Komisi I Dukung PP Tunas: Data Pribadi Anak Tak Boleh Dieksploitasi

- Amelia mendukung larangan profiling anak untuk komersial karena data pribadi anak tidak boleh dieksploitasi.
- Pemerintah diminta memperkuat pengawasan terhadap kebijakan ini dan kolaborasi lintas sektor serta edukasi digital penting.
- Indonesia harus menjamin keamanan data anak agar tidak tertinggal dari negara lain dalam perlindungan data anak di ruang digital.
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I Fraksi Partai NasDem Amalia Anggraini menegaskan kebijakan Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS) membuktikan negara hadir mendukung ruang digital yang aman. Negara juga mendukung tumbuh kembangnya anak-anak Indonesia.
Amelia mendukung penuh larangan profiling terhadap anak untuk komersial, karena data pribadi anak tidak boleh dieksploitasi.
“Saya memberikan dukungan penuh terhadap ketentuan larangan profiling terhadap anak untuk tujuan komersial, yang ditetapkan dengan dasar bahwa data pribadi anak tidak boleh dieksploitasi,” kata Amelia kepada IDN Times, Sabtu (29/3/2025).
Menurutnya, kebijakan ini akan disertai sanksi administratif tegas bagi platform yang melanggar. Sanksi itu berupa teguran, denda, hingga pengampunan layanan dan pemutusan akses.
“Ini adalah langkah konkret dalam menjaga etika dan tanggung jawab digital,” ujar dia.
1. Pengawasan harus diperkuat

Namun, Amelia meminta agar pemerintah juga memperkuat pengawasan terhadap penerapan kebijakan ini.
Ia juga mendorong kolaborasi lintas sektor baik lembaga pendidikan, masyarakat sipil, dan platform digital.
Di sisi lain, kata dia edukasi digital bagi seluruh masyarakat sangat penting demi menciptakan ruang digital yang aman.
“Perlindungan data anak adalah bagian integral dari ekosistem digital Indonesia,” ujar dia.
2. Indonesia tak boleh tertinggal

Lebih jauh, Amelia mengingatkan agar Indonesia tidak boleh tertinggal dari negara-negara lain dalam menjamin keamanan data bagi anak-anak.
Di Uni Eropa, General Data Protection Regulation (GDPR) secara tegas melarang pengumpulan data anak di bawah usia 16 tahun tanpa persetujuan orang tua.
Kemudian, Amerika Serikat melalui Children’s Online Privacy Protection Act (COPPA) mewajibkan situs web dan layanan digital untuk memperoleh izin orang tua sebelum mengakses informasi anak di bawah usia 13 tahun.
Inggris menetapkan Age-Appropriate Design Code sejak 2021, yang mewajibkan pengaturan privasi tertinggi secara default bagi pengguna anak, serta melarang profiling untuk kepentingan komersial. Sanksinya tegas, dengan denda yang mengacu pada ketentuan GDPR.
Terbaru, di Australia, Online Safety Act 2021 dan Children’s Online Privacy Code yang memberikan kewenangan bagi e-Safety Commissioner untuk menindak platform yang mengabaikan keselamatan dan privasi anak.
Namun, ia mendorong agar Indonesia tak hanya mengadopsi standar global, tetapi juga menjadi pelopor dalam memperjuangkan hak digital anak-anak di kawasan Asia Tenggara dan dunia.
"TUNAS adalah fondasi awal yang strategis, dan kita semua bertanggung jawab untuk memastikan pelaksanaannya berjalan konsisten dan berkelanjutan," kata dia.
3. Komdigi perketat pembuatan akun digital anak

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meluncurkan kebijakan Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital (TUNAS), dalam melindungi anak di ruang digital. Aturan ini diluncurkan dalam bentuk Peraturan Presiden atau PP.
Beberapa ketentuan penting dalam kebijakan ini meliputi, aturan pembuatan akun anak di platform digital, dengan klasifikasi usia di bawah 13 tahun, 13 tahun sampai sebelum 16 tahun, dan usia 16 tahun sampai sebelum 18 tahun, yang disertai syarat persetujuan dan pengawasan orang tua sesuai tingkat risiko platform.
Termasuk, larangan melakukan profiling terhadap anak untuk komersial, kecuali untuk kepentingan terbaik anak.
PP Tunas juga memberikan sanksi administratif bagi platform yang melanggar, berupa teguran, denda, penghentian layanan, hingga pemutusan akses.