KPK Dalami Peran Tangan Kanan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono

Jakarta, IDN Times - Orang kepercayaan Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono (BS), Kedy Afandy (KA), turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret koleganya. KPK pun memanggil sejumlah saksi untuk mendalami peran Kedy dalam kasus tersebut.
"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan peran tersangka KA sebagai perpanjangan tangan tersangka BS di Pemkab Banjarnegara untuk mengatur berbagai proyek pekerjaan disertai adanya penentuan besaran komitmen fee atas proyek tersebut," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK bidang Penindakan, Ali FIkri, Senin (8/11/2021).
1. Seorang kontraktor yang dipanggil sebagai saksi mangkir dari panggilan KPK

Ali mengatakan, KPK memanggil lima orang saksi untuk diperiksa. Namun, seorang saksi bernama Wasis Jatmiko selaku kontraktor tak hadir.
"Yang bersangkutan tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan ulang kembali," ujar Ali Fikri.
2. Saksi yang diperiksa punya latar belakang yang berbeda

Ali mengatakan empat orang yang diperiksa memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka yang diperiksa antara lain Totok Setya Winata (PNS), Triana Widodo (Wiraswasta), Hanif Ruseno (Wiraswasta), dan Lalu Panji Gusangan (Wiraswasta).
"(Pemeriksaan) bertempat di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta," ujar Ali Fikri.
3. Budhi Sarwono dana Kedy Afandy disebut rugikan negara Rp21,1 M

Budhi Sarwono dan Kedy ditetapkan sebagai tersangka KPK pada Jumat, 3 September 2021. Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan Budhi diduga meraup keuntungan Rp21,1 miliar.
Firli menjelaskan awal mula dugaan korupsi ini terjadi saat Budhi menunjuk Kedy, yang merupakan Ketua Tim Suksesnya saat kampanye, ikut rapat dengan perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Banjarnegara. Pertemuan itu berlangsung di sebuah rumah makan di kota itu.
"Dalam pertemuan tersebut disampaikan sebagaimana perintahan dan arahan BS, KA menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persendari nilai proyek," jelas Firli.
Setelah itu, ada lagi pertemuan lanjutan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara yang ia pimpin. Pada saat itu Budhi langsung menyampaikan bahwa ia akan menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu.
"Dengan pembagian lanjutan, senilai 10 persen untuk BS sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan," jelasnya.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun pasal yang dilanggar adalah Pasal 12 (i) dan 12B, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.