Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan: Kepemimpinan Baru Bakal Pengaruhi Pembela HAM

Ilustrasi aksi Kamisan yang desak pemerintah proses hukum pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)
Intinya sih...
  • Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (HPPHAM) jatuh pada 29 November setiap tahun, sebagai bagian dari kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
  • Komnas Perempuan menyoroti minimnya kebijakan perlindungan terhadap kerja-kerja pembela HAM, dengan 89 kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM dalam kurun waktu 2019-2023.
  • Serangan terhadap PPHAM kerap diiringi upaya delegitimasi, baik melalui ancaman berbasis gender maupun kriminalisasi. Situasi yang sama dialami para perempuan pembela HAM di kawasan ASEAN lainnya.

Jakarta, IDN Times - Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia (HPPHAM) atau Women Human Rights Defender (WHRD) Internasional jatuh pada 29 November setiap tahun. HPPHAM adalah salah satu peringatan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) berpandangan kepemimpinan baru Indonesia akan berpengaruh pada kerja-kerja perempuan pembela HAM dalam lima tahun ke depan.

Komnas Perempuan menggarisbawahi mendesaknya upaya pelindungan oleh negara pada perempuan pembela HAM serta menekankan pentingnya solidaritas antarlintas negara termasuk di kawasan ASEAN. Hal itu penting untuk membangun fondasi perjuangan HAM yang lebih kokoh.

“Berbagai tantangan masih akan terus membayangi PPHAM di Indonesia untuk isu kekerasan terhadap perempuan, isu sumber daya alam dan lingkungan, isu kebebasan berekspresi, perempuan jurnalis, perempuan dengan disabilitas, isu minoritas gender dan seksual serta isu lainnya termasuk di Papua,” kata Ketua Subkom Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan, Komisioner Theresia Iswarini, dikutip Jumat (29/11/2024).

1. Minimnya kebijakan perlindungan

Ilustrasi hukum (IDN Times/Mardya Shakti)

Dia menjelaskan, minimnya kebijakan perlindungan terhadap kerja-kerja pembela HAM termasuk belum diakuinya kerja-kerja PPHAM tersebut merupakan salah satu faktor penyebabnya.

Data Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan mengungkap ada 89 kasus kekerasan terhadap perempuan pembela HAM dalam kurun waktu 2019-2023. Serangan terbanyak dialami pada kelompok isu kekerasan terhadap perempuan dengan jumlah 71 kasus.

Sementara pada urutan kedua serangan terbanyak dialami oleh perempuan pembela HAM pada isu lingkungan dan sumber daya alam (SDA) dengan jumlah delapan kasus.

2. Serangan yang dialami kerap diiringi ancaman hingga kriminalisasi

Kelompok masyarakat sipil menggelar peringatan 2 tahun Aksi Kamisan di Kota Medan, Kamis (13/6/2024). (Saddam Husein for IDN Times)

Komnas Perempuan mengamati serangan terhadap PPHAM kerap diiringi upaya delegitimasi, baik melalui ancaman berbasis gender maupun kriminalisasi. Kekerasan yang dialami PPHAM sering kali bersifat sistematis dan bertujuan membungkam suara perempuan yang memperjuangkan kebenaran.

"Ada upaya delegitimasi terhadap PPHAM baik melalui ancaman yang menyasar tubuh dan seksualitasnya sebagai perempuan, maupun melalui upaya kriminalisasi. Dari catatan kekerasan yang dialami PPHAM pada tahun 2020 hingga 2023, tercatat ada 4 (empat) kasus yang merupakan kasus kriminalisasi. Selain PPHAM, keluarganya juga berpotensi menjadi sasaran kekerasan, diskriminasi dan kriminalisasi, ” kata Ketua Subkom Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang,

3. Padahal sudah ada Deklarasi HAM ASEAN

Massa aksi Kamisan bentangkan poster-poster protes di depan Pomdam I Bukit Barisan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Situasi yang sama juga dialami para perempuan pembela HAM di kawasan ASEAN lainnya, meski ASEAN Human Rights Declaration (Deklarasi HAM ASEAN) telah disahkan pada 2012. Deklarasi HAM ASEAN tersebut menggarisbawahi komitmen negara-negara ASEAN untuk melindungi hak-hak dasar, seperti kebebasan dan keamanan pribadi (Pasal 12), kebebasan berekspresi (Pasal 23), dan hak atas pembangunan yang adil (Pasal 35), pelaksanaan komitmen ini masih jauh dari harapan.

Pembangunan yang masif tanpa kajian berbasis HAM dan keadilan gender tampaknya juga menjadi ruang kekerasan terhadap perempuan pembela HAM.

“Pasal 35 dalam deklarasi HAM ASEAN menyatakan bahwa pembangunan tidak boleh digunakan sebagai pembenaran untuk pelanggaran hak asasi manusia. Pembangunan yang berkelanjutan di ASEAN harus berbasis pada penghormatan terhadap HAM. Namun, pembela HAM sering kali dipaksa berhadapan dengan kebijakan pembangunan yang mengabaikan hak-hak mereka,” ujar komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
Dheri Agriesta
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us