KemenPPPA Dukung Hukuman Kebiri Kimia Pemerkosa Anak Kandung di Buol

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyambut baik putusan hukuman kepada BK, ayah yang memerkosa anak kandungnya. Korban diketahui masih berusia 13 tahun.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Buol, Sulawesi Tengah, memberikan vonis 16 tahun penjara dan tambahan tindakan kebiri serta pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada BK pada 10 Mei 2023. PN Buol juga menambah hukuman pengumuman indentitas pelaku dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak.
"Kami mengapresiasi putusan Pengadilan Negeri Buol yang tidak hanya menjatuhkan pidana penjara dan denda kepada terdakwa, tapi juga menambahkan hukuman dengan memberikan pidana tambahan dan Tindakan kebiri kimia," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Nahar lewat keterangannya, Sabtu (20/5/2023).
Nahar menyebut, tindakan terdakwa melakukan kekerasan seksual berulang kali sangat keji.
"Di mana sebelumnya pelaku pernah dihukum sembilan tahun penjara karena melakukan kejahatan serupa terhadap anak tirinya,” ujar Nahar.
1. Kekerasan seksual itu terjadi sejak 2020

BK memerkosa anak kandungnya sejak 2020. Pemerkosa anak kandung itu pernah dipenjara selama sembilan tahun sesuai Putusan Majelis Hakim PN Buol Nomor 43/Pid.Sus/2015/Pn.Bul, tanggal 25 Juni 2015 yang dinilai gagal melindungi, tanggung jawab mendidik, dan kewajiban membesarkan anak.
"Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan memberatkan majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman," kata Nahar.
Nahar mengatakan, Majelis Hakim PN Buol memutuskan BK terbukti kembali memerkosa anak kandungnya yang berusia 13 tahun. Pelaku juga divonis denda Rp 1 miliar dengan subsider enam bulan penjara.
Vonis terhadap terdakwa merujuk pada Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, dimana Pelaku telah melakukan persetubuhan terhadap anak dan terbukti melanggar Pasal 76D UU 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
2. Sejak UU Nomor 17 tahun 2016 disahkan, ada enam putusan kebiri kimia

Nahar mengatakan, putusan hukuman tambahan dengan pemberian tindakan kebiri kimia belum banyak dilakukan karena harus memenuhi beberapa syarat. KemenPPPA mencatat sejak UU Nomor 17 Tahun 2016 disahkan, ada enam putusan kebiri dari tujuh tuntutan kebiri.
“Tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik akan dikenakan setelah terpidana menjalani pidana pokok dan untuk jangka waktu paling lama dua tahun,” kata Nahar.
3. Korban sudah bisa beraktivitas dan belajar di sekolah

Nahar mengatakan Tim SAPA 129 (Sahabat Perempuan dan Anak) KemenPPPA, masih berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) dan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi Sulawesi Tengah, terkait pendampingan yang telah diberikan.
Korban terus mendapat pendampingan psikologis untuk memastikan tak ada traumatis akibat insiden itu. Nahar menambahkan, korban telah beraktivitas seperti biasa di sekolah.
UPTD PPA Kabupaten Buol juga mendampingi korban selama proses hukum, mulai dari membuat laporan ke Polres Buol, visum, dan pemeriksaan psikologis.
"UPTD PPA Kabupaten Buol juga merencanakan akan kembali untuk home visit dalam rangka monitoring terhadap kondisi anak korban agar mendapatkan terapi pemulihan psikologis yang berkelanjutan,” kata Nahar.
4. Perlu hukuman seberat-beratnya bagi pelaku kekerasan seksual

Nahar menegaskan terjadinya kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) oleh keluarga terdekat korban perlu jadi perhatian serius. Nahar menyayangkan terjadinya kasus tersebut. Keluarga, kata dia, seharusnya jadi tempat paling aman dan memberikan perlindungan bagi anak.
Nahar menegaskan hukuman kebiri kimia diharapkan memberi efek jera pelaku dan dapat meminimalkan kasus kekerasan seksual pada anak. Penerapan hukuman yang seberat-beratnya sangat perlu untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan seksual.
“UU sudah tegas menyatakan bahwa kekerasan seksual mengancam peran strategis anak sebagai generasi penerus masa depan bangsa dan negara, sehingga perlu memperberat sanksi pidana dan memberikan tindakan terhadap pelaku kekerasan seksual,” kata Nahar.