Kemenag Review Pendidikan Islam, Kurikulum Cinta Bakal Jadi Andalan

- Ada lima transformasi utama dalam pendidikan Islam, termasuk mengubah sudut pandang antroposentrisme menjadi ekoteologi dan beralih dari religiousness menuju religious mindedness.
- Kemenag ingin membuat kebijakan pendidikan yang lebih tepat sasaran dengan penguatan future studies untuk membaca tren global dan teknologi yang akan memengaruhi pendidikan di masa depan.
- Ditjen Pendis meluncurkan peta jalan pendidikan Islam sebagai panduan jangka panjang, termasuk peningkatan mutu madrasah, penguatan pesantren, dan internasionalisasi kampus Islam.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Agama (Kemenag) mengevaluasi arah Pendidikan Islam nasional untuk menyambut tahun 2026. Hal itu dilakukan dalam agenda Review and Design on Islamic Education yang digelar Direktorat Jenderal Pendidikan Islam pada Selasa (30/12/2025).
Menteri Agama Nasaruddin Umar memantau langsung laporan capaian serta kendala yang dihadapi setiap direktorat di lingkungan Ditjen Pendidikan Islam. Pembahasan ini mencakup evaluasi di madrasah, pesantren, perguruan tinggi Islam, hingga kualitas pendidikan agama di sekolah umum.
Menag menilai kurikulum bukan cuma urusan akademik, melainkan alat penting membangun peradaban bangsa.
“Umat seperti apa yang akan lahir di masa depan sangat ditentukan oleh kurikulum yang kita rancang hari ini,” ujar Nasaruddin Umar di kantor Kementerian Agama.
1. Ada lima transformasi utama

Menurut Menag, ada lima transformasi utama yang menjadi fokus masa depan pendidikan Islam. Pertama, mengubah teologi maskulin yang kaku menjadi teologi yang lebih merawat dan penuh kasih sayang.
Kedua, menggeser fokus dari sekadar aturan hukum formal (nomos-oriented) ke arah nilai dan substansi (eros-oriented). Menag khawatir cara beragama yang terlalu formal membuat orang kehilangan empati sosial.
Ketiga, mengubah sudut pandang antroposentrisme menjadi ekoteologi. Artinya, manusia harus sadar mereka hidup berdampingan dengan alam, bukan sekadar mengeksploitasi lingkungan.
Keempat, mengubah pola pikir terfragmentasi (atomistik) menjadi menyeluruh (holistik). Tujuannya agar siswa bisa melihat hubungan antar realitas secara luas dan tidak terjebak pada satu sisi saja.
Kelima, beralih dari religiousness menuju religious mindedness. Agama diposisikan sebagai kompas moral yang memacu kreativitas, bukan pembatas yang kaku.
Menag menjelaskan kurikulum berbasis cinta ini mengutamakan empati, keadilan, hingga sikap pemaaf dalam proses belajar.
“Pendidikan tanpa cinta kehilangan ruhnya. Agama seharusnya membebaskan manusia untuk berkreasi dan berkontribusi bagi peradaban,” Nasaruddin.
Nasaruddin juga mencontohkan sistem pendidikan di sejumlah negara maju seperti Finlandia. Di sana, guru, murid, dan orang tua memiliki hubungan yang setara. Model ini dianggap cocok untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam di Tanah Air.
Kemenag juga ingin berkontribusi menyusun konsep pendidikan Pancasila yang berlandaskan nilai ketuhanan. Menag tidak setuju ada pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, berkaca pada masa kejayaan Baitul Hikmah.
"Kurikulum cinta adalah proses berkelanjutan untuk melahirkan insan kamil yang beriman, berilmu, dan berkeadaban,” ucap dia.
2. Kemenag ingin buat kebijakan soal pendidikan yang lebih tepat sasaran

Dalam kesempatan itu, Dirjen Pendidikan Islam Amien Suyitno menyatakan evaluasi ini bukan sekadar evaluasi biasa, melainkan langkah perbaikan supaya kebijakan lebih tepat sasaran.
“Forum ini kita rancang sebagai ruang refleksi dan penajaman arah. Kita tidak hanya melihat apa yang sudah dicapai, tetapi juga apa yang perlu diperbaiki dan diproyeksikan untuk kebutuhan masa depan,” ujar Suyitno.
Salah satu poin penting dalam agenda ini yaitu penguatan future studies. Pendekatan tersebut dipakai untuk membaca tren global, teknologi, serta dinamika sosial yang akan memengaruhi pendidikan di masa depan.
Suyitno ingin pendidikan Islam beralih dari pola reaktif menjadi prediktif. Manajemen hingga pengembangan SDM perlu direncanakan sesuai proyeksi kebutuhan jangka panjang.
“Pendidikan Islam tidak boleh tertinggal. Ia harus mampu menyiapkan generasi yang unggul secara keilmuan, berkarakter kuat, dan relevan dengan tantangan global,” ucap dia.
3. Ada peta jalan pendidikan Islam

Ditjen Pendis juga meluncurkan peta jalan pendidikan Islam sebagai panduan jangka panjang. Isinya mulai dari peningkatan mutu madrasah, penguatan pesantren, hingga internasionalisasi kampus Islam.
Acara ini pun menampilkan berbagai inovasi lewat tur edukasi, donasi, serta pentas seni mahasiswa. Hal ini menunjukkan pendidikan Islam kini lebih menyeluruh, tidak hanya soal akademik tapi juga pengembangan karakter.
“Pendidikan Islam harus menjadi bagian penting dari solusi bangsa, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga dalam menyiapkan masa depan umat dan negara,” jelasnya.

















.jpg)

