Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemen PPPA Tangani 38 Kasus Kekerasan Anak dalam 4 Bulan Pertama 2025

Menteri PPPA Arifah Fauzi meninjau kondisi arus mudik dan fasilitas ramah anak serta perempuan di Stasiun Kereta Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Menteri PPPA Arifah Fauzi meninjau kondisi arus mudik dan fasilitas ramah anak serta perempuan di Stasiun Kereta Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (27/3/2025). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Intinya sih...
  • Kementerian PPPA menangani 38 kasus kekerasan terhadap anak, mayoritas kekerasan seksual dan fisik, serta anak berkebutuhan khusus.
  • Pendampingan dilakukan mulai dari pemeriksaan psikologis hingga pelaksanaan kegiatan psikososial dan sosialisasi perlindungan anak di sekolah.
  • 26 kasus telah memasuki tahap penegakan hukum, dengan pendampingan hukum intensif bagi ABH di Tasikmalaya dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap balita di Balikpapan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Sepanjang Januari hingga Maret 2025, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), telah menangani 38 kasus kekerasan terhadap anak yang menjadi sorotan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menjelaskan dalam prosesnya ada kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), dan beberapa stakeholders lainnya. 

"Kasus kekerasan terhadap anak yang kami tangani mayoritas adalah kekerasan seksual dan fisik, termasuk terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, serta anak berkebutuhan khusus,” ujarnya, dikutip Kamis (24/4/2025).

"Kemen PPPA bergerak cepat melalui koordinasi intensif dengan Dinas PPPA dan UPTD PPA setempat, serta menjalin kolaborasi lintas sektor bersama aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim), rumah sakit, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Dinas Sosial, serta para psikolog forensik," sambungnya.

Arifah menjelaskan pendampingan pada anak korban dilakukan mulai dari pemeriksaan psikologis, proses hukum, penyediaan bantuan spesifik, dan tempat tinggal sementara, hingga pelaksanaan kegiatan psikososial dan sosialisasi perlindungan anak di sekolah.

1. Berusaha respons secepatnya atas stigma no viral no justice

Menteri PPPA Arifah Fauzi saat agenda bersama media di Jakarta, Selasa (15/4/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Menteri PPPA Arifah Fauzi saat agenda bersama media di Jakarta, Selasa (15/4/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Arifah menjelaskan untuk kasus yang viral, pihaknya berusaha keras segera merespons keresahan publik atas stigma No Viral, No Justice,  atau Jika Tak Viral, Tak Ada Keadilan dengan memperluas jangkauan dan akses layanan pengaduan SAPA129.

Maka, kata Arifah, masyarkat diharapkan bisa melaporkan setiap tindakan kekerasan yang dilihat atau dialami, tanpa harus menunggu kasus tersebut menjadi viral terlebih dahulu.

“Kami tidak ingin keadilan hanya hadir bagi mereka yang kasusnya viral. Setiap anak yang menjadi korban berhak mendapatkan perlindungan, tanpa syarat, tanpa harus viral terlebih dahulu dan memang  negara wajib hadir dan melindungi,” kata dia.

2. Ada 26 kasus telah memasuki tahap penegakan hukum

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Arifah menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang telah berani melaporkan dan memviralkan kasus kekerasan terhadap anak. Semua suara korban harus didengarkan dan ditindaklanjuti. 

Dalam triwulan pertama, sebanyak 26 kasus telah memasuki tahap penegakan hukum dan 23 kasus berada dalam proses pemulihan psikososial bagi korban. KemenPPPA juga terus memantau beberapa kasus lain yang ditangani UPTD PPA di berbagai daerah.

“Beberapa kasus yang mencuat di masyarakat telah ditangani secara komprehensif, termasuk kasus siswa SD di Medan yang dihukum gurunya karena belum mengambil rapor. Dalam kasus ini, Kemen PPPA bersama pemerintah daerah, anggota DPR, dan berbagai pihak, melakukan asesmen sosial dan psikologis, serta memberikan dukungan lanjutan hingga anak tersebut kembali bersekolah,” kata Arifah.

3. Upaya perkuat sinergi dengan berbagai pihak

(Menteri PPPA Arifah Fauzi ditemui di gedung KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)
(Menteri PPPA Arifah Fauzi ditemui di gedung KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Kasus pengeroyokan oleh empat Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) di Tasikmalaya, Jawa Barat, mendapat pendampingan hukum intensif hingga proses banding, dengan tetap menjamin hak-hak anak sesuai UU SPPA.

Sementara, KemenPPPA melalui layanan SAPA129 menangani kasus kekerasan seksual terhadap balita di Balikpapan. Pendekatan dilakukan lintas lembaga, termasuk visum, pendampingan psikologis, serta kehadiran psikolog forensik untuk membantu penyelidikan. KemenPPPA juga mendampingi keluarga korban sejak awal hingga penetapan tersangka oleh polisi.

KemenPPPA juga berupaya memperkuat sinergi dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dengan optimasi peran berbagai pihak.

“Perlindungan anak adalah urusan semua. Tidak cukup hanya dengan regulasi dan intervensi pemerintah. Kami butuh dukungan keluarga, sekolah, masyarakat, hingga dunia usaha untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar aman dan ramah bagi anak-anak kita,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us