Kontroversi World App: Nekat Ambil Risiko Biometrik Demi Rp 800 Ribu

- Aplikasi World App menawarkan imbalan uang tunai hingga Rp800 ribu bagi pengguna yang melakukan verifikasi pemindaian retina mata dengan alat khusus bernama Orbs.
- Pengguna aplikasi bisa memperoleh poin WLD mata uang kripto dari Worldcoin yang kemudian bisa diklaim dan dicairkan ke bentuk uang tunai dalam waktu 24 jam.
- Kementerian Komunikasi dan Digital membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID serta meminta klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Jakarta, IDN Times - Sebuah aplikasi pengelola mata uang kripto World App tengah menjadi perbincangan hangat. Bukan tanpa alasan, aplikasi World App menjanjikan imbalan uang tunai mulai dari Rp200 ribu hingga Rp800 ribu bagi siapa saja yang bersedia melakukan verifikasi dengan pemindaian retina mata.
Iming-iming uang tunai yang cukup menggiurkan ini membuat ratusan orang rela mengantre panjang demi bisa scan retina mata menggunakan alat khusus bernama Orbs. Antrean itu bahkan tak mengenal waktu dari pagi buta hingga malam hari, kantor World App di Jalan Juanda dan Jalan Siliwangi, Rawalumbu, Bekasi, nyaris tak pernah sepi tiap hari selama dua bulan sejak dibuka.
Tarmin, seorang penjual kopi keliling (Starling) yang biasa mangkal di dekat kantor tersebut, mengaku hampir setiap hari melihat ratusan orang berdatangan.
"Bahkan saking banyaknya warga yang datang, rumah ini jadi tempat parkir malah kadang sampai membludak di jalan," ujar Tarmin menunjukan sebuah rumah tertutup dengan halaman yang cukup luas untuk menampung ratusan motor.
1. Pengguna diminta scan retina mata

Tarmin adalah salah satu dari banyak warga yang tergiur untuk bergabung. Ia menceritakan, cukup dengan mengunduh aplikasi World App dan melakukan verifikasi scan retina mata di Orbs, pengguna bisa langsung memperoleh poin WLD mata uang kripto dari Worldcoin yang kemudian bisa diklaim dan dicairkan ke bentuk uang tunai dalam waktu 24 jam.
"Awal-awal saya dapat lumayan besar, bisa 16 sampai 40 WLD. Kalau kurs lagi bagus, bisa sampai Rp800 ribu. Tapi rata-rata sekarang cuma Rp200 ribuan, saya kemarin dapat Rp250 ribu," ujar Tarmin.
Namun seiring waktu, nominal yang didapat semakin menurun. "Bulan berikutnya cuma dapat Rp50 ribu, atau sekitar tiga WLD. Bulan ini malah belum dapet sama sekali," katanya.
2. Menarik minat berbagai kalangan

Fenomena ini mengundang perhatian banyak kalangan. Dari ibu rumah tangga, ojek online, buruh harian, hingga pelajar, rela antre demi kesempatan mendapatkan uang hanya dengan menyerahkan data biometriknya. Bahkan, saat kantor Worldcoin tutup karena masalah jaringan, antrean tetap ada.
Salah satunya adalah Farida, wanita berusia 60 tahun yang datang pada Sabtu (3/5/2025) untuk menanyakan bagaimana cara mencairkan uang setelah melakukan verifikasi retina.
"Saya sudah scan matanya, tapi gak bisa tarik uangnya. Katanya jaringan lagi eror. Padahal bisa dapat Rp250 ribu, lumayan buat makan," ucapnya.
Farida mengetahui informasi soal World App dari tetangganya. Saat mendaftar, petugas memberi tahu imbalan uang akan terus meningkat setiap bulan.
"Katanya bulan ini Rp200 ribu. Bulan depan bisa jadi Rp400 ribu, bahkan bisa sampai Rp1 juta. Ya saya pikir lumayan buat tambahan," ujarnya.
3. Datangi tiga kantor demi Rp200 ribu

Tak hanya Farida. Dari arah Babelan, sepasang suami-istri, Anisa dan Bayu, turut merasakan getirnya harapan yang belum terwujud. Mereka rela membawa anak balitanya dengan sepeda motor di bawah terik matahari, mendatangi tiga kantor World App yang semuanya tutup.
Anisa, yang menggendong anaknya dengan peluh mengalir di wajah sudah mendapatkan jadwal janji temu pada pukul 11.00 WIB.
"Soalnya habis mengunduh diminta janji temu untuk verifikasi. Nah, janji temu hari ini jam 11.00, tapi kok pada tutup semua," kqta Anisa
Meski lelah dan kecewa, Anisa dan Bayu tetap menunggu di depan kantor berharap ada petugas yang datang dan membuka kantor. Bagi Bayu yang merupakan buruh serabutan, uang Rp200 ribu hingga Rp800 ribu bukan angka kecil namun harapan, terutama di tengah himpitan ekonomi.
4. OJK hentikan izin World Indonesia karena berisiko

World App memperkenalkan konsep World ID, sebuah identitas digital terdesentralisasi yang terhubung langsung dengan dompet kripto pengguna. Namun, di balik janji masa depan teknologi, muncul kekhawatiran soal keamanan data pribadi, terutama biometrik yang sangat sensitif.
Sejumlah pengguna media sosial mengingatkan agar tak mudah terpancing dengan iming-iming uang sebagai imbalan untuk foto retina. Sebab, dikhawatirkan data pribadi warga digunakan untuk hal yang belum diketahui dampak baik atau buruknya.
"Jangan jual data biometrik cuma buat Rp800 ribu," tulis pengguna X bernama Heri**ryana.
"Masa iya, demi duit receh lo rela kasih data biometrik lo ke perusahaan asing?" lanjutnya.
Merespons hal ini, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengatakan aplikasi World App saat ini belum memiliki izin operasional dan berisiko. Oleh karena itu, kegiatannya akan dihentikan sementara.
"Karena berisiko dan izin operasinya belum jelas dari institusi mana, maka kami bekerja sama dengan kepolisian minta mereka hentikan dulu kegiatannya," ujarnya kepada IDN Times, Sabtu (3/5/2025).
5. Komdigi bereaksi keras bekukan sementara World App

Kementerian Komunikasi dan Digital juga mengambil langkah tegas. Mereka membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID. Selanjutnya, akan memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Alexander Sabar, menjelaskan langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan layanan Worldcoin dan WorldID.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat," kata Alexander Sabar di Jakarta Pusat, Minggu (4/4/2025).
6. Setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar

Hasil penelusuran awal menunjukkan, PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.
"Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara," ujar Alexander.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.
"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius," tegas Alexander.
Komdigi, dijelaskannya, berkomitmen untuk mengawasi ekosistem digital secara adil dan tegas demi menjamin keamanan ruang digital nasional. Dalam hal ini, peran aktif masyarakat juga sangat dibutuhkan.
"Kami mengajak masyarakat untuk turut menjaga ruang digital yang aman dan terpercaya bagi seluruh warga negara. Komdigi juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap layanan digital yang tidak sah, serta segera melaporkan dugaan pelanggaran melalui kanal resmi pengaduan publik," ujar Alexander.