Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mendagri: Penetapan Status Bencana Nasional Belum, Tapi Perlakuannya Nasional

Lintas kementerian dan lembaga menggelar rapat membahas berbagai isu, di antaranya mengenai persiapan Natal dan Tahan Baru 2026, serta bencana yang melanda di berbagai titik Pulau Sumatra.  Rapat tersebut digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat
Lintas kementerian dan lembaga menggelar rapat membahas berbagai isu, di antaranya mengenai persiapan Natal dan Tahan Baru 2026, serta bencana yang melanda di berbagai titik Pulau Sumatra. Rapat tersebut digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025) pagi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Status penting tapi paling utama itu perlakuannya Tito tak memungkiri status skala bencana merupakan salah satu komponen yang penting. Namun menurutnya, yang tidak kalah penting ialah bagaimana tindakan pemerintah hadir menangani bencana.
  • Kepala daerah di Aceh tak mampu atasi banjir karena terisolasi dan tak punya alat angkut udara Dalam kesempatan itu, Tito pun menilai wajar ada kepala daerah di Aceh menyatakan tak sanggup mengatasi bencana banjir yang kini melanda berbagai titik hingga membuat sejumlah daerah terisolasi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, angkat bicara soal bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat yang belum ditetapkan statusnya sebagai bencana nasional.

Tito menegaskan, meski belum ditetapkan sebagai bencana nasional, namun prosedur penanganannya sudah dilakukan berskala nasional dengan melibatkan seluruh unsur pemerintah pusat.

"Kalau untuk penetapan bencana nasional, sementara belum setahu saya, setahu saya mohon maaf, kalau salah saya nanti mohon dikoreksi. Tapi perlakuannya adalah perlakuan nasional. Dari hari pertama, pemerintah pusat menilai sendiri bahwa harus turun. Kemudian dari hari pertama sudah dilakukan dengan prosedur nasional," kata dia dalam jumpa pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).

"Jadi semua sudah all out bahkan Presiden sendiri ke sana. Banyak sekali sudah, Menteri, Panglima TNI, Menhan, banyak sekali yang sudah ke Sumatra Barat, ke Sumatra Utara, ke Aceh, dengan mengerahkan semua kekuatan nasional. Ada yang langsung Jakarta," sambungnya.

1. Status penting tapi paling utama itu perlakuannya

Lintas kementerian dan lembaga menggelar rapat membahas berbagai isu, di antaranya mengenai persiapan Natal dan Tahan Baru 2026, serta bencana yang melanda di berbagai titik Pulau Sumatra.  Rapat tersebut digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat
Lintas kementerian dan lembaga menggelar rapat membahas berbagai isu, di antaranya mengenai persiapan Natal dan Tahan Baru 2026, serta bencana yang melanda di berbagai titik Pulau Sumatra. Rapat tersebut digelar di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025) pagi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Tito tak memungkiri status skala bencana merupakan salah satu komponen yang penting. Namun menurutnya, yang tidak kalah penting ialah bagaimana tindakan pemerintah hadir menangani bencana.

"Jadi, masalah status itu pendapat saya penting. Tapi yang paling utama itu kan perlakuan. Tindakannya itu yang penting. Tindakan nasional, dan Pak Presiden sendiri memimpin rapat dari hari pertama. Hari ini Beliau meninjau langsung," tegasnya.

2. Kepala daerah di Aceh tak mampu atasi banjir karena terisolasi dan tak punya alat angkut udara

Foto udara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Bara, Aceh, Kamis (27/11/2025) (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)
Foto udara melintasi jalan nasional Medan-Banda Aceh yang terendam banjir di Desa Peuribu, Arongan Lambalek, Aceh Bara, Aceh, Kamis (27/11/2025) (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Dalam kesempatan itu, Tito pun menilai wajar ada kepala daerah di Aceh menyatakan tak sanggup mengatasi bencana banjir yang kini melanda berbagai titik hingga membuat sejumlah daerah terisolasi. Menurutnya, para kepala daerah itu memang tidak akan mampu menangani karena kondisi yang cukup parah.

Pernyataan itu disampaikan Tito menanggapi kabar soal tiga bupati di Aceh yakni Bupati Aceh Timur Iskandar Usman Al-Farlaky, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga menyatakan tidak mampu menangani banjir.

"Khusus tadi misalnya ada kepala daerah yang menyatakan tidak sanggup, ya gimana mau sanggup? Jadi teman-teman wartawan tolonglah datang ke lokasi dan melihat sendiri. Contohnya Takengon, itu yang Aceh Tengah yang menyampaikan bahwa dia tidak mampu menangani, ya memang nggak mampu. Nggak akan mungkin," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times.

"Bagaimana mungkin kemampuan Pemda Aceh Tengah untuk melakukan mobilisasi alat berat, untuk perbaiki jembatan, perbaiki jalan yang pecah, patah, memperbaiki yang longsor, tertutup. Karena dia terkunci dari utara, dari Lhokseumawe, juga terkunci dari selatan. Jadi jalan-jalannya betul-betul putus. Kondisinya nggak akan mungkin mampu," lanjut dia.

Tito mengatakan, para kepala daerah tidak sanggup mengatasi bencana secara mandiri karena akses yang terputus dan sangat membutuhkan bantuan berupa pangan. Terlebih pemerintah daerah setempat tidak memiliki kendaraan udara untuk mengangkut kebutuhan.

"Karena apa? Karena dia sendiri tertutup. Dia perlu untuk dukungan satu pangan. Pangannya harus diambil dari luar menggunakan pesawat. Dia nggak punya pesawat," ungkap dia.

3. Bantuan diambil alih pemerintah provinsi dan pusat

Presiden Prabowo meninjau Posko Pengungsian Desa Bambel Baru, Kabupaten Aceh Tenggara, pada Senin (1/12/2025) (dok. Sekretariat Presiden)
Presiden Prabowo meninjau Posko Pengungsian Desa Bambel Baru, Kabupaten Aceh Tenggara, pada Senin (1/12/2025) (dok. Sekretariat Presiden)

Oleh sebab itu, Tito memastikan, pemerintah provinsi dan pusat mengambil alih penanganan bencana di daerah-daerah tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan ialah mengirimkan bantuan melalui jalur udara yang dibawa dari Jakarta dan Medan.

"Maka otomatis minta bantuan kepada pemerintah provinsi atau pemerintah pusat. Akhirnya pusat yang mengambil alih. Dropping dari Jakarta dan dari Medan," tuturnya.

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us

Latest in News

See More

Apa Itu Desa Swasembada? Ini Bedanya dengan Desa Swadaya dan Swakarya

01 Des 2025, 17:00 WIBNews