Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kerang Hijau Menjadi Hitam, Diduga Dampak Reklamasi

IDN Times/Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times- Bak jatuh tertimpa tangga, kehidupan Halil (51) semakin menderita akibat pulau reklamasi. Selain pundi-pundi rupiah yang didapatnya kian menipis, biota laut yang terjaring dari Teluk Jakarta juga semakin habis. Selama 16 tahun menjadi nelayan kerang hijau, baru kali ini setiap harinya ia dihantui rasa risau.

Memasuki usia senja, Halil akhirnya menyaksikan keberadaan kerang hitam. Bukan sebagai biota laut yang langka, melainkan fauna laut yang terdampak aktivitas reklamasi.

“Dulu sebelum reklamasi gak ada kerang hitam kayak gini. Pas aktif reklamasi kerang hijaunya malah hitam semua. Karena lagi berhenti aja ini makannya ada kerang hijau, itu pun ambilnya di susah,” kata Halil kepada IDN Times.

1. Kerang hitam tumbuhnya sangat lama

Potret kerang hijau yang sudah menghitam. Diduga akibat aktivitas reklamasi (IDN Times/Vanny El Rahman)

Menurut pengakuan Halil, waktu tumbuh kerang hitam sangat lama. Bila kerang hijau biasanya dipanen selama tiga bulan sekali, maka kerang yang sudah berwarna hitam memakan waktu dua kali lipat untuk mencapai ukuran panen.

Reklamasi juga memberikan dampak terhadap ukuran kerang hijau. “Pokoknya sejak reklamasi ukuran kerang jadi lebih kecil. Kalau dulunya satu kilo sekitar 15-20 kerang, sekarang satu kilo sekitar 40-50 kerang,” tambahnya.

2. Kerang hitam isinya seperti sudah basi dan berlendir

Perbedaan antara kerang hijau segar dengan kerang hijau yang sudah menghitam (IDN Times/Vanny El Rahman)

Karena penasaran dengan isinya, IDN Times membuka dua kerang tersebut. Kerang hitam terlihat berlendir seperti kerang basi. Warnanya kekuningan pucat. Jauh berbeda dengan kerang hijau yang masih segar.

“Tengkulak gak bakal nerima kerang begini. Di pasar juga mana ada yang mau beli kerang kayak begini. Kalaupun dijual paling cuma Rp4 ribu sekilo,” sambung lelaki kelahiran Indramayu itu. 

3. Jumlah tangkapan berkurang drastis

IDN Times/Vanny El Rahman

Sebelum reklamasi, pendapatan Halil dari kerang hijau mencapai Rp1 juta hingga Rp1,5 juta setiap harinya. Hari ini, ia hanya bisa membawa pulang Rp100 ribu, paling banyak Rp150 ribu. Semua itu akibat aktivitas pembangunan reklamasi yang menghilangkan habitat biota laut.

“Dulu kerang hijaunya itu nempel (di tembok pemecah gelombang laut). Sekarang harus nyelem dulu supaya dapet kerangnya, itu pun jumlahnya gak banyak. Kalau bukan musim panen gak tahu nih nanti kerangnya ada atau gak,” jelas dia.

4. Membantah pernyataan bahwa di Teluk Jakarta tidak ada ikan

Hasil tangkapan Halil setelah 22 menit menyelam (IDN Times/Vanny El Rahman)

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pernah mengatakan bahwa tidak ada ikan di Teluk Jakarta. Ungkapan senada juga diutarakan oleh pihak pengembang Pulau G, PT Agung Podomoro Land Tbk.

Setelah mengikuti Halil melaut, IDN Times memiliki bukti bahwa Teluk Jakarta masih menjadi habitat bagi sejumlah biota laut. “Ya namanya laut gak mungkin gak ada ikan. Tinggal dirawat aja, dibersiin, gak ada limbah sama pembangunan reklamasi, pasti ikannya pada balik. Ahok ngomog gak ada ikan, emangnya dia pernah melaut ke sini?” tutupnya. 

Share
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
Dwi Agustiar
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us