
Pemenangan proyek itu juga dilakukan tanpa adanya masukan pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran.
“Sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia," bebernya.
Bani mengatakan, anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN yang telah menghabiskan dana sebesar Rp959,4 miliar itu dilakukan tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
“Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian keuangan negara dalam jumlah ratusan miliar," imbuhnya.