Kisah Korban Banjir, Bertahan Gelap Gulita di Rumah Selama Dua Hari

Aceh Utara, IDN Times - Air masih tampak menggenangi sebagian pemukiman warga di sejumlah perkampungan di Kabupaten Aceh Utara. Padahal banjir dari luapan sungai tersebut sudah hampir tiga hari merendam.
Meski masih digenangi, sebagian warga mulai tampak berbenah membersihkan rumah dari sampah maupun lumpur. Salah satunya, Inggrid, warga Gampong Kampung Baru, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara.
“Sekarang sedang tahap beres-beres dan membersihkan lumpur. Terbilang beratlah. Selain itu, ini kemungkinan sebulan baru benar-benar bisa hilang bau atau bersih,” kata Inggrid menceritakan kepada IDN Times, pada Selasa (8/12/2020).
Disela kesibukan membersihkan lumpur sisa banjir, wanita berprofesi sebagai tenaga pengajar tak keberatan ketika IDN Times mengajaknya berbincang prihal bencana banjir yang merendam desanya selama beberapa hari ini. Ia pun mulai bercerita.
1.Malam itu, air naik begitu cepat bahkan dalam hitungan jam

Inggrid baru saja menyelesaikan kewajiban tiga rakaatnya tak lama setelah senja menarik langit biru, pada Sabtu (5/12/2020). Sementara hujan masih setia mengguyur sudut bumi Lhoksukon, ibu kota Kabupaten Aceh Utara, sejak Kamis (3/12/2020).
Tak pernah terlintas dipikiran Inggrid dan keluarganya, jika malam itu debit air sungai yang ada di kampung halamannya meluap. Bahkan menurutnya, tak sampai hitungan jam air bah sudah masuk dan merambah rumahnya.
“Habis salat Magrib itu masih kosong di rumah, terus pas lagi makan air sudah masuk ke dalam rumah. Secepat itu air masuk,” kata Inggrid menceritakan.
2.Listrik padam, seketika Kampung Baru gelap gulita dan komunikasi terganggu

Air mulai meninggi, Inggrid dan keluarganya tak bisa lagi beranjak meninggalkan istana mereka. Pilihan satu-satunya adalah bertahan sambil terus memindahkan barang-barang berharga ke tempat yang tak bisa dijamah oleh air.
Petaka tak hanya datang sampai di situ. Di tengah kepanikan, pembangkit listrik negara (PLN) tiba-tiba memutuskan penyalurannya. Seketika pemukiman warga di kawasan Gampong Kampung Baru gelap gulita. Hanya deruan air bah, gemercik hujan, dan nyanyian katak yang terdengar berseling dengan suara kepanikan di Sabtu malam itu.
“(Listrik) padam total. Mulai dari malam Minggu, ketika lagi beres-beres listrik padam,” ujar Inggrid.
Rahmat dari Tuhan tersebut seolah tak mengenal kata jeda. Desa wanita berusia 27 tahun tersebut masih terendam, sedangkan debit air bercampur lumpur pada Minggu (6/12/2020) pagi, semakin meninggi.
Problem lain pun timbul. Inggrid beserta warga lainnya, mulai tidak bisa berkomunikasi menggunakan telepon selular seperti biasa. Diduga banjir merambah mesin pada tiang-tiang pemancar operator selular sehingga mengakibatkan sinyal terganggu.
3.Bertahan bersama dengan warga lainnya

Rumah Inggrid memang tak semegah istana Buckingham, milik ratu Inggris. Namun, istana sederhana miliknya yang kerap dilanda banjir tersebut setidaknya telah menjadi wadah bagi warga sekitar untuk mengungsi dari air bah.
Kebetulan pula, posisi rumah dua lantai milik keluarga dari tenaga pengajar salah satu sekolah di Kabupaten Aceh Utara ini, terbilang tinggi dari kediaman warga lainnya. Selain itu, ada juga dua rumah lainnya yang menjadi tempat mengungsi warga ketika dilanda banjir besar seperti saat ini.
“Di rumah Inggrid sendiri ada juga yang menumpang, termasuk oom sendiri.”
“Jadi warga sekitar sini itu numpang-numpang di rumah orang yang lebih tinggi dan memiliki dua lantai. Di sekitaran sini ada tiga rumah bertingkat, jadi dibagi untuk dijadikan tempat mengungsi warga,” imbuh Inggrid.
Selama bertahan di tengah kepungan air, Inggrid beserta keluarga dan warga yang mengungsi ke rumahnya hanya bisa memanfaatkan stok makanan ala kadarnya. Mereka tak bisa berenjak, sebab air hampir mencapai dua meter.
Selama terjebak, tak ada petugas yang datang untuk mengevakuasi dan memberikan bantuan ke wilayah mereka.
“Gak tahu mau mengungsi ke mana, gak ada tempat. Ke mana mau pergi, gak ada tempat untuk lari. Tidak ada petugas -datang membantu-,” kata Inggrid menceritakan.
4.Air perlahan mulai surut setelah hampir dua hari terjebak

Minggu malam debit air berlahan mulai berkurang seiring hujan yang tak lagi riang. Esoknya, Senin (7/12/2020), warga yang terjebak beranjak menuju ke posko-posko pengungsian. Sebagian warga lainnya memastikan kondisi rumah dan harta benda.
Inggrid beserta keluarganya pun coba keluar dari zona darurat mereka untuk sekedar membeli kebutuhan makanan di pasar kota, meski air masih tampak tergenang di depan rumahnya.
Sepanjang jalan menuju Pasar Lhoksukon, Inggrid disuguhkan pemandangan kendaraan bermotor, mulai dari mobil penumpang maupun bus yang terparkir di tengah banjir. Kendaraan-kendaraan itu mogok, diduga air masuk ke dalam bagian mesinnya.
“Di situ banyak mobil yang mati (mogok) akibat terjebak banjir. Toko-toko juga tidak banyak yang gak buka. Kalau biasanya kami bisa belanja karena toko-tokonya buka, tapi kali ini tidak ada mungkin karena toko mereka kemasukan air juga.”
Banjir ini bukanlah yang pertama terjadi. Inggrid mengatakan, dalam sepuluh tahun terakhir, ada tiga banjir besar yang terjadi, yakni 2014, 2017, dan 2020. Tahun ini, menurutnya, adalah yang terparah.
“Ini terparah dan tertinggi banjirnya,” tutup Inggrid.
5.Kondisi terakhir, ada 23 ribu pengungsi dari 23 kecamatan yang dilanda banjir

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh, total kecamatan yang dilanda banjir hingga Selasa (8/12/2020) ada 23 kecamatan. Ketinggian air bervariasi antara 50 sampai 200 sentimeter.
Sementara itu, total pengungsi diperkirakan mencapai 23.398 jiwa. Jumlah ini bisa saja bertambah mengingat kondisi debit air semua sungai masih meningkat.