Korupsi BPR Jepara: KPK Sita 136 Bidang Tanah, Mobil, dan Motor

- KPK menetapkan dan menahan 5 tersangka, termasuk Direktur Utama BPR Jepara Artha terkait dugaan korupsi pencairan kredit usaha.
- KPK menyita aset senilai Rp60 miliar, termasuk 136 bidang tanah dan bangunan, uang tunai, mobil, dan motor milik para tersangka.
- Debitur fiktif direalisasikan untuk berbagai keperluan, termasuk biaya provisi, premi asuransi, fee debitur fiktif, pembelian aset pribadi, dan uang umrah.
Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha, Jhendik Handoko.
Selain itu, KPK juga menetapkan dan menahan empat tersangka lainnya. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pencairan kredit usaha di PT BPR Jepara pada 2022-2024.
Mereka adalah Iwan Nursusetyo (Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha), Ahmad Nasir (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha), Ariyanto Sulistiyono (Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha), dan Mohammad Ibrahim Al'Asyari (Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara ini. Aset-aset tersebut adalah 136 bidang tanah dan bangunan senilai Rp60 miliar, aset Jhendik yang terdiri dari uang Rp1,3 miliar, 4 mobil, dan 2 bidang tanah.
Lalu, aset milik Ibrahim yakni uang Rp11,5 miliar, 1 bidang tanah, 1 mobil Toyota Fortuner, serta aset Ahmad Nasir berupa 1 bidang tanah rumah dan 1 unit sepeda motor.
"Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk jangka waktu 20 hari pertama, terhitung sejak 18 September 2025 sampai dengan 7 Oktober 2025," ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," lanjutnya.
Asep mengatakan pada April 2022 hingga Juli 2023 telah direalisasikan 40 debitur fiktif dengan plafond kredit Rp263,5 miliar. Jumlah tersebut digunakan untuk berbagai hal.
Uang itu dipakai untuk biaya provisi Rp2,7 miliar, biaya premi asuransi ke Jamkrida RP2,06 miliar dengan kickback ke Jhendik sebsar Rp206 juta, biaya notaris Rp10 miliar dengan kickback ke Iwan sebesar Rp275 juta dan ke Ahmad Nasir Rp93 juta, lalu fee 40 debitur fiktif sebesar Rp4,85 miliar.
"Sebesar Rp95,2 miliar digunakan manajemen BPR Jepara untuk memberbaiki performa kredt macet dengan membayar angsuran, pelunasan, beberapa kredit bermasalah BPR Jepara, serta digunakan JH untuk membeli Mobil Honda Civic Turbo dan mengambil Rp1 miliar." ujarnya.
"Sebesar Rp150,4 miliar digunakan MIA untuk membeli tanah yang digunakan sebagai agunan 40 debitur fiktif sekitar RP60 miliar, angsuran kredit Rp70 miliar, membeli aset kepentingan pribadi, dan memutarkan dana agar seolah untuk usaha beras," imbuhnya.
Asep mengatakan, Ibrahim memberikan uang kepada para tersangka dengan nominal berbeda. Uang itu merupakan fee dari realiasasi kredit fiktif tersebut.
"JH sebesar Rp2,6 miliar, IN sebesar Rp793 juta, AN Rp637 juta, AS sebesar Rp282 juta, uang umrah untuk JH, IN, dan AN sebesar Rp300 juta," ujarnya.
Perbuatan para tersangka diduga merugikan negara Rp254 miliar. Kerugian negara itu terdiri baji debet dan tunggakan bunga).