Komnas Ingatkan Potensi Pelanggaran HAM Usai Pengesahan RKUHAP

- Penting agar pengesahan RKUHAP tak munculkan pelanggaran baru
- Menurut Anis, perhatian terhadap isu-isu tersebut menjadi penting agar pengesahan RKUHAP tidak menimbulkan potensi pelanggaran baru, terutama dalam praktik penegakan hukum.
Jakarta, IDN Times - Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan, perhatian terhadap isu-isu hak asasi manusia (HAM) penting agar pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) tidak menimbulkan potensi pelanggaran baru, terutama dalam praktik penegakan hukum.
Dia mengatakan, setiap ketentuan hukum acara harus memastikan tidak ada penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang berujung pada pelanggaran HAM.
“Kami menegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, pemenuhan, dan penegakan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah,” kata Anis dalam keterangan resmi, Sabtu (22/11/2025).
1. RKUHAP dasar penegakan hukum

Anis mengatakan, Komnas HAM telah melakukan kajian terhadap RKUHAP sejak 2023 hingga 2025 sesuai mandat pengkajian dan penelitian dalam Pasal 89 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam kajian tersebut, Komnas HAM mengidentifikasi 11 isu penting yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan DPR agar pengaturan dalam RKUHAP selaras dengan kewajiban negara untuk menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Pasal 28I Ayat 4 UUD 1945.
Menurut Anis, keberadaan KUHAP sebagai dasar pelaksanaan penegakan hukum pidana memiliki posisi yang sangat menentukan dalam pencegahan dan mitigasi pelanggaran HAM.
“KUHAP adalah beleid yang berperan krusial dalam memastikan perlindungan HAM berlangsung sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga proses peradilan dan penempatan terpidana di lembaga pemasyarakatan,” ujar dia.
Anis mengatakan, hasil kajian itu menjadi bagian dari upaya lembaga untuk memastikan bahwa perubahan regulasi hukum acara pidana tetap berada dalam koridor penghormatan HAM serta tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang telah diatur dalam konstitusi.
2. Sejumlah potensi pelanggaran yang dirangkum Komnas AM

Komnas HAM pun menyoroti sejumlah potensi pelanggaran HAM dalam RKUHAP. Pertama, kewenangan upaya paksa dalam penyelidikan dan penyidikan dinilai harus disertai pengawasan internal, eksternal yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan terhadap saksi, tersangka, atau korban.
Kedua, penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, penggeledahan, pemeriksaan, dan penyadapan wajib berbasis indikator jelas serta memberi ruang keberatan melalui institusi maupun peradilan.
Ketiga, praperadilan hanya memeriksa aspek formil sehingga tidak efektif menilai dugaan intimidasi atau penyiksaan. Kemudian yang keempat, frasa alat bukti “segala sesuatu” multitafsir dan rawan disalahgunakan. Kelima, tidak ada aturan tegas soal koneksitas perkara sipil–militer.
3. RKUHAP disahkan 18 November 2025

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dalam rapat paripurna pada Selasa, 18 November 2025.
Keputusan itu diambil setelah pemerintah dan Komisi III DPR menyepakati pada 13 November 2025 bahwa rancangan tersebut layak dibawa ke paripurna. DPR menyatakan pengesahan diperlukan untuk menyesuaikan hukum acara pidana dengan perkembangan dan dinamika terkini, sekaligus menyiapkan pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026.


















