Ketika Publik Desak Prabowo Tetapkan Banjir Sumatra Jadi Bencana Nasional

- Anggota DPR telah minta Prabowo umumkan status bencana nasional
- Lima indikator bencana bisa dinaikan jadi bencana nasional
- Mendagri sebut perlakuan penanganan banjir sudah masuk skala nasional
Jakarta, IDN Times - Suasana Jembatan Gantung Pantai Dona, Kutacane, Aceh Tenggara pada Senin (1/12/2025), masih putus usai dihantam banjir bandang pada pekan lalu. Garis pembatas dari kepolisian jadi penanda jembatan gantung itu belum bisa dilalui warga. Padahal, jembatan itu menghubungkan tiga kecamatan di Aceh Tenggara yakni Lawe Atas, Tanoh Alasa, dan Babul Rahmah.
Presiden Prabowo Subianto tampak meninjau jembatan gantung tersebut sekitar pukul 11.55 WIB. Sebelumnya, ia meninjau lokasi banjir di Sumatra Utara. Mantan Jenderal Kopassus itu menumpang helikopter Caracal TNI AU menuju ke Bandar Udara Alas Leuseur Kutacane. Perjalanan dilanjutkan lewat jalur darat selama 30 menit.
Usai meninjau jembatan gantung, Prabowo mengunjungi posko pengungsian yang ada di Desa Bambel Bau, Aceh Tenggara. Posko itu berdiri di tengah desa yang semua warganya terdampak banjir.
Hingga Senin siang, rumah dan kebun yang ada di sana masih dipenuhi lumpur. Jalan beton terlihat sudah bisa dilewati tetapi penuh dengan debu dari lumpur yang mulai mengering.
Ketika Prabowo tiba di posko pengungsian, warga pun terlihat antusias. Mereka merekam kehadiran Prabowo dengan telepon seluler masing-masing.
Di hadapan warga, Prabowo menyampaikan duka cita dan rasa prihatin atas bencana yang menimpa masyarakat di Pulau Sumatra. Tetapi, ia tetap mengaku bersyukur karena cuaca mulai membaik sehingga mempermudah penyaluran bantuan dan penanganan bencana bisa berjalan lebih optimal.
Prabowo pun berjanji pemerintah akan segera memperbaiki dan membuka jembatan-jembatan yang rusak. Menurutnya, pemerintah memiliki anggaran untuk memulihkan fasilitas yang dibutuhkan oleh kabupaten dan desa.
"Alhamdulillah kita punya anggarannya. Kita lakukan penghematan banyak di pusat supaya sebanyak mungkin bantuan, sebanyak mungkin kita bisa membantu kepentingan rakyat (yang ada) di paling bawah," ujar Prabowo.
Namun, Prabowo tetap tidak menetapkan secara terbuka banjir di Pulau Sumatra sebagai bencana nasional. Ia malah menyebut kondisi Pulau Sumatra pasca-dihantam banjir mulai membaik.
"Ya, kita monitor terus. Saya kira kondisi membaik. Jadi, saya kira kondisi yang sekarang ini sudah cukup," katanya.
Mengapa Prabowo belum juga menetapkan status bencana nasional untuk banjir di Pulau Sumatra?
1. Anggota DPR telah minta Prabowo umumkan status bencana nasional

Desakan agar banjir di Pulau Sumatra ditetapkan sebagai bencana nasional sudah disampaikan oleh banyak pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Nasir Djamil, anggota parlemen dari Komisi III mengatakan, sudah sejak empat hari lalu meminta kepada Prabowo agar status banjir di Pulau Sumatra diubah menjadi bencana nasional. Apalagi tiga bupati di Aceh sudah mengakui tak mampu mengatasi banjir hebat yang terjadi pada pekan lalu.
"Sejak empat hari lalu saya sudah meminta kepada Presiden Prabowo Subianto agar menetapkan bencana nasional atas musibah banjir besar yang dialami oleh Sumbar, Sumut, dan Aceh," ujar Nasir kepada IDN Times melalui pesan pendek, Senin (1/12/2025).
Ia mengatakan, secara psikologis penetapan bencana nasional bakal menentramkan jiwa dan mendorong semua aparat untuk bertanggung jawab. Anggota parlemen dari dapil Aceh itu mengatakan, kondisi banjir di Aceh lebih parah dibanding 2024.
"Sebenarnya tanpa ada surat tidak sanggup itu, pemerintah pusat harus melindungi dan membantu sepenuhnya warga di daerah terdampak," tutur dia.
Desakan serupa juga datang dari kelompok masyarakat sipil. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang berada di wilayah terdampak bencana banjir bandang turut mendesak Prabowo agar banjir di Sumatra menjadi bencana nasional.
"Penetapan status ini penting agar fokus penanggulangan bencana juga menjadi kewajiban pemerintah pusat," demikian isi keterangan tertulis LBH-YLBHI se-Sumatra pada Senin (1/12/2025).
Selain itu, dengan adanya status bencana nasional memberikan kewenangan bagi BNPB dan BPBD lewat pemerintah pusat. Dengan begitu, bisa dilakukan pengerahan sumber daya manusia (SDM), peralatan, logistik, hingga pengelolaan, serta pertanggungjawaban dalam bentuk uang dan barang.
Mereka menilai, status ini juga berguna untuk menentukan komando untuk memerintahkan dan mengkoordinasikan instansi terkait agar penanggulangan bencana cepat dan tepat.
2. Lima indikator bencana bisa dinaikan jadi bencana nasional

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, ada lima indikator yang harus dipenuhi agar status bencana nasional dapat terpenuhi. Indikator itu tertulis di dalam Pasal 7 ayat (2) yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi.
Kepala Kampanye Global untuk Hutan Indonesia dari Greenpeace, Kiki Taufik mengatakan, apa yang terjadi di Pulau Sumatra sudah memenuhi kelima kriteria untuk bisa ditetapkan sebagai bencana nasional. Itu sebabnya mereka juga berharap Prabowo mengumumkan penetapan status bencana nasional.
"Ini juga yang kami tunggu dari Pak Presiden. Apalagi Pak Presiden kan juga sudah ke lapangan, berharap ditetapkan bencana nasional karena bantuan akan terpusat dan pemerintah punya kewajiban untuk menurunkan semua kemampuannya untuk membantu korban," ujar Kiki ketika berbincang di program Ngobrol Seru by IDN Times di IDN HQ, Senin (1/12/2025).
Ia tak menampik sebagian wilayah terdampak bencana ada yang sudah menerima bantuan. Tetapi, ada pula sebagian area di Aceh yang belum tersentuh bantuan sama sekali.
"Ini kan butuh energi besar dari pemerintah untuk mengerahkan semua kemampuannya. Terutama dari BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) dan instansi-instansi yang lain untuk penanggulangan bencana ini," tutur dia.
3. Mendagri sebut perlakuan penanganan banjir sudah masuk skala nasional

Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui hingga kini banjir di Sumatra belum berstatus bencana nasional. Tetapi, ia berdalih perlakuan penanganan banjir di tiga provinsi itu sudah masuk ke skala nasional.
"Kalau untuk penetapan bencana nasional sementara belum. Tetapi perlakuannya sudah nasional. Dari hari pertama, pemerintah pusat menilai sendiri bahwa harus turun, dan kemudian dari hari pertama sudah dilakukan dengan prosedur nasional, jadi semua sudah all out," ujar Tito di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin.
Meski begitu, Tito tak menampik penetapan status bencana memang penting. Namun, yang lebih penting adalah tindakan yang dilakukan.
"Jadi masalah status itu menurut saya penting, tapi yang paling utama itu kan perlakuan. Tindakannya itu yang lebih penting, tindakan nasional," imbuh mantan Kapolri itu.
Sementara, dalam pandangan Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, salah satu alasan pemerintah tidak juga menetapkan banjir di Sumatra sebagai bencana nasional demi menghindari munculnya tuntutan publik untuk meninjau ulang, membekukan bahkan mencabut izin-izin bermasalah. Tuntutan itu akan menguat bila status banjir menjadi bencana nasional.
"Dengan tidak menaikan status, pemerintah bisa membatasi persoalan pada urusan tanggap darurat dan bantuan kemanusiaan. Hal itu dilakukan tanpa menyentuh koreksi struktural terhadap model pembangunan ekstraktif yang menjadi sumber utama kerentanan di Sumatra," ujar Melky kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Minggu, 30 November 2025.


















