Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPK Ungkap APBD Kabupaten OKU Naik 2 Kali Lipat karena Suap

Ketua KPK Setyo Budiyanto (Tangkapan Layar YouTube KPK)
Intinya sih...
  • Ketua KPK ungkap kasus suap RAPBD Kabupaten OKU Tahun 2025
  • Anggota DPRD meminta jatah pokir, diubah menjadi proyek fisik senilai Rp40 miliar
  • Nilai anggaran Dinas PUPR naik dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan kasus suap Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan bermula saat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun 2025. Dia mengatakan ada anggota DPRD yang meminta jatah pokok pikiran (pokir) kepada pemerintah.

"Pada pembahasan tersebut, perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir, seperti yang diduga sudah dilakukan. Kemudian disepakati bahwa jatah pokir tersebut diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan sebesar Rp40 miliar," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Minggu (16/3/2025).

Setyo mengungkapkan, proyek untuk pokir ketua dan wakil ketua DPRD senilai Rp5 miliar. Sementara, nilai untuk anggota DPRD Rp1 miliar. Dari Rp40 miliar tersebut, nilainya kemudian turun menjadi Rp35 miliar.

1. Anggaran APBD naik 2 kali lipat

Barang bukti dalam OTT di Kabupaten OKU (Tangkapan layar YouTube KPK)

Setyo mengatakan nilai itu turun karena ada keterbatasan anggaran. Meski demikian, fee dari proyek-proyek itu tetap disepakati 20 persen bagi anggota DPRD dan 2 persen bagi Dinas PUPR sehingga total fee untuk anggota DPRD OKU total sebesar Rp7 miliar.

"Saat APBD tahun anggaran 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Jadi signifikan karena ada kesepakatan ya, maka yang awalnya Rp48 miliar bisa berubah menjadi dua kali lipat," ujar Setyo.

Ia mengatakan, pelaku berinisial NOP yang merupakan Kepala Dinas PUPR OKU menawarkan sembilan proyek kepada MFZ dan ASS selaku pihak swasta dengan commitment fee sebesar 2 persen untuk dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD. Setyo menambahkan, NOP kemudian mengondisikan pihak swasta untuk mengerjakan proyek tersebut.

"Saat itu Saudara NOP yang merupakan Pejabat Kepala Dinas PUPR menawarkan sembilan proyek tersebut kepada saudara MFZ dan saudara ASS, dengan commitment fee sebesar 22 persen, yaitu 2 persen untuk Dinas PUPR dan 20 persen untuk DPRD," ungkapnya.

2. Anggota DPRD menagih jatah proyek

Ilustrasi OTT KPK. (IDN Times)

Setyo menambahkan, menjelang Idul Fitri, pihak DPRD yang diwakili oleh FJ, MFR, dan UH menagih jatah proyek tersebut ke NOP. Pada 13 Maret, MFZ menyerahkan uang kepada NOP sebesar Rp2,2 miliar. KPK kemudian melakukan OTT terhadap mereka.

Akibat perbuatannya, FJ, MFR, UH dan NOP dijerat dengan Pasal 12 A atau 12 B dan 12 F dan 12 B UU Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 12 A dan B mengatur hukuman terkait suap, sementara Pasal 12 F mengatur soal pemotongan anggaran, dan Pasal 12 B tentang gratifikasi dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, MFZ dan ASS dijerat Pasal 5 ayat 1 a atau b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal itu mengatur soal hukuman bagi penyuap dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun penjara.

Setyo menambahkan, penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap 6 tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai 16 Maret sampai dengan 4 April 2025. Tiga tersangka yaitu FJ, MFR dan UH ditempatkan di rumah tahanan negara cabang rutan dari rutan kelas 1 Jakarta Timur di gedung KPK C1, sedangkan tersangka NOP, MFZ dan ASS ditempatkan di rumah tahanan negara cabang rutan dari rutan kelas 1 Jakarta Timur cabang rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan Kuningan-Persada, Kavling 4, Jakarta Selatan.

3. KPK ingatkan kepala daerah tidak melakukan praktik penyalahgunaan kekuasaan

Ilustrasi gedung KPK. (Dok. Istimewa)

Setyo mengingatkan kepada seluruh kepala daerah, anggota legislatif yang masa jabatannya masih baru, agar tidak melakukan tindakan serupa.

“Menurut saya adalah hal yang harusnya menjadi perhatian bagi para pejabat eksekutif dan legislatif semuanya untuk tidak melakukan praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi yang tentunya berdampak kepada aspek penegakan hukum seperti yang dialami oleh NOP dan kawan-kawan ini,” kata Setyo.

Ia berharap bahwa seluruh kepala daerah dan anggota legislatif tetap menjaga integritasnya. “Dengan tidak memanfaatkan kepentingan dengan melakukan perubahan-perubahan APBD dengan memasukkan pokir yang akhirnya menurunkan kredibilitas daripada pemerintah daerah itu sendiri,” katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us